Kelurahan kemudian mengumpulkan berkas dari para pemilik bidang dan mengembalikannya ke BPN untuk verifikasi.
"Untuk data bidang memang masih berjalan. Harga yang akan dibayarkan sendiri itu bukan dari kami (pemerintah). Tapi appraisal dari akuntan publik. Jadi sejatinya tidak ada yang namanya tawar-menawar atau negosiasi," kata Bambang.
(Baca: Ahok Sebut Semua Warga Sudah Bersedia Jual Lahan untuk Proyek MRT)
Harga ini bervariasi, tergantung harga pasaran dari wilayah yang bersangkutan. Namun Bambang memastikan tidak ada tanah yang bernilai di atas Rp 100 juta per meter.
Mendesaknya pembangunan MRT membuat pemerintah menggunakan sistem pinjam pakai. Para pemilik bidang akan dibongkar dan dimanfaatkan lahannya, baru dibayarkan kemudian. Sementara bagi yang menolak, akan dibebaskan dengan konsinyasi, yaitu menitipkan uang ke pengadilan.
"Konsinyasi lewat pengadilan kalau dia tidak mau. Harganya ya appraisal dari akuntan, itu yang akan dititipkan di pengadilan, terserah dia setuju atau tidak, kami tetap bongkar lahannya," kata Bambang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.