An Nawier memang menjadi pusat ibadah umat Islam di Pekojan. Saat Ramadhan seperti ini, pengurus masjid menggelar tadarus sehari satu juz.
Pada malam ke-30 Ramadan, akan diadakan acara khataman Al Quran. Adapun pada malam ke-27, digelar shalat tarawih berjemaah yang diikuti ribuan orang.
Menjaga toleransi
Masa-masa setelah abad ke-18, Pekojan tak lagi didominasi warga keturunan Arab, Hadramaut, dan India. Kawasan ini juga banyak dihuni orang Tionghoa, Betawi, dan etnis lain.
Meski berbeda latar belakang, orang-orang Pekojan tetap menjaga toleransi. John Laurentius (52), warga Tionghoa yang lahir dan besar di Pekojan, mengatakan, dulu ada tradisi berbagi hadiah saat hari raya.
Ketika Lebaran, warga Tionghoa akan memberikan bingkisan berupa kue kering, sirup, dan sebagainya kepada warga Muslim.
Sementara saat hari raya Imlek, warga Arab gantian memberikan bingkisan kepada warga Tionghoa.
Namun, tradisi tukar-menukar hadiah itu saat ini sudah jarang dilakukan. ”Kalau sekarang, paling hanya mengucapkan selamat,” ujar John.
Hal senada diungkapkan Kholid bin Muhammad Baktir (28). Pria keturunan Hadramaut itu menuturkan, toleransi antarumat beragama di Pekojan masih terjaga.
Meski sudah banyak pendatang, beberapa tradisi yang masih dipertahankan adalah bertukar kue dan makanan saat hari raya. (DHF)
(Dian Dewi Purnamasari dan Windoro Adi)
----
Artikel ini sebelumnya ditayangkan di Harian Kompas edisi Senin, 27 Juni 2016, dengan judul "Cahaya di Kampung Arab Pekojan".
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.