Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Inilah Alasan kenapa Ojek Masih Dibutuhkan Masyarakat

Kompas.com - 19/12/2015, 11:39 WIB
Alsadad Rudi

Penulis

KOMPAS.com - Kementerian Perhubungan sempat mengeluarkan Surat Pemberitahuan Nomor UM.3012/1/21/Phb/2015 yang menegaskan bahwa ojek bukan alat transportasi umum sehingga dapat ditertibkan.

Dengan berlandaskan pada Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, sepeda motor dinilai tidak laik digunakan sebagai kendaraan untuk angkutan umum.

Namun, tak berselang lama, Menteri Perhubungan Ignasius Jonan mengkarifikasi surat tersebut setelah menimbulkan polemik di masyarakat sehingga seolah-olah ojek termasuk ojek online berbasis aplikasi yang sedang marak saat ini bakal dilarang beroperasi.

Jonan kembali mengingatkan bahwa sesuai undang-undang, sepeda motor memang bukan alat transportasi umum. 

Namun, ia mengatakan, masyarakat tetap diperbolehkan menggunakan ojek sampai sistem transportasi massal dapat digunakan secara nyaman oleh masyarakat.

Presiden Joko Widodo lewat Twitter juga bereaksi terhadap polemik tersebut. Ia menilai ojek masih dibutuhkan oleh masyarakat.

Larangan yang dikeluarkan Kemenhub memang sempat menuai kritikan dari sebagian besar masyarakat.

Melalui akun di media sosialnya, mereka menilai pemerintah tidak bisa melarang ojek jika tidak mampu menyediakan sarana angkutan umum yang memadai.

Menurut warga, sampai saat ini pemerintah belum memenuhi kewajiban untuk menyediakan sarana transportasi umum yang memadai.

Setidaknya hal itulah yang diungkapkan sejumlah warga yang tinggal di kawasan Jabodetabek.

Ahmad (32) mengatakan, alasan utamanya menjadi pelanggan setia ojek lebih disebabkan kemudahan.

Menggunakan ojek, ia tidak perlu lagi berpindah-pindah moda seperti halnya ketika menggunakan transportasi umum reguler.

Ahmad tinggal di kawasan Tanah Baru, Depok. Sedangkan tempat kerjanya terletak di kawasan Jalan TB Simatupang, Jakarta Selatan.

"Dari rumah, gue ke kantor harus naik angkot-KRL-bus-jalan kaki. Itu berangkatnya doang. Salah enggak kalau gue lebih pilih naik Go-jek yang cuma sekali naik, bayar Rp 15.000?" ujar dia kepada Kompas.com, Jumat (18/12/2015).

Lain halnya yang dialami Tiara (30). Ia mengaku kerap menggunakan layanan ojek. Penyebabnya, karena ketiadaan layanan transportasi umum yang memadai dari kawasan tempat tinggalnya di Ciledug, Tangerang. Sehari-harinya, ia bekerja di kawasan Jalan TB Simatupang.

"Dari Ciledug ke kantor enggak ada Transjakarta, enggak ada KRL, cuy," ujar dia.

Sementara itu, Akbar (27) mengaku masih rutin menggunakan sepeda motor miliknya. Walaupun rumah tinggalnya berlokasi di kawasan Lenteng Agung, Jakarta Selatan yang notabene sudah dilayani oleh kereta rel listrik (KRL) commuter line.

Penyebab utamanya, ketiadaan angkutan dari rumahnya ke stasiun.

"Dari rumah gue ke stasiun masih lumayan jauh, lho," kata pria yang sehari-harinya bekerja di kawasan Cikini, Jakarta Pusat ini.

Ojek Tidak Perlu Dilarang

Direktur Eksekutif Institut Studi Transportasi (Instran) Darmaningtyas berpendapat, pemerintah tidak perlu melarang ojek beroperasi.

Sebab, kemunculan ojek merupakan akibat dari buruknya moda transportasi umum saat ini.

Darmaningtyas mengatakan, saat ini seharusnya pemerintah fokus untuk menciptakan layanan transportasi umum yang aman, nyaman, dan terintegrasi.

Ia yakin jika transportasi umum sudah baik, ojek akan ditinggalkan dengan sendirinya, tanpa harus adanya pelarangan.

