Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Zulfikar Akbar
Pekerja media

Pekerja media yang menggemari isu-isu kemanusiaan dan politik, yang pernah bergelut di dunia aktivis Hak Asasi Manusia di Aceh dan kini berdomisili di Jakarta.

Pilkada DKI yang Terlalu Maskulin

Kompas.com - 30/09/2016, 21:10 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorWisnubrata

Ini bukan persoalan keharusan andil perempuan dalam dunia kepemimpinan, terlebih di pemerintahan kota yang juga menjadi “emak” bagi negara ini. Lebih jauh dari itu, agak mengesankan bahwa begitu me-lelaki-nya wajah politik kita, tak terkecuali dalam kontes pemilihan pemimpin.

Kesan lebih buruk lagi, terlalu lancangnya kita lelaki di negeri ini, sehingga kerap menomorduakan perempuan dalam banyak hal.

Terlepas, iya, di balik “takdir” ini pun tak dapat dinafikan bahwa sesama perempuan pun belum tentu saling percaya. Buktinya sederhana, Megawati Soekarnoputri yang memiliki cakar kuat di partainya pun, lebih mempertimbangkan peluang menang alih-alih mempertimbangkan ruang agar ada perempuan lain yang juga mampu unjuk cakarnya.

Mega memang tak perlu menggaet Sylviana, atau Tri Rismaharini yang “disekap” rakyatnya untuk tak ke mana-mana. Tapi, selain Puan Maharani yang selama ini kental terlihat sebagai murid utamanya (sekaligus anak kandungnya), perempuan mana lagi yang telah diajarkan jurus-jurus pamungkas agar siap menghadapi medan politik yang me-lelaki seperti saat ini?

Sylviana hanya mewakili wajah realitas, bahwa meski sekilas diberi ruang untuk berekspresi dan berkiprah hingga kancah politik dan pemerintahan, tapi negeri ini masih sangat terlihat melupakan ibunya sendiri. Bahkan sempat muncul survei yang menyebutkan kepercayaan publik kepada perempuan di ranah politik masih sangat buruk.

Di sinilah mungkin menjadi alasan sehingga Jakarta sampai kini terkesan lebih ramah kepada lelaki alih-alih kepada perempuan. Walaupun, sebagai lelaki, saya pribadi sangat tidak menyukai menatap wajah sesama lelaki. Bukan karena apa-apa, tapi karena pada wajah seorang ibu-lah kesejukan dan kedamaian lebih menjanjikan.

Mungkin, lima hingga sepuluh tahun mendatang, Jakarta betul-betul punya ibu. Bukan sekadar disebut sebagai ibu kota yang terus saja di tangan lelaki. Sebab, dari ibu kehidupan dimulai dan dari merekalah kehidupan juga berkembang. Nilai inilah yang menjadi mimpi saya, dan mudah-mudahan juga menjadi mimpi Anda.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Larang Bisnis 'Numpang' KK Dalam Pendaftaran PPDB, Disdik DKI: Kalau Ada, Laporkan!

Larang Bisnis "Numpang" KK Dalam Pendaftaran PPDB, Disdik DKI: Kalau Ada, Laporkan!

Megapolitan
Anak-anak Rawan Jadi Korban Kekerasan Seksual, Komnas PA : Edukasi Anak Sejak Dini Cara Minta Tolong

Anak-anak Rawan Jadi Korban Kekerasan Seksual, Komnas PA : Edukasi Anak Sejak Dini Cara Minta Tolong

Megapolitan
Ditipu Oknum Polisi, Petani di Subang Bayar Rp 598 Juta agar Anaknya Jadi Polwan

Ditipu Oknum Polisi, Petani di Subang Bayar Rp 598 Juta agar Anaknya Jadi Polwan

Megapolitan
Polisi Periksa Selebgram Zoe Levana Terkait Terobos Jalur Transjakarta

Polisi Periksa Selebgram Zoe Levana Terkait Terobos Jalur Transjakarta

Megapolitan
Polisi Temukan Markas Gangster yang Bacok Remaja di Depok

Polisi Temukan Markas Gangster yang Bacok Remaja di Depok

Megapolitan
Polisi Periksa General Affair Indonesia Flying Club Terkait Pesawat Jatuh di Tangsel

Polisi Periksa General Affair Indonesia Flying Club Terkait Pesawat Jatuh di Tangsel

Megapolitan
Progres Revitalisasi Pasar Jambu Dua Mencapai 90 Persen, Bisa Difungsikan 2 Bulan Lagi

Progres Revitalisasi Pasar Jambu Dua Mencapai 90 Persen, Bisa Difungsikan 2 Bulan Lagi

Megapolitan
Pemerkosa Remaja di Tangsel Mundur dari Staf Kelurahan, Camat: Dia Kena Sanksi Sosial

Pemerkosa Remaja di Tangsel Mundur dari Staf Kelurahan, Camat: Dia Kena Sanksi Sosial

Megapolitan
Tersangka Pembacokan di Cimanggis Depok Pernah Ditahan atas Kepemilikan Sajam

Tersangka Pembacokan di Cimanggis Depok Pernah Ditahan atas Kepemilikan Sajam

Megapolitan
Kasus DBD 2024 di Tangsel Mencapai 461, Dinkes Pastikan Tak Ada Kematian

Kasus DBD 2024 di Tangsel Mencapai 461, Dinkes Pastikan Tak Ada Kematian

Megapolitan
Selebgram Zoe Levana Terobos dan Terjebak di 'Busway', Polisi Masih Selidiki

Selebgram Zoe Levana Terobos dan Terjebak di "Busway", Polisi Masih Selidiki

Megapolitan
Terobos Busway lalu Terjebak, Selebgram Zoe Levana Bakal Diperiksa

Terobos Busway lalu Terjebak, Selebgram Zoe Levana Bakal Diperiksa

Megapolitan
Sulitnya Ungkap Identitas Penusuk Noven di Bogor, Polisi: Pelaku di Bawah Umur, Belum Rekam E-KTP

Sulitnya Ungkap Identitas Penusuk Noven di Bogor, Polisi: Pelaku di Bawah Umur, Belum Rekam E-KTP

Megapolitan
Sendi Sespri Iriana Diminta Jokowi Tingkatkan Popularitas dan Elektabilitas untuk Maju Pilkada Bogor

Sendi Sespri Iriana Diminta Jokowi Tingkatkan Popularitas dan Elektabilitas untuk Maju Pilkada Bogor

Megapolitan
Terlibat Jaringan Gembong Narkoba Johan Gregor Hass, 6 WNI Ditangkap

Terlibat Jaringan Gembong Narkoba Johan Gregor Hass, 6 WNI Ditangkap

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com