Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tuduhan Provokator Dinilai Kameramen "Kompas TV" Sangat Tidak Logis

Kompas.com - 06/11/2016, 18:56 WIB
Alsadad Rudi

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Tudingan di media sosial yang menyebutkan Muhammad Guntur, kameramen Kompas TV yang bertugas meliput aksi unjuk rasa pada 4 November 2016, sebagai provokator dinilai tidak logis. Apalagi tudingan yang menyebutkan Guntur sebagai pelaku pelemparan botol air mineral ke arah polisi.

Guntur menjelaskan, saat kejadian, dirinya tengah membawa kamera beserta peralatan untuk siaran langsung yang bobotnya mencapai 10 kilogram lebih. Dengan bobot seberat itu, ia menyatakan tidak mungkin dirinya bisa sempat melempar botol air mineral.

"Kalau saya gerak aja gambarnya sudah goyang. Apalagi saya mesti ngelempar sambil saya ngerekam sendiri. Saya juga enggak kebayang gimana caranya saya lempar botol air mineral sambil ngerekam sendiri," kata Guntur saat ditemui di Mapolres Metro Jakarta Pusat, Minggu (6/11/2016).

Guntur menceritakan, awal mula kejadian yang menimpa dirinya itu. Kejadian berawal pada sekitar pukul 18.45 WIB, ia dan rekan reporternya mendapat tugas untuk laporan siaran langsung.

Menurut Guntur, tugas itu mengharuskannya untuk maju ke depan, di tengah-tengah antara barikade polisi dan demonstran. Lokasi ia berdiri tak jauh dari Gedung Mahkamah Agung, tepatnya di Jalan Veteran.

Saat telah mulai merekam video, Guntur menyebut tiba-tiba ada lemparan air mineral ke arah polisi yang disertai aksi dorong-dorong sebagian massa.

"Massa yang ada di sebelah kiri Jalan Veteran dorong-dorongan dengan polisi. Sementara sebagian minta jangan dorong-dorong," tutur Guntur.

Saat ada aksi dorong-dorong itu, Guntur menyebut ada salah seorang pengunjuk rasa yang berteriak meminta agar ia tak merekam video. Menurut Guntur, teriakan tersebut memancing pengunjuk rasa yang lain mendatanginya.

Dalam beberapa detik, Guntur sudah dikerumuni para pengunjuk rasa. Saat itulah, ia diinterogasi dan ditanya asal media tempatnya bekerja.

Menurut Guntur, massa langsung menunjukan respons tak bersahabat saat dirinya menyebutkan berasal dari Kompas TV. Teriakan-teriakan tuduhan sebagai provokator dan penyusup langsung diarahkan kepadanya.

"Ada dua orang yang berusaha ngamanin saya, bawa saya ke arah kepolisian yang ada di tengah. Tapi sambil jalan ada yang mukul saya. Kepala saya bagian belakang dipukul," ucap Guntur.

Saat sudah sampai ke pinggir jalan, Guntur menyebut salah seorang demonstran langsung meminta agar ia mencabut memori kameranya.

"Ketika saya hidupin mau hapus gambarnya, dia bilang enggak, memorinya dikeluarin. Saya keluarin memori, dia bilang enggak, saya tahu memorinya ada dua. Saya tahu kamera. Terus saya kasih yang satu lagi," kata Guntur.

Menurut Guntur, kedua memori pada kameranya yang sudah dicabut kemudian diberikan ke salah seorang pimpinan aksi. Guntur mengatakam rekan reporternya sempat meminta agar memori tersebut tidak diambil. Namun permintaan itu tak diindahkan.

"Terus orang yang ngambil memori saya itu nanya ke yang lain: "Ini memori mau diapain? Dibakar atau dipatahin'. Sama dia langsung dibawa, saya diserahin ke polisi," kata Guntur.

Guntur melaporkan kejadian yang dialaminya itu ke Mapolres Metro Jakarta Pusat pada Sabtu (5/11/2016) dinihari. Ia tak mengetahui dari kelompok mana orang-orang yang mengintimidasinya itu.

Ia hanya menyebut orang-orang itu menggunakan baju putih-putih dan saat kejadian terkonsentrasi di Jalan Veteran.

Kedatangan Guntur ke Mapolres Metro Jakarta Pusat pada Minggu sore untuk menjalani laporan untuk berkas acara pemeriksan (BAP).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Megapolitan
Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Megapolitan
Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Megapolitan
Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Megapolitan
Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Megapolitan
Korban: Guling yang Dicuri Maling Peninggalan Almarhum Ayah Saya

Korban: Guling yang Dicuri Maling Peninggalan Almarhum Ayah Saya

Megapolitan
Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Megapolitan
Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program 'Bebenah Kampung'

Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program "Bebenah Kampung"

Megapolitan
Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Pakai Senpi, Peluru Tembus dari Pelipis Kanan ke Kiri

Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Pakai Senpi, Peluru Tembus dari Pelipis Kanan ke Kiri

Megapolitan
Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Megapolitan
Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Megapolitan
Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Megapolitan
2 Pria Rampok Taksi 'Online' di Kembangan untuk Bayar Pinjol

2 Pria Rampok Taksi "Online" di Kembangan untuk Bayar Pinjol

Megapolitan
Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Megapolitan
Polda Metro Jadwalkan Pemeriksaan Pendeta Gilbert Lumoindong Terkait Dugaan Penistaan Agama

Polda Metro Jadwalkan Pemeriksaan Pendeta Gilbert Lumoindong Terkait Dugaan Penistaan Agama

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com