Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penataan Dadap, Antara Program Pemerintah dan Kesiapan Masyarakat

Kompas.com - 28/12/2016, 16:00 WIB

Pemerintah Kabupaten Tangerang menggelontorkan dana untuk program Gerakan Bersama Rakyat Atasi Kawasan Padat Kumuh dan Miskin (Gebrak Pakumis). Selain rumah tak layak huni, program ini juga untuk menata kawasan kumuh menjadi lebih baik. Program ini salah satu dari 25 program unggulan Bupati Ahmed Zaki Iskandar yang memberi asa akan masa depan lebih baik bagi keluarga kurang mampu di wilayahnya. Salah satunya adalah kehidupan di kampung nelayan.

DPRD Kabupaten Tangerang telah mengesahkan Rancangan Peraturan Daerah tentang Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Perumahan dan Permukiman Kumuh menjadi peraturan daerah, Rabu (21/9). Artinya, dengan pengesahan ini, setidaknya Pemkab Tangerang punya dasar hukum kuat untuk segera memulai program penataan kawasan kumuh, termasuk wilayah pesisir dan kampung nelayan.

Dalam wawancara di Pusat Pemerintahan Kabupaten, Tigaraksa, Kamis (8/12/2016), Bupati Zaki mengatakan, lima titik penataan kawasan pesisir pantai dan kampung nelayan adalah Dadap, Cituis, Karang Serang, Kohot, dan Kronjo. Semua kawasan ini akan ditata menjadi ruang terbuka hijau, pusat kuliner, pasar tradisional, permukiman warga berupa rusun sederhana, dan pusat kerohanian.

Dari lima titik tersebut, penataan kawasan yang paling menarik perhatian publik saat ini adalah penataan kawasan Dadap. Hal itu karena lokasi penataan kawasan Dadap, tepatnya Ceng In, yang tersohor sebagai tempat lokalisasi. Penataan Dadap Ceng In mulai dilaksanakan April lalu. Pemkab didampingi Polsek Teluknaga memberikan surat peringatan (SP) pertama serta kedua, dan warga yang terkena dampaknya sempat menolak. Mereka menggugat Pemkab ke Ombudsman RI dan Komnas HAM sehingga jadwal penataan yang menurut rencana dimulai jauh sebelum Lebaran hingga akhir tahun ini belum juga terealisasi.

Menjelang akhir tahun, tepatnya awal Desember lalu, Zaki menyatakan bahwa perwakilan warga datang bertemu Pemkab. "Warga meminta agar Pemkab segera menata wilayah tersebut," ujarnya.

Menurut Zaki, perwakilan warga kala itu mengatakan telah salah mendapat informasi mengenai rencana penataan kawasan Dadap. Yang mereka protes saat itu adalah karena ada informasi bahwa tanah negara dijual kepada pengembang. Padahal, hal itu tidak mungkin dilakukan Pemkab.

"(Kini) warga justru datang mendesak agar Pemkab segera menata kawasan Dadap sehingga mereka bisa hidup lebih layak dan kampung nelayan semakin tertata," ucap Zaki.

Dari pengakuan warga kepada Pemkab, kondisi saat ini membuat mereka merasa dilematis. Di satu sisi, mereka merasakan terisolasi karena menolak penataan kawasan. Sementara akibat penertiban lokalisasi di daerah ini, kehidupan keseharian dan usaha warung warga menjadi sepi. Tak hanya warung makan yang sepi, nelayan pun sepi.

Ketika warga datang meminta agar penataan dilakukan, giliran Pemkab sedikit kebingungan karena mereka telah mengalihkan anggaran penataan kawasan ini ke wilayah lain. Namun, Zaki mengatakan, pihaknya akan mengupayakan agar penataan Dadap bisa segera dilakukan.

Halaman:

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ada 292 Aduan Terkait Pembayaran THR 2024 Lewat Website Kemenaker

Ada 292 Aduan Terkait Pembayaran THR 2024 Lewat Website Kemenaker

Megapolitan
Bantah Gonