Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bisakah Polisi Langsung Menindak Massa Penghadang Kampanye?

Kompas.com - 18/11/2016, 08:21 WIB
Akhdi Martin Pratama

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Pasangan calon gubernur-wakil gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok dengan Djarot Saiful Hidayat sering mendapat penghadangan saat akan berkampanye.

Bahkan, akibat penghadangan-penghadangan dari segelintir orang tersebut, pasangan Ahok-Djarot batal berkampanye untuk menemui warga di suatu daerah. Padahal, di dalam Pasal 187 ayat (4) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang-Undang.

Pasal 187 ayat 4 tersebut berbunyi, "Setiap orang yang dengan sengaja mengacaukan, menghalangi, atau mengganggu jalannya kampanye, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp 6.000.000,00 (enam juta rupiah)."

Lalu, bisakah aparat kepolisian langsung memproses warga yang melakukan penghadangan tersebut?

Menurut Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini, sesuai Pasal 187 ayat (4), setiap orang yang melakukan menghalangi proses kampanye merupakan tindak pidana pilkada.

Menurut Titi, tiap orang yang melanggar tindak pidana pilkada harus diproses melalui Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Nantinya, jika di dalam proses penyelidikan Bawaslu memutuskan itu merupakan suatu bentuk pelanggaran, maka polisi baru bisa melakukan penegakan hukum.

"Konstruksi hukum pilkada kita itu membuat proses penanganan pelanggaran itu melalui satu pintu. Melalui Bawaslu dulu, lalu dikaji baru diteruskan ke pihak penyelidik kepolisian dan kalau memenuhi unsur ke kejaksaan," ujar Titi kepada Kompas.com, Kamis (17/11/2016).

Titi menjelaskan, pelanggaran pidana pilkada berbeda dengan tindak pidana umum. Jika tindak pidana umum, polisi bisa langsung menindak. Namun, jika tindak pidana pilkada semua proses hukum mengenai pelanggaran dalam pilkada harus masuk melalui Bawaslu terlebih dahulu.

"Prosedur UU Pilkada tidak memberi wewenang mereka (polisi) untuk langsung menangkap orang. Kalau UU Pilkada Pasal 187 skemanya memang harus melalui Bawaslu dulu. Kalau ada orang demo kan polisi enggak boleh asal main nangkep-nangkepin orang," ucap dia. (Baca: Tim Pemenangan Ahok-Djarot Serahkan "Surat Keprihatinan" ke Bawaslu DKI)

Nursita Sari Sekelompok warga menghadang kedatangan Djarot Saiful Hidayat di Kelurahan Cipinang, Pulogadung, Jakarta Timur, Rabu (16/11/2016).

Titi pun mendesak agar Bawaslu segera memproses laporan atau temuan dari Panwaslu mengenai penghadangan paslon saat berkampanye ini. Dengan begitu, lanjut Titi, kasus ini tidak semakin berlarut-larut dan paslon bisa mendapatkan hak berkampanyenya.

"Ke depan ini tidak boleh dibiarkan, tindak lanjut oleh Bawaslu harus dilakukan secara terbuka dan akuntabel. Sehingga, ada keyakinan dari publik bahwa segala tindakan yang menghalangi proses kampanye tidak dibiarkan," kata Titi.

Titi berpendapat, penanganan kasus penghadangan kampanye paslon ini merupakan tanggung jawab bersama. Ia menyarankan, agar penghadangan kampanye ini tidak terulang lagi, penyelenggara pemilu, aparat penegak hukum, dan perangkat warga harus saling berkoordinasi.

Hal ini perlu dilakukan untuk mencari tahu apakah orang yang menghadang tersebut merupakan warga asli setempat atau ada pihak ketiga yang memprovokasi warga. Titi menambahkan, jika memang yang melakukan penghadangan tersebut merupakan warga asli daerah itu, masyarakat harus diberi sosialisasi.

