Sebagaimana ramai diperdebatkan, Undang-Undang baru Pemilihan Kepala Daerah yang disetujui DPR dinilai memperberat majunya calon perseorangan. UU baru itu mempersempit ruang klarifikasi pendukung calon perseorangan dalam tahap verifikasi faktual.
Pasal 48 RUU Pilkada mengatur, jika pendukung calon perseorangan tidak bisa ditemui Panitia Pemungutan Suara (PPS) dalam verifikasi faktual ke alamatnya, pasangan calon diberikan kesempatan menghadirkan mereka ke kantor PPS dalam waktu 3 hari.
Apabila tenggat itu dilampaui, dokumen dukungan yang diajukan terhadap calon perseorangan dinyatakan tak memenuhi syarat.
Wakil Ketua Komisi II DPR Lukman Edy mengatakan, dengan ketentuan itu DPR dan pemerintah ingin menghapus kemungkinan dukungan fiktif yang selama ini kerap ditemukan.
Hal ini juga untuk lebih memastikan penyelenggara pilkada menjalankan sepenuhnya mekanisme yang ada dan mencegah multi-interpretasi.
Undang-undang itu mungkin bisa berlaku di daerah yang mobilitas penduduknya tidak setinggi Jakarta. Semangat di baliknya baik: menghapus kemungkinan dukungan fiktif, meskipun mekanismenya terasa tidak realistis.
Sudahlah. Sudah diundangkan. Tidak sempat untuk diujimateri di Mahkamah Konstitusi.
Ketentuan undang-undang ini justru merupakan ujian nyata bagi partisipasi politik terhadap mereka yang memberikan dukungan pada calon perseorangan.
Di pihak lain, ketentuan ini juga merupakan tuntutan bagi mereka yang maju di jalur perseorangan untuk menunjukkan bahwa mereka layak mendapat dukungan publik.
Wacana gerakan “cuti sehari di hari verifikasi” yang digaungkan Teman Ahok lagi-lagi merupakan ujiannya. Jika Ahok dan Teman Ahok berhasil melewati bagian ini, kita boleh bergembira bahwa demokrasi di Jakarta bukan semata prosedural, tapi substantif.
Ini tentu akan menjadi sejarah. Ahok berhasil menggerakan publik untuk ambil bagian secara nyata dalam sebuah pesta demokrasi. Jika demikian, ia layak disebut pembaharu dalam demokrasi modern di Indonesia.
Partai politik itu penting karena ia adalah pilar demokrasi. Tak pernah ada masalah dengannya. Yang selalu menimbulkan masalah adalah para politisinya.
Seorang politisi semata-mata hanya mengejar kemenangan, sementara seorang negarawan mengajarkan bagaimana caranya berdemokrasi dengan benar.
Di negeri ini terlalu banyak politisi. Negarawan? Anda tahu jawabnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.