JAKARTA, KOMPAS.com - Terdakwa kasus suap raperda reklamasi dan tindak pidana pencucian uang Mohamad Sanusi mencoba melawan balik saksi-saksi yang dihadirkan jaksa penuntut umum. Dia memberikan banyak pertanyaan kepada saksi-saksi yang hadir dalam persidangan di Pengadilan Tipikor, Jalan Bungur Besar Raya, Rabu (31/8/2016).
Adapun, saksi-saksi yang hadir hari ini adalah Sekretaris Daerah DKI Jakarta Saefullah, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah DKI Jakarta Tuti Kusumawati, Asisten Pembangunan Lingkungan Hidup Sekretaris Daerah DKI Jakarta Gamal Sinurat dan Kepala Biro Tata Kota dan Lingkungan Hidup Sekretaris Daerah DKI Jakarta Vera Revina Sari. Sanusi diberi kesempatan untuk bertanya kepada para saksi.
"Saya mau tanya kepada Pak Sekda, apakah pembahasan pasal demi pasal, persetujuannya itu berdasarkan argumentasi akademis dan bukan karena tekanan?" tanya Sanusi kepada Saefullah.
"Memang karena forumnya rapat Balegda, di satu sisi ini adalah para legislatif pilihan rakyat. Sementara kita eksekutif punya visi mengemban amanat masyarakat. Ya kita menggabungkan kajian, teori, dan pengalaman sehingga memang pasal demi pasal dibahas seperti itu," jawab Saefullah.
"Baik, berarti pasal demi pasal dibahas dengan wajar ya," ujar Sanusi.
Tidak hanya itu, Sanusi juga bertanya kepada Saefullah mengenai rapat pembahasan raperda. Kata Sanusi, dulu dia pernah melontarkan keberatan tambahan kontribusi sebesar 15 persen karena akan merugikan BUMD DKI yang ikut melakukan reklamasi.
Jika BUMD DKI ikut, maka Pemprov DKI harus memberikan penyertaan modal pemerintah (PMP) yang nantinya akan digunakan BUMD DKI untuk memenuhi tambahan kontribusi. Artinya, PMP akan kembali ke Pemprov DKI lagi dan menjadi percuma.
Terkait hal ini, Saefullah membenarkan adanya pendapat itu saat rapat pembahasan. Namun, dia mengatakan pembahasan memang berlangsung alot karena tidak adanya kesepakatan.
"Memang diskusi begitu alot sehingga enggak pernah dapat titik temu. Memang adanya seperti itu," ujar Saefullah.
Selain kepada Saefullah, Sanusi juga menyecar Vera dengan berbagai pertanyaan. Salah satu pertanyaan yang diucapkan berkali-kali adalah mengenai isi berita acara pemeriksaan (BAP) Vera.
Dalam BAP, kata Sanusi, Vera mengatakan tidak tahu dasar hukum tambahan kontribusi 15 persen meskipun itu merupakan tupoksinya.
"Kata Ibu di BAP, 'saya tidak tahu apa pertimbangan Pemda menerima tambahan kontribusi,'. Maksudnya apa? Padahal berdasarkan tupoksinya itu Ibu Vera seharusnya tahu tapi ibu enggak tahu," ujar Sanusi.
Vera sempat tidak paham dengan pertanyaan itu. Hakim sampai harus mengambil alih dan bertanya ulang kepada Vera. Vera pun mengelak pernyataannya itu terkait tambahan kontribusi. Dia pun menceritakan kejadiannya ketika diperiksa penyidik.
"Begini, pada saat diperiksa itu saya ditunjukkan satu bundel gambar dan tulisan. Saya ditanya pernah lihat tidak. Saya belum pernah lihat. Jadi itu terkait gambar itu, Pak. Kaitannya lebih ke arah dokumen yang diberikan ke saya tapi saya enggak pernah lihat," ujar Vera.
Sanusi tampak tidak puas dengan jawaban itu. Namun, dia tidak bertanya lebih lanjut. Dia juga melontarkan pertanyaan kepada Tuti. Sanusi bertanya apakah Tuti pernah memberi kesempatan kepada pengembang untuk memberi masukan soal raperda.
"Maksud saya apakah pengembang diberi kesempatan untuk memberi masukan?" ujar Sanusi.
Tuti pun menegaskan dia tidak pernah menerima masukan dari pengembang.
"Saya memegang teguh kepada tim ahli saya, Pak. Saya dibantu ahli tata ruang, ahli lingkungan, ahli reklamasi. Tenaga ahli itu yang saya pakai," ujar Tuti.
Sebelumnya, Sanusi didakwa menerima suap sebesar Rp 2 miliar secara bertahap dari Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land, Ariesman Widjaja. Suap tersebut terkait pembahasan peraturan daerah tentang reklamasi di Pantai Utara Jakarta. Selain itu, Sanusi juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang sebesar Rp 45 miliar atau tepatnya Rp 45.287.833.773,00.