Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hasil Survei Indikator: Warga Jakarta Puas Kinerja Ahok, tetapi Tak Mau Memilihnya

Kompas.com - 24/11/2016, 16:17 WIB
Alsadad Rudi

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Hasil survei terbaru Indikator menyatakan, mayoritas warga DKI Jakarta puas terhadap kinerja pemerintahan gubernur petahana Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok di berbagai bidang. Namun, mereka dinyatakan tidak akan memilih Ahok pada Pemilihan Kepala Daerah 2017 mendatang.

Kondisi itulah yang membuat elektabilitas Ahok kini sudah tidak lagi berada di urutan pertama.

"Ada perbedaan antara hati dan pikiran. Kepala mereka masih rasional. Mereka puas terhadap kinerja, tetapi enggak mau milih," kata Direktur Eksekutif Indikator, Burhanuddin Muhtadi, saat mengumumkan hasil survei di kantornya di kawasan Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (24/11/2016).

Hasil terbaru survei Indikator menempatkan Ahok berada di peringkat kedua dengan elektabilitas 26,2 persen. Ia dikalahkan calon gubernur nomor satu, Agus Harimurti Yudhoyono, yang berada di peringkat pertama dengan elektabilitas 30,4 persen.

Namun, Ahok masih mengungguli calon gubernur nomor tiga, Anies Baswedan, yang ada di peringkat ketiga dengan elektabilitas 24,5 persen.

Menurut Burhan, fenomena kepuasan pada kinerja yang tak berbanding lurus terhadap elektabilitas baru terjadi kali ini. Ia menganggapnya sebagai sesuatu yang menarik dan ingin menjadikannya sebagai sebuah desertasi.

"Kita sudah pengalaman survei ribuan kali, tetapi baru kali ini ada data kinerja dan elektabilitas tidak berbanding lurus. Biasanya kalau puas akan memilih lagi," ujar Burhan.

Dari hasil survei yang dilakukan Indikator, Burhan menyebut, faktor utama yang menggerus elektabilitas Ahok adalah pernyataannya mengenai Surat Al Maidah ayat 51.

Pernyataan Ahok sendiri kemudian menimbulkan demonstrasi besar-besaran dan berujung penetapannya sebagai tersangka kasus dugaan penistaan agama. Burhan menyatakan, kondisi ini yang membuat pemilih menarik dukungannya dari Ahok.

"Mereka puas pada kinerja, tetapi kepuasan itu terdesak oleh opini yang bergulir selama sebulan terakhir. Itu yang membuat kepuasan tidak serta-merta mengarahkan mereka memilih calon yang kinerjanya bagus," kata Burhan.

Menurut Burhan, survei terbaru Indikator dilakukan  pada 15 November sampai 22 November 2016, atau dimulai sehari sebelum Ahok ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus dugaan penistaan agama.

Survei dilakukan terhadap 798 responden warga DKI Jakarta yang sudah mempunyai hak pilih. Mereka diwancarai secara tatap muka. Survei dilakukan dengan metode multistage random sampling dengan margin of error 3,6 persen.

Menurut Burhan, penarikan sampel dilakukan dengan cara flowchart, yakni ada kelurahan di lima kota yang dipilih secara random dengan jumlah proporsional. Di kelurahan terpilih kemudian dipilih lima RT yang juga dilakukan dengan cara random.

Setelah itu, di masing-masing RT, dua KK dipilih. Di KK terpilih itu kemudian dipilih satu orang yang sudah memiliki hak pilih. Survei tidak dilakukan di wilayah Kepulauan Seribu karena persentase sampel yang ada di wilayah tersebut dianggap terlalu kecil.

Burhan menyatakan, persentase sampel menyesuaikan dengan persentase populasi, baik dalam hal jenis kelamin, agama, suku, maupun usia.

"Karena itu, kami yakin komposisi sampel meskipun cuma 798 (responden) bisa mewakili populasi," kata Burhan.

Burhan menyebut, survei Indikator ini menggunakan anggaran pribadi.

Kompas TV Elektabilitas Turun, Ahok: Saya Kira Bagus
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Ibu Pengemis Viral yang Paksa Orang Sedekah Bakal Dipindahkan ke Panti ODGJ di Bandung

Ibu Pengemis Viral yang Paksa Orang Sedekah Bakal Dipindahkan ke Panti ODGJ di Bandung

Megapolitan
Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Curi Uang Korban

Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Curi Uang Korban

Megapolitan
Ketua RW Nonaktif di Kalideres Bantah Gelapkan Dana Kebersihan Warga, Klaim Dibela DPRD

Ketua RW Nonaktif di Kalideres Bantah Gelapkan Dana Kebersihan Warga, Klaim Dibela DPRD

Megapolitan
Menjelang Pendaftaran Cagub Independen, Tim Dharma Pongrekun Konsultasi ke KPU DKI

Menjelang Pendaftaran Cagub Independen, Tim Dharma Pongrekun Konsultasi ke KPU DKI

Megapolitan
DBD Masih Menjadi Ancaman di Jakarta, Jumlah Pasien di RSUD Tamansari Meningkat Setiap Bulan

DBD Masih Menjadi Ancaman di Jakarta, Jumlah Pasien di RSUD Tamansari Meningkat Setiap Bulan

Megapolitan
Tak Hanya Membunuh, Pria yang Buang Mayat Wanita di Dalam Koper Sempat Setubuhi Korban

Tak Hanya Membunuh, Pria yang Buang Mayat Wanita di Dalam Koper Sempat Setubuhi Korban

Megapolitan
Polisi Duga Ada Motif Persoalan Ekonomi dalam Kasus Pembunuhan Wanita di Dalam Koper

Polisi Duga Ada Motif Persoalan Ekonomi dalam Kasus Pembunuhan Wanita di Dalam Koper

Megapolitan
Pria di Pondok Aren yang Gigit Jari Rekannya hingga Putus Jadi Tersangka Penganiayaan

Pria di Pondok Aren yang Gigit Jari Rekannya hingga Putus Jadi Tersangka Penganiayaan

Megapolitan
Dituduh Gelapkan Uang Kebersihan, Ketua RW di Kalideres Dipecat

Dituduh Gelapkan Uang Kebersihan, Ketua RW di Kalideres Dipecat

Megapolitan
Pasien DBD di RSUD Tamansari Terus Meningkat sejak Awal 2024, April Capai 57 Orang

Pasien DBD di RSUD Tamansari Terus Meningkat sejak Awal 2024, April Capai 57 Orang

Megapolitan
Video Viral Keributan di Stasiun Manggarai, Diduga Suporter Sepak Bola

Video Viral Keributan di Stasiun Manggarai, Diduga Suporter Sepak Bola

Megapolitan
Terbakarnya Mobil di Tol Japek Imbas Pecah Ban lalu Ditabrak Pikap

Terbakarnya Mobil di Tol Japek Imbas Pecah Ban lalu Ditabrak Pikap

Megapolitan
Berebut Lahan Parkir, Pria di Pondok Aren Gigit Jari Rekannya hingga Putus

Berebut Lahan Parkir, Pria di Pondok Aren Gigit Jari Rekannya hingga Putus

Megapolitan
DLH DKI Angkut 83 Meter Kubik Sampah dari Pesisir Marunda Kepu

DLH DKI Angkut 83 Meter Kubik Sampah dari Pesisir Marunda Kepu

Megapolitan
Janggal, Brigadir RAT Bunuh Diri Saat Jadi Pengawal Bos Tambang, tapi Atasannya Tak Tahu

Janggal, Brigadir RAT Bunuh Diri Saat Jadi Pengawal Bos Tambang, tapi Atasannya Tak Tahu

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com