Kenangan itu hancur sejak dia diperkosa kakak kelasnya sendiri saat masih berada di bangku kelas I SMA. Hidup Maizidah semakin menderita saat dia harus menikah dengan laki-laki yang telah melecehkannya itu.
"Akhirnya, saya dinikahkan dengan laki-laki yang memerkosa saya. Waktu dulu solusinya adalah menikah sebagai bentuk tanggung jawab laki-laki itu," ujar Maizidah lirih pada malam penghargaan Perempuan Inspiratif Nova 2015 di sebuah restoran di Jalan Raden Saleh, Jakarta Pusat, Sabtu (5/12/2015) malam.
Akhirnya, Maizidah harus menyadari bahwa menikah dengan orang yang merenggut kehormatannya adalah pilihan yang salah.
Selama pernikahan mereka, tidak ada satu hari pun Maizidah berhenti disiksa. Ditendang, dipukul, dan diludahi adalah hal biasa.
Harga diri tidak ada. Semua sudah diinjak. Begitu kata Maizidah.
Siksaan bahkan tidak berhenti ketika dia hamil enam bulan. Perut buncitnya kala itu pernah diinjak sang suami.
"Bahkan, waktu itu kalau sampai pukul 12.00 saya belum disiksa saya bingung. Kok saya belum disiksa ya?" ujar dia.
Penuh masalah di Taiwan
Setelah anaknya lahir, suami Maizidah langsung meninggalkan dia. Maizidah mencoba memperbaiki masa depannya setelah menjadi orangtua tunggal.
Namun, sayang, berbekal dengan ijazah SMP yang dia punya, tak banyak pekerjaan yang tersedia di negeri ini.
Maizidah pun nekat untuk terbang ke luar negeri dengan menjadi tenaga kerja Indonesia (TKI) di Taiwan.
Akan tetapi, penderitaan Maizidah tak langsung terhenti. Perempuan gigih ini justru mengalami nasib mengenaskan. Dia hampir kembali diperkosa di negara itu.
"Jadi pekerja migran itu enggak mudah. Enggak ada yang bercita-cita ingin jadi buruh migran. Saya ke Taiwan. Saya bahkan hampir diperkosa lagi oleh agensi Taiwan," ujar dia.
Dengan penderitaan yang datang bertubi-tubui kepada dirinya, Maizidah akhirnya menjadi sosok yang penuh empati. Dia sering menjadi tempat curhat teman-temannya sesama TKI yang bermasalah di Taiwan.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.