- Pada 8 Juli 2014, Basuki mendisposisikan surat tersebut kepada Andi Baso Mappapoleonro yang saat itu menjabat Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) DKI untuk mempersiapkan anggaran senilai Rp 20 juta tanpa proses negosiasi.
- Pada 14 November 2014, Dinas Kesehatan DKI mengeluarkan kajian terhadap lahan RS Sumber Waras. Hasil kajiannya, lahan RS Sumber Waras memenuhi beberapa syarat kelaikan, yakni tanahnya siap pakai, bebas banjir, akses jalan besar, jangkauan luas, dan luas lahan yang lebih dari 2.500 meter persegi.
- Pada 10 Desember 2014, Pemprov DKI resmi menunjuk lokasi pembelian lahan.
- Pada 11 Desember 2014, pihak Yayasan Kesehatan Sumber Waras membatalkan perjanjian dengan PT Ciputra Karya Utama. Kemudian, mereka beralih kerja sama dengan Pemprov DKI.
- Pada 15 Desember 2014, Bendahara Umum Pemprov DKI mentransfer uang senilai Rp 800 miliar ke Dinas Kesehatan DKI Jakarta untuk membeli lahan tersebut.
- Pada 30 Desember 2014, Dinas Kesehatan DKI membayar lahan kepada RS Sumber Waras dalam bentuk cek.
- Pada 31 Desember 2014, cek tersebut pun dicairkan oleh pihak RS Sumber Waras.
- Pada 6 Juli 2015, di dalam sidang paripurna, BPK melaporkan laporan hasil pemeriksaan (LHP) BPK terhadap laporan keuangan Pemprov DKI tahun anggaran 2014.
Pemprov DKI mendapat opini wajar dengan pengecualian (WDP) terhadap laporan keuangan tahun 2014.
BPK mendapatkan 70 temuan dalam laporan keuangan daerah senilai Rp 2,16 triliun. Temuan itu terdiri dari program yang berindikasi kerugian daerah senilai Rp 442 miliar dan berpotensi merugikan daerah sebanyak Rp 1,71 triliun.
Lalu, kekurangan penerimaan daerah senilai Rp 3,23 miliar, belanja administrasi sebanyak Rp 469 juta, dan pemborosan senilai Rp 3,04 miliar.
BPK lantas menyoroti beberapa temuan yang wajib menjadi perhatian Pemprov DKI. Salah satunya pengadaan tanah RS Sumber Waras di Jakarta Barat yang tidak melewati proses pengadaan memadai.