Patek ini dibuat untuk memisahkan kegiatan perdagangan Belanda di Pelabuhan Sunda Kelapa dengan para pelayan.
Perahu nelayan harus berlabuh di luar batang kayu, atau di sebelah barat sehingga daerah ini kemudian dinamakan Luar Batang.
Tempat perjuangan
Mansur yang lahir pada 1955 silam di Luar Batang bercerita, kampung tersebut bukan hanya lekat dengan ritual keagamaan.
(Baca: Pemprov DKI Dianggap Tak Jelas soal Penggusuran Kawasan Luar Batang).
Di sisi lain, saat masa kemerdekaan, Kampung Luar Batang menjadi tempat persembunyian para pejuang, termasuk orangtua Mansur, Arsa, yang merupakan pejuang kemerdekaan saat Agresi Militer Belanda I.
Menurut cerita, pasukan Belanda saat itu masih menguasai Pelabuhan Sunda Kelapa.
"Pejuang itu kan bergeriliya, bersembunyi. Habis nyerang, balik lagi sembunyi. Yang sudah merasa kepepet, identitasnya sudah dikenali Belanda, mereka persembunyian di situ (Luar Batang)," kata Mansur.
Alhasil, para pejuang tersebut tinggal hingga belasan tahun di kampung Luar Batang. (Baca: Warga Sesalkan Pelibatan Tentara dalam Rencana Penertiban di Luar Batang).
Mereka bergaul dan membaur dengan masyarakat sekitar hingga akhirnya menikah dan menetap.
"Kalau Pemda mengatakan kami pendatang daerah, itu salah besar. Seperti satu turun saya, lahir di Luar Batang. Sampai cicit saya, bapak saya juga dulu pejuang kemerdekaan yang tidak diakuilah," sambung Mansur.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.