"Karena nantinya naik ojek dinilai lebih mahal dibanding angkutan umum lain. Kalau ke Bogor naik kereta hanya Rp 5.000, naik ojek bisa puluhan ribu. Kalau transportasi umumnya sudah baik, pasti masyarakat meninggalkan ojek," ujar dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dikritik Ahok soal Penonaktifan NIK KTP Warga Jakarta, Heru Budi Buka Suara

Dikritik Ahok soal Penonaktifan NIK KTP Warga Jakarta, Heru Budi Buka Suara

Megapolitan
Walkot Depok Terbitkan Aturan Soal 'Study Tour', Minta Kegiatan Dilaksanakan di Dalam Kota

Walkot Depok Terbitkan Aturan Soal "Study Tour", Minta Kegiatan Dilaksanakan di Dalam Kota

Megapolitan
Rumahnya Digusur Imbas Normalisasi Kali Ciliwung, Warga: Kita Ikut Aturan Pemerintah Saja

Rumahnya Digusur Imbas Normalisasi Kali Ciliwung, Warga: Kita Ikut Aturan Pemerintah Saja

Megapolitan
KPU Kota Bogor Lantik 30 Anggota PPK untuk Kawal Pilkada 2024

KPU Kota Bogor Lantik 30 Anggota PPK untuk Kawal Pilkada 2024

Megapolitan
Mau Bikin 'Pulau Sampah', Heru Budi: Sampah Sudah Enggak Bisa Dikelola di Lahan Daratan

Mau Bikin "Pulau Sampah", Heru Budi: Sampah Sudah Enggak Bisa Dikelola di Lahan Daratan

Megapolitan
Polri Gerebek Gudang Penyelundupan 91.246 Benih Bening Lobster di Bogor

Polri Gerebek Gudang Penyelundupan 91.246 Benih Bening Lobster di Bogor

Megapolitan
Walkot Jaksel: Warga Rawajati yang Terdampak Normalisasi Ciliwung Tidak Ada yang Protes

Walkot Jaksel: Warga Rawajati yang Terdampak Normalisasi Ciliwung Tidak Ada yang Protes

Megapolitan
4 Pelaku Sudah Ditangkap, Mobil Curian di Tajur Bogor Belum Ditemukan

4 Pelaku Sudah Ditangkap, Mobil Curian di Tajur Bogor Belum Ditemukan

Megapolitan
Ketua DTKJ Daftar Cawalkot Tangerang, Janjikan Integrasi Bus Tayo dengan KRL dan Transjakarta

Ketua DTKJ Daftar Cawalkot Tangerang, Janjikan Integrasi Bus Tayo dengan KRL dan Transjakarta

Megapolitan
Kapolri Beri Hadiah Casis Bintara yang Diserang Begal dengan Diterima Jadi Polisi

Kapolri Beri Hadiah Casis Bintara yang Diserang Begal dengan Diterima Jadi Polisi

Megapolitan
Polisi Pastikan Hanya 4 Pelaku Penganiayaan Taruna STIP hingga Tewas

Polisi Pastikan Hanya 4 Pelaku Penganiayaan Taruna STIP hingga Tewas

Megapolitan
Tangisan Ibu Vina Cirebon Saat Bertemu Hotman Paris, Berharap Kasus Pembunuhan Sang Anak Terang Benderang

Tangisan Ibu Vina Cirebon Saat Bertemu Hotman Paris, Berharap Kasus Pembunuhan Sang Anak Terang Benderang

Megapolitan
Wanita Hamil Tewas di Kelapa Gading, Korban Sempat Bersetubuh Sebelum Ditinggal Kekasihnya

Wanita Hamil Tewas di Kelapa Gading, Korban Sempat Bersetubuh Sebelum Ditinggal Kekasihnya

Megapolitan
Dishub Tertibkan 127 Jukir Liar di 66 Lokasi di Jakarta

Dishub Tertibkan 127 Jukir Liar di 66 Lokasi di Jakarta

Megapolitan
4 Pencuri Mobil di Bogor Ditangkap, Salah Satunya Residivis

4 Pencuri Mobil di Bogor Ditangkap, Salah Satunya Residivis

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com