BEKASI, KOMPAS.com - Dua orang pria berpeci dan mengenakan sarung melingkar di pinggang berdiri sambil membantu mengarahkan lalu lintas di depan dua gereja di Kampung Sawah, Kecamatan Pondok Melati, Kota Bekasi, Jawa Barat, Sabtu (24/12/2016) malam.
Gereja Katolik St Servatius dan Gereja Kristen Pasundan (GKP) Kampung Sawah yang letaknya berdekatan dengan Masjid Besar Al Jauhar itu membuat umat lintas agama saling berinteraksi pada malam Natal.
Beberapa pemuda dari Masjid Besar Al Jauhar mencarikan lahan parkir bagi jemaah dua gereja yang jarak antar bangunannya hanya sekira 150 meter.
(Baca juga: Plt Gubernur DKI Optimistis Polri dan TNI Mampu Amankan Natal 2016)
Pemuda itu juga membantu lansia turun dari kendaraan umum kemudian menyeberangkannya ke depan gereja. Nilai toleransi pun terlihat saat ibadah misa akan digelar pada Sabtu petang.
Saat itu, masjid tidak menggunakan pengeras suara terlalu kencang. Setiap umat beribadah sesuai keyakinan. Ada yang shalat, ada juga yang misa.
Namun, ketika selesai, mereka kembali membaur di luar untuk saling menyapa dan mengucapkan selamat Natal.
Wakil Ketua Dewan Paroki Gereja Katolik St Servatius, Matheus Nalih, mengatakan bahwa toleransi di Kampung Sawah sudah terbentuk sejak dulu.
"Kalau mau diceritakan sejak dahulu kala, bahkan sejak abad 18. Masjid dekat dengan Gereja Protestan, juga berdekatan dengan Gereja Katolik," kata Matheus Nalih di lokasi usai Misa Natal, Sabtu.
Nalih (52), putra asli Kampung Sawah, mengatakan bahwa toleransi antar-umat beragama di wilayah berjalan beriringan dengan penerapan budaya Betawi yang kental.
Menurutnya, budaya Betawi memang menjadi salah satu identitas warga Kampung Sawah.
Hal utama yang membuat toleransi beragama terbentuk di situ adalah kearifan lokal yang menjadi akar budaya warga Kampung Sawah.
Oleh karena itu, walaupun banyak pendatang, sikap toleran tidak akan hilang, tetapi terbentuk terus menerus.
"Kearifan lokal warga Kampung Sawah terbentuk karena sejak dahulu sudah terdiri dari beberapa agama dan suku. Tidak heran jika dalam satu keluarga, Bapaknya Islam dan Ibunya beragama Kristen. Merayakan hari raya sama-sama," ujarnya.
Tidak hanya itu, Nalih mengatakan bahwa dalam beberapa tahun yang lalu warga Muslim sudah biasa membantu pembangunan gereja dan warga non-muslim membantu masjid.
"Gotong-royong sangat luar biasa antar warga muslim, Kristen dan Katolik. Bahkan ada Hindu dan Budha juga," kata dia.