JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah warga Rawajati, Jakarta Selatan, mengaku heran dengan pernyataan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok yang menyebut mereka manja karena menolak direlokasi ke Rusunawa Marunda, Jakarta Utara.
Seorang warga RT 09 RW 04 Rawajati, Wulan (37), mempertanyakan nasib pekerjaannya apabila ia dipindahkan ke Rusun Marunda.
(Baca juga: Cerita dari Panti Asuhan di Rawajati yang Terancam Digusur)
Menurut dia, jarak Rusun Marunda ke lokasi kerjanya di kawasan Melawai, Jakarta Selatan, terbilang jauh.
"Pak Ahok bilang jangan manja, boleh enggak kantor saya di Melawi pindah ke Marunda?" kata Wulan, saat dimintai tanggapannya, di Rawajati, Jakarta Selatan, Rabu (31/8/2016).
Ia lantas meminta Ahok menghitung biaya transportasi yang harus dikeluarkan untuk pekerja dengan penghasilan sejumlah upah minimal provinsi DKI seperti dirinya.
Jika direlokasi jauh, lanjut Wulan, biaya transpotasi menjadi meningkat.
Atas dasar itu, ia menekankan bahwa yang harus diperhatikan Pemprov DKI bukan hanya menyangkut tempat tinggal warga terdampak penggusuran, tetapi akses warga ke lokasi bekerja.
Karena dengan bekerja, ia bisa memenuhi kebutuhannya hidup, termasuk urusan tempat tinggal.
Apalagi, biaya tingggal di rusun hanya gratis selama tiga bulan, Selebihnya, penghuni rusun mesti membayar biaya sewa.
"Terus bagaimana dengan anak kami yang sekolah, dan yang punya tempat usaha," ujar Wulan.
(Baca juga: Ini Alasan Permukiman Warga Rawajati Akan Digusur)
Secara pribadi, dirinya mengaku lebih menerima kalau direlokasi ke rusun yang berlokasi di kawasan Jakarta Selatan.
Sebab, setahun lalu saat Pemprov berencana menggusur pemukiman setempat, warga dijanjikan pindah ke rusun yang mau dibangun di kawasan Pasar Minggu.
"Di spanduk kami juga jelas, warga bukan menolak di relokasi, tetapi tidak ke Marunda," ujar Wulan.
Yadi (42), warga RT 09 RW 04, mengungkapkan hal senada. "Bukan manja, sebenarnya yang penting dekat dengan wilayah Jakarta Selatan. Kalau di sana ujung (Marunda) susah, kalau di Pancoran atau Pasar Minggu, maulah warga," ujar Yadi.
Ia menilai, keputusan Pemprov DKI merelokasi warga ke Rusun Marunda tidak bijak.
Apalagi, lanjut dia, tidak ada sosialisasi yang dilakukan pihak Pemprov DKI. Ia menyebut warga hanya menerima surat peringatan pertama (SP 1) pada tahun lalu.
"Enggak bijak, terlalu mendadak enggak ada sosialisasi bagaimana. Harusnya nego dulu warga, cari jalan keluar bagaimana," ujar Yadi.