"Kalau itu warga mereka, harus dibangun ketertiban bersama bahwa penolakan kepada paslon tidak melalui cara-cara yang tidak demokratis. Lakukan saja dengan dialog atau tidak usah datang ke kampanyenya dan tidak usah dipilih," ujarnya. (Baca: Menanti Langkah Konkret Polisi soal Penghadangan Ahok-Djarot Saat Kampanye)

"Kalau ini tidak dilakukan maka yang kasihan adalah timbulnya persepsi bahwa daerah tersebut tidak siap untuk berdemokrasi. Padahal, kan enggak semua sikapnya begitu," sambungnya.

Kompas TV Polisi Tegaskan Aksi Penghadangan Kampanye Melanggar UU
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Perjuangkan Peningkatan Upah Buruh, Lia dan Teman-temannya Rela ke Jakarta dari Cimahi

Perjuangkan Peningkatan Upah Buruh, Lia dan Teman-temannya Rela ke Jakarta dari Cimahi

Megapolitan
Cerita Suratno, Buruh yang Khawatir Uang Pensiunnya Berkurang karena UU Cipta Kerja

Cerita Suratno, Buruh yang Khawatir Uang Pensiunnya Berkurang karena UU Cipta Kerja

Megapolitan
Pembunuh Perempuan Dalam Koper Tak Melawan Saat Ditangkap Polisi di Palembang

Pembunuh Perempuan Dalam Koper Tak Melawan Saat Ditangkap Polisi di Palembang

Megapolitan
Said Iqbal Minta Prabowo Hapus UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan

Said Iqbal Minta Prabowo Hapus UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan

Megapolitan
Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Ajak Korban Masuk ke Kamar Hotel di Bandung

Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Ajak Korban Masuk ke Kamar Hotel di Bandung

Megapolitan
Said Iqbal: Upah Buruh di Jakarta yang Ideal Rp 7 Juta Per Bulan

Said Iqbal: Upah Buruh di Jakarta yang Ideal Rp 7 Juta Per Bulan

Megapolitan
Ikut Demo May Day 2024, Buruh Wanita Rela Panas-panasan demi Memperjuangkan Upah yang Layak

Ikut Demo May Day 2024, Buruh Wanita Rela Panas-panasan demi Memperjuangkan Upah yang Layak

Megapolitan
Dua Orang Terluka Imbas Kecelakaan di Tol Jakarta-Cikampek

Dua Orang Terluka Imbas Kecelakaan di Tol Jakarta-Cikampek

Megapolitan
Korban Kedua yang Tenggelam di Sungai Ciliwung Ditemukan Tewas 1,2 Kilometer dari Lokasi Kejadian

Korban Kedua yang Tenggelam di Sungai Ciliwung Ditemukan Tewas 1,2 Kilometer dari Lokasi Kejadian

Megapolitan
Rayakan 'May Day Fiesta', Massa Buruh Mulai Padati Stadion Madya GBK

Rayakan "May Day Fiesta", Massa Buruh Mulai Padati Stadion Madya GBK

Megapolitan
Fahira Idris: Gerakan Buruh Terdepan dalam Perjuangkan Isu Lintas Sektoral

Fahira Idris: Gerakan Buruh Terdepan dalam Perjuangkan Isu Lintas Sektoral

Megapolitan
Polisi Tangkap Pembunuh Wanita Dalam Koper di Bekasi

Polisi Tangkap Pembunuh Wanita Dalam Koper di Bekasi

Megapolitan
Hadiri 'May Day Fiesta', Massa Buruh Mulai Bergerak Menuju GBK

Hadiri "May Day Fiesta", Massa Buruh Mulai Bergerak Menuju GBK

Megapolitan
Pakai Caping Saat Aksi 'May Day', Pedemo: Buruh seperti Petani, Semua Pasti Butuh Kami...

Pakai Caping Saat Aksi "May Day", Pedemo: Buruh seperti Petani, Semua Pasti Butuh Kami...

Megapolitan
Penyebab Mobil Terbakar di Tol Japek: Pecah Ban lalu Ditabrak Pikap

Penyebab Mobil Terbakar di Tol Japek: Pecah Ban lalu Ditabrak Pikap

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com