Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Beli Tiket KRL di "Vending Machine", Uang Rp 100.000 dan Rp 50.000 Tak Bisa Dipakai

Kompas.com - 09/01/2016, 14:10 WIB
Alsadad Rudi

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Mesin tiket atau vending machine yang baru dioperasikan PT KAI Commuter Jabodetabek (KCJ) tidak dapat menerima semua pecahan uang. Mesin ini tidak dapat menerima dua uang kertas dengan pecahan Rp 100.000 dan Rp 50.000.

Berdasarkan pantauan di Stasiun Sudirman, Sabtu (9/1/2016), calon penumpang yang membawa uang kertas pecahan Rp 100.000 dan Rp 50.000 akan langsung diberi uang kertas dengan pecahan yang lebih kecil saat bertransaksi lewat mesin tersebut.

Uang kertas pecahan pengganti disediakan petugas pendamping yang bertugas melayani penumpang yang akan bertransaksi.

Uang kertas pecahan pengganti yang disediakan adalah uang kertas yang bisa digunakan untuk bertransaksi, mulai dari Rp 1.000, Rp 2.000, Rp 5.000, Rp 10.000, dan maksimal Rp 20.000.

Misalnya, salah seorang penumpang yang membawa uang Rp 100.000 terpantau langsung diberi sejumlah lembar uang, masing-masing dua lembar Rp 20.000, satu lembar Rp 10.000, dan 10 lembar Rp 5.000.

Beberapa waktu lalu, Direktur Utama PT KCJ Muhammad Nurul Fadhila sempat mengatakan, uang pecahan Rp 100.000 dan Rp 50.000 tidak bisa digunakan agar mesin tiket tidak digunakan untuk penukaran uang.

Dia juga memastikan bahwa penyediaan uang pecahan pengganti hanya bersifat sementara. Hal itu akan dilakukan sampai ke depannya tidak perlu ada lagi petugas pendamping di sekitar mesin tiket.

"Kenapa Rp 50.000 dan Rp 100.000 tidak bisa? Supaya alatnya ini tidak dijadikan tempat untuk penukaran uang. Kalau naik KRL ini kan transaksinya paling banyak Rp 20.000," kata Fadhila saat peluncuran alat, September 2015.

Mesin tiket pada layanan KRL mulai dioperasikan sejak sekitar akhir Desember lalu. Stasiun-stasiun yang sampai sejauh ini tercatat sudah memiliki mesin ini adalah Stasiun Jakarta Kota, Sudirman, Pondok Cina, dan Kranji.

Mesin tiket ini dapat melayani semua transaksi yang biasa dilakukan penumpang di loket, mulai dari pengisian ulang saldo kartu multitrip (KMT), pembelian tiket harian berjaminan (THB) yang juga disertai dengan penentuan stasiun keberangkatan dan kedatangan, dan pengembalian kartu THB di stasiun kedatangan. Semuanya dilakukan sendiri oleh penumpang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ibu Hamil Jadi Korban Tabrak Lari di Gambir, Kandungannya Keguguran

Ibu Hamil Jadi Korban Tabrak Lari di Gambir, Kandungannya Keguguran

Megapolitan
Jawab Kritikan Ahok Soal Penonaktifan NIK KTP, Heru Budi: Pemprov DKI Hanya Menegakkan Aturan

Jawab Kritikan Ahok Soal Penonaktifan NIK KTP, Heru Budi: Pemprov DKI Hanya Menegakkan Aturan

Megapolitan
Paus Fransiskus ke Indonesia September 2024, KWI: Bawa Pesan Persaudaraan Umat Manusia

Paus Fransiskus ke Indonesia September 2024, KWI: Bawa Pesan Persaudaraan Umat Manusia

Megapolitan
Diterima Jadi Polisi, Casis Bintara Korban Begal: Awalnya Berpikir Saya Gagal

Diterima Jadi Polisi, Casis Bintara Korban Begal: Awalnya Berpikir Saya Gagal

Megapolitan
Polisi Kantongi Identitas Pengemudi Fortuner yang Halangi Laju Ambulans di Depok

Polisi Kantongi Identitas Pengemudi Fortuner yang Halangi Laju Ambulans di Depok

Megapolitan
Dapat Ganti Untung Normalisasi Ciliwung, Warga Rawajati Langsung Beli Rumah Baru

Dapat Ganti Untung Normalisasi Ciliwung, Warga Rawajati Langsung Beli Rumah Baru

Megapolitan
Tak Gentarnya Jukir Liar di Minimarket, Masih Nekat Beroperasi meski Baru Ditertibkan

Tak Gentarnya Jukir Liar di Minimarket, Masih Nekat Beroperasi meski Baru Ditertibkan

Megapolitan
Kilas Balik Kasus Pembunuhan Vina Cirebon, Kronologi hingga Rekayasa Kematian

Kilas Balik Kasus Pembunuhan Vina Cirebon, Kronologi hingga Rekayasa Kematian

Megapolitan
Dikritik Ahok soal Penonaktifan NIK KTP Warga Jakarta, Heru Budi Buka Suara

Dikritik Ahok soal Penonaktifan NIK KTP Warga Jakarta, Heru Budi Buka Suara

Megapolitan
Walkot Depok Terbitkan Aturan Soal 'Study Tour', Minta Kegiatan Dilaksanakan di Dalam Kota

Walkot Depok Terbitkan Aturan Soal "Study Tour", Minta Kegiatan Dilaksanakan di Dalam Kota

Megapolitan
Rumahnya Digusur Imbas Normalisasi Kali Ciliwung, Warga: Kita Ikut Aturan Pemerintah Saja

Rumahnya Digusur Imbas Normalisasi Kali Ciliwung, Warga: Kita Ikut Aturan Pemerintah Saja

Megapolitan
KPU Kota Bogor Lantik 30 Anggota PPK untuk Kawal Pilkada 2024

KPU Kota Bogor Lantik 30 Anggota PPK untuk Kawal Pilkada 2024

Megapolitan
Mau Bikin 'Pulau Sampah', Heru Budi: Sampah Sudah Enggak Bisa Dikelola di Lahan Daratan

Mau Bikin "Pulau Sampah", Heru Budi: Sampah Sudah Enggak Bisa Dikelola di Lahan Daratan

Megapolitan
Polri Gerebek Gudang Penyelundupan 91.246 Benih Bening Lobster di Bogor

Polri Gerebek Gudang Penyelundupan 91.246 Benih Bening Lobster di Bogor

Megapolitan
Walkot Jaksel: Warga Rawajati yang Terdampak Normalisasi Ciliwung Tidak Ada yang Protes

Walkot Jaksel: Warga Rawajati yang Terdampak Normalisasi Ciliwung Tidak Ada yang Protes

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com