Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Protes Para Penggagas "Car Free Day" Terkait Aksi "Kita Indonesia"

Kompas.com - 06/12/2016, 09:14 WIB
Alsadad Rudi

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Penyelenggaraan aksi "Kita Indonesia" di area car free day pada Minggu (4/12/2016) menuai kecaman. Penyebabnya, banyak pelanggaran yang terjadi dalam acara yang digagas oleh sejumlah partai politik itu.

Kecaman keras datang dari para penggagas CFD. Mereka adalah sejumlah aktivis lingkungan yang menginisiasi lahirnya CFD pada 2002.

Dalam pernyataannya, para penggagas CFD menilai aksi "Kita Indonesia" melanggar regulasi di sejumlah bidang, mulai dari yang terkait larangan berkegiatan politik hingga yang menyangkut aspek linhgkungan.

Tidak hanya itu, para penggagas CFD juga menganggap aksi "Kita Indonesia" merampas nilai-nilai kebinekaan yang tumbuh dalam penyelenggaraan CFD.

"Berkat CFD-lah terwujudnya kebinekaan. Setiap minggu, setiap kota melakukan CFD. Semua orang berkumpul. Itu adalah momen silaturahim, tapi semua itu dirampas," kata salah seorang penggagas CFD, Karya Ersada, saat jumpa pers di Gedung Sarinah, Jakarta Pusat, Senin (5/12/2016).

Aksi "Kita Indonesia" yang digelar pada Minggu kemarin terpantau dipenuhi atribut-atribut partai politik. Padahal, pada Peraturan Gubernur Nomor 12 Tahun 2016 dinyatakan bahwa kegiatan politik tidak boleh digelar di CFD.

Menurut Karya, hal lain yang juga disoroti pihaknya adalah sejumlah tindakan yang dinilai melanggar Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2005 tentang Pengendalian Pencemaran Udara. Indikatornya adalah penempatan panggung di Bundaran HI yang harusnya steril; penggunaan genset; penggunaan sound system melebihi standar saat CFD; pemblokiran busway; serta tidak adanya pengelolaan sampah dan pembiaran terhadap kerusakan taman.

Berbagai fakta itu dinilai Karya telah mengganggu kenyamanan warga yang datang ke CFD. Warga ini, kata dia, tidak termasuk warga yang datang dimobilisasi untuk mendukung aksi "Kita Indonesia".

"Ratusan ribu orang rutin datang tanpa iming-iming, tanpa paksaan, tanpa ancaman," ucap Karya.

Karya menilai panitia "Kita Indonesia" tak memiliki iktikad baik karena tak mematuhi semua kesepakatan yang dibuat. Salah satu yang disorotinya adalah penggunaan genset untuk listrik yang ada di panggung.

Menurut Karya, selama ini pihak-pihak yang mengadakan kegiatan di CFD tidak ada yang pernah menggunakan genset. Penyebabnya, pencemaran yang ditimbulkan dari alat itu.

Kondisi itu, kata Karya, tentu tak sesuai dengan tujuan penyelenggaraan CFD yang justru ingin mengurangi pencemaran.

"Siapa pun yang mau partisipasi, PLN bisa suplai listrik. Tapi kalau listrik bayar, tidak gratis. Kami sudah sarankan (panitia agar) kontak PLN. Silakan langsung bersurat, tapi kesombongan dari panitianya tadi," ujar Karya.

Jessi Carina Pertunjukan barongsai dalam kegiatan "Kita Indonesia" di car free day, Minggu (4/12/2016).
Panitia aksi "Kita Indonesia" bidang advokasi, Taufik Basari, membantah aksi tersebut sebagai kegiatan bernuansa politik. Taufik juga membantah pihaknya meminta secara khusus kepada para peserta aksi untuk membawa ataupun menggunakan atribut partai politik.

Menurut dia, panitia telah mengimbau para koordinator aksi untuk tidak menggunakan atribut parpol saat mengikuti aksi. Namun, kata Taufik, ada beberapa koordinator meminta izin penggunaan kaus berlambang parpol, tujuannya untuk memudahkan mereka menandai kelompok dan memudahkan untuk mengurus keberangkatan dan pemulangan.

"Awalnya sudah kami hindari, tapi ada permintaan dari pimpinan massa menyampaikan mereka tidak bawa baju lain," ucap Taufik saat ditemui di Mapolda Metro Jaya.

Taufik mengatakan, dari segi konten, aksi "Kita Indonesia" sudah sesuai dengan Pergub Nomor 12 Tahun 2016. Selain tidak ada orasi politik, ia menyatakan tidak ada lontaran kebencian berbau SARA.

"Malah kita mengimbau perdamaian. Rangkaian acara sudah sesuai pergub," ujar dia.

Namun demikian, Taufik mengakui ada kesalahan terkait para peserta aksi yang menggunakan atribut partai politik. Selain itu, ada taman yang rusak seusai kegiatan tersebut.

"Tapi, kami sudah lakukan perbaikan dan sampah setelah kegiatan kami bersihkan. Kami meminta maaf kalau masih kurang," kata politikus Partai Nasdem ini.

