JAKARTA, KOMPAS.com - Bima Pringgas Suara, sopir bus transjakarta yang menabrak pengguna sepeda motor penyerobot busway di kawasan Jakarta Kota pada November silam divonis 2,5 tahun penjara. Vonis tersebut dijatuhkan dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Barat yang digelar Kamis (12/5/2016).
Melalui akun Facebook-nya, Bima menulis status terkait vonis yang diterimanya itu. "Alhamdulillah ya Allah divonis 2 tahun 6 bulan," tulisnya.
Kepada rekan-rekannya, Bima menyatakan menerima vonis itu dan tidak akan mengajukan banding. Karena ia takut pengajuan banding justru akan membuat hukumannya bertambah.
"Tuntutan 5 tahun. Kalau banding malah bisa naik lagi," kata dia.
Berdasarkan vonis yang dijatuhkan majelis hakim, Bima menyebut dirinya dianggap melanggar Pasal 310 ayat 4 UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Tahun 2009. Pasalnya sendiri berbunyi, setiap orang yang karena kelalaiannya mengakibatkan kecelakaan lalu lintas dengan korban luka berat diancam pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp10 juta.
Kecelakaan yang melibatkan Bima terjadi di samping Stasiun Jakarta Kota, Jakarta Barat, Minggu (29/11/2015) siang. Saat itu, ada pengendara sepeda motor masuk ke busway sehingga tertabrak bus transjakarta yang melaju dari belakang pengendara tersebut.
Perempuan yang dibonceng pengendara sepeda motor itu jatuh dan menjadi korban dalam peristiwa ini. Dianggap Tak Adil Vonis yang dijatuhkan kepada Bima sendiri disesalkan oleh para pegiat angkutan umum yang tergabung dalam gerakan @NaikUmum.
Mereka menilai apa yang terjadi pada Bima tidak adil. Apalagi jika dibandingkan dengan kejadian-kejadian serupa yang melibatkan pengguna kendaraan pribadi.
"1 Sopir TJ yg nabrak pemotor penerobus Busway di Kota (Nov,2015) divonis 2,5thn penjara #KeadilanUntukSopirTJ. 2 ini miris krn dgn korban 1org plus jalur khusus lbh lama hukumannya dr nabrak di tol Jagorawi/trotoar Surabaya #KeadilanUntukSopirTJ," tulis akun Twitter tersebut.
"3. Ini jg bakal jd preseden buruk bahwa g masalah nerobos busway krn sopir TJ gda keistimewaan hukum apa2 di busway #KeadilanUntukSopirTJ," lanjutnya.
Sementara itu, Direktur Institute for Transportation and Development Policy (ITDP) Indonesia, Yoga Adiwinarto, menilai, vonis 2,5 tahun penjara yang dijatuhkan kepada Bima merupakan akibat dari belum adanya keistimewaan hukum bagi sopir transjakarta.
Karena itu, ia menilai sudah saatnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan direvisi, untuk kemudian ditambahkan pasal-pasal yang membuat sopir transjakarta bisa mendapatkan keistimewaan laiknya masinis kereta.
"Saya pikir di UU tentang jalan dan angkutan harus ditegaskan pasal tentang pelanggaran penyerobotan ke jalur khusus angkutan massal. Jadinya mirip kalau bus atau truk nabrak kereta, yang dihukum sopir truk, bukan masinis," kata Yoga kepada Kompas.com, Sabtu (14/5/2016).
Menurut Yoga, keberadaan busway sejatinya sama seperti rel kereta. Fasilitas itu diadakan agar transjakarta mendapatkan prioritas ketimbang kendaraan lainnya, terutama kendaraan pribadi.
"Jadi transjakarta harus dibikin setara seperti kereta api. Karena sama-sama angkutan massal," kata dia.
Hal senada juga diungkapkan Direktur Eksekutif Institut Studi Transportasi (Instran) Darmaningtyas. Ia menyebut vonis yang dijatuhkan kepada sopir transjakarta penabrak penyerobot busway sangat tidak adil.
"Saya kira yang salah pengendara sepeda motor yang nyerobot jalur busway. Jadi tidak fair bila kesalahannya dibebankan pada pengemudi transjakarta yang berjalan di jalurnya," ucap Darmaningtyas.
"Mirip kereta nabrak pengendara motor atau mobil, bukan salah masinisnya, tapi salah si pengendara motor atau mobil," sambungnya.