Menurut Ferdy, nama Depok berasal dari kata padepokan (tempat berguru). "Dulu tentara-tentara Cirebon sering bertapa dan berlatih silat di Depok," katanya.
Perkembangan Kota Depok semakin mengikis karakter dan kultur mereka. Kawasan pertanian berubah menjadi kompleks perumahan, kantor, pusat perbelanjaan, hotel, dan bangunan umum lainnya. Nama Jalan Pintu Air, yang menandakan keberadaan pintu air Ciliwung, misalnya, berubah menjadi Jalan Margonda. Namun, di tengah usaha pemerintah mengatasi banjir, keberadaan pintu air justru kurang diperhatikan.
Suzana Indrayono Leander (60), generasi ke-15 keluarga Leander, mengatakan, pada 1978 sawah seluas 5 hektar milik orangtuanya dibeli pemerintah seharga Rp 7 juta. Sawah lalu diubah menjadi Perumnas Depok. "Kebijakan pemerintah tidak mendukung pertanian terus berkembang," katanya.
Aswati (68), warga Kelurahan Tanah Baru, Beji, Depok, mengatakan, Depok sudah berkembang menjadi kota yang nyaris tanpa lahan kosong. "Kalau berdiri di tengah-tengah Kota Depok, lalu melihat ke semua penjuru mata angin, hanya ada permukiman. Udara yang dulu sejuk kini panas," ujarnya.
Ahli sastra dan kebudayaan Belanda dari Universitas Indonesia, Dr Lilie Suratminto, mengatakan, masih ada sebagian generasi tua Depok yang hidup dalam kultur Eropa. Saat pesta perkawinan, misalnya, orang Depok asli menyelenggarakan acara dansa waltz. Saat ada orang yang meninggal, pakaian bekas almarhum dibagikan kepada orang yang membutuhkan. "Ini menunjukkan jejak-jejak kebudayaan Belanda masih ada," kata Lilie.
Tri Wahyuning M Irsyam, pengajar di Program Studi Sejarah, Departemen Ilmu Sejarah FIB UI, mengatakan, berbagai tinjauan sejarah menunjukkan warga Depok adalah pemilik kolektif tanah dan bangunan. Sayangnya, menurut Tri, studi ilmiah yang terkait sejarah Depok minim. "Kalaupun ada (sejarah Depok), serinya tidak ditulis dengan data akurat. Diperlukan lebih banyak studi untuk meneliti sejarah kota Depok," katanya. (B03)
____________________________
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 21 September 2015, di halaman 27 dengan judul "Cornelis Chastelein, Pertanian, dan Depok".
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.