Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok meyakini, keberadaan bungkus-bungkus kabel tersebut merupakan bagian dari upaya sabotase. Ia menyatakan, sabotase itu bukan terkait Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta tahun depan, melainkan penggunaan dana penanggulangan banjir.
Ahok yakin, bungkus-bungkus kabel itu digunakan untuk menyumbat saluran air. Tujuannya agar kawasan Ring I Istana Kepresidenan terendam. Jika hal ini terjadi, kata dia, maka akan ada instansi tertentu yang akan mengajukan anggaran untuk perawatan dan pembersihan saluran-saluran air di Jakarta.
"Dulu kan (Pemerintah Provinsi DKI) ada pernah ngeluarin Rp 1 triliun lebih untuk kerja bersih-bersih," kata Ahok di Balai Kota, Kamis (3/3/2016).
Terkait kecurigaan barunya itu, Ahok mengaku sudah meminta agar Inspektorat Pemprov DKI Jakarta mengecek penggunaan anggaran Rp 1 triliun lebih untuk kegiatan perawatan saluran air itu.
Jika anggaran itu terbukti tidak digunakan sebagaimana mestinya, Ahok yakin, keberadaan bungkus kabel di selokan Jalan Medan Merdeka Selatan juga merupakan upaya dari aksi tersebut.
"Kalau terindikasi seperti itu, kan korupsi berarti. Kami akan laporkan pejabat yang tanggung jawab untuk kami pidanakan," kata Ahok.
Demi dana banjir?
Tudingan mengenai adanya sabotase bukan kali ini saja dilontarkan Ahok. Ia tercatat sudah berulang kali melontarkan tudingan adanya sabotase setiap kali ada genangan di Jakarta.
Ahok mengaku sering ditertawakan sebagian orang akibat kebiasaannya itu. Padahal, Ahok mengaku tidak asal bicara saat melontarkan pernyataan tersebut.
Menurut Ahok, kebiasaannya mengaitkan timbulnya banjir sebagai sabotase berawal saat terjadinya banjir di wilayah Jakarta Utara pada awal 2015. Saat itu, ia menyebut, kemunculan banjir disebabkan pompa air yang tidak berfungsi di Waduk Pluit karena aliran listrik dimatikan oleh PLN.
"Ini yang saya bilang sabotase, tetapi saya diketawain," kata Ahok dalam acara peresmian Kantor Satrolda Ditpolair Polda Metro Jaya di Penjaringan, Jakarta Utara, akhir Februari lalu.
Menurut Ahok, karena pompa air tidak berfungsi, Waduk Pluit tidak dapat menampung air. Akibatnya, air meluap hingga setinggi 1,8 meter.
Ahok menyebut, saat itu ada sejumlah orang yang mendatanginya untuk meminta tanda tangan surat permohonan status darurat banjir.
"Itulah kenapa saya bilang sabotase. Saya tidak mau sebut, tetapi ada-lah beberapa orang yang menemui saya minta tanda tangani (status) darurat banjir. Saya bilang enggak bisa," ujar dia.
Ahok mengatakan, apabila saat itu ia menandatangani surat tersebut, maka institusi yang menangani masalah banjir bisa langsung menggelontorkan dana hingga Rp 57 miliar.
"Kalau saya tanda tangani, berarti yang nanganin banjir bisa ngeluarin uang Rp 57 miliar untuk bantuan-bantuan yang tidak bisa kita lacak," kata dia.