Para penggagas kegiatan CFD menyesalkan adanya keterlibatan elite politik dalam pelanggaran saat aksi "Kita Indonesia".

Salah satu penggagas CFD, Ahmad Safrudin, menilai, para elite politik seharusnya mempertontonkan sikap yang bisa dicontoh dan diteladani masyarakat. Ahmad menggunakan istilah "guru bangsa" untuk para elite politik yang hadir dalam kegiatan itu.

"Contoh buruk dari para guru bangsa ini sangat menyedihkan," kata Ahmad.

Ahmad menyatakan, selain menyayangkan pelanggaran yang dilakukan, pihaknya juga menyesalkan pernyataan para tokoh yang menganggap seolah tak terjadi apa-apa.

"Mereka selalu berkilah kami tidak melanggar hukum, kami hanya melanggar etika. Padahal, etika lebih tinggi karena hukum dasarnya adalah etika," ucap Ahmad.

Ahmad meminta agar para tokoh nasional yang terlibat dalam pelanggaran untuk segera meminta maaf.

"Tolong berikan teladan yang baik, ikuti regulasi. Jangan berkilah. Mereka harus meminta maaf karena bagaimanapun mereka salah," kata Ahmad.

Kompas TV Parade Kebudayaan "Kita Indonesia" di Bundaran HI
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Mertua Korban Penganiayaan Menantu di Jakbar Gugat Kapolri-Kapolda ke Pengadilan

Mertua Korban Penganiayaan Menantu di Jakbar Gugat Kapolri-Kapolda ke Pengadilan

Megapolitan
Parpol Lain Dinilai Sulit Dukung Anies-Sohibul, PKS Bisa Ditinggal Calon Mitra Koalisi

Parpol Lain Dinilai Sulit Dukung Anies-Sohibul, PKS Bisa Ditinggal Calon Mitra Koalisi

Megapolitan
Selebgram Bogor yang Ditangkap Polisi karena Promosikan Judi Online Berstatus Mahasiswa

Selebgram Bogor yang Ditangkap Polisi karena Promosikan Judi Online Berstatus Mahasiswa

Megapolitan
Persiapan Pilkada Jakarta 2024, Bawaslu DKI: Ada Beberapa Apartemen Menolak Coklit

Persiapan Pilkada Jakarta 2024, Bawaslu DKI: Ada Beberapa Apartemen Menolak Coklit

Megapolitan
Petugas Parkir di Stasiun Gambir Mengaku Sering Lihat Bus Wisata Diadang Preman

Petugas Parkir di Stasiun Gambir Mengaku Sering Lihat Bus Wisata Diadang Preman

Megapolitan
PKS Batal Usung Sohibul Iman Jadi Cagub pada Pilkada Jakarta, Pengamat: Dia Sulit Bersaing dengan Nama Besar

PKS Batal Usung Sohibul Iman Jadi Cagub pada Pilkada Jakarta, Pengamat: Dia Sulit Bersaing dengan Nama Besar

Megapolitan
Berangkat dari Roxy Jakpus, Pengemudi Ojol Ngamuk di Depok Gara-gara Sulit Temukan Alamat

Berangkat dari Roxy Jakpus, Pengemudi Ojol Ngamuk di Depok Gara-gara Sulit Temukan Alamat

Megapolitan
Selebgram di Bogor Digaji Rp 5,5 Juta Per Bulan untuk Promosikan Situs Judi Online

Selebgram di Bogor Digaji Rp 5,5 Juta Per Bulan untuk Promosikan Situs Judi Online

Megapolitan
Kecewanya Helmi, Anaknya Gagal Lolos PPDB SMP Negeri karena Umur Melebihi Batas

Kecewanya Helmi, Anaknya Gagal Lolos PPDB SMP Negeri karena Umur Melebihi Batas

Megapolitan
Menteri Sosial Serahkan Bansos untuk Warga Kepulauan Tanimbar Maluku

Menteri Sosial Serahkan Bansos untuk Warga Kepulauan Tanimbar Maluku

Megapolitan
Cerita 'Single Mom' Sulit Daftarkan Anak PPDB Online

Cerita "Single Mom" Sulit Daftarkan Anak PPDB Online

Megapolitan
Sohibul Batal Dicalonkan Gubernur tapi Jadi Cawagub, PKS Dinilai Pertimbangkan Elektabilitas

Sohibul Batal Dicalonkan Gubernur tapi Jadi Cawagub, PKS Dinilai Pertimbangkan Elektabilitas

Megapolitan
Polresta Bogor Tangkap Selebgram yang Promosikan Judi 'Online'

Polresta Bogor Tangkap Selebgram yang Promosikan Judi "Online"

Megapolitan
Warga Terpukau Kemeriahan Puncak HUT Ke-497 Jakarta

Warga Terpukau Kemeriahan Puncak HUT Ke-497 Jakarta

Megapolitan
Setelah PKS-PKB, Anies Optimistis Ada Partai Lain yang Bakal Usung Dirinya di Pilkada Jakarta

Setelah PKS-PKB, Anies Optimistis Ada Partai Lain yang Bakal Usung Dirinya di Pilkada Jakarta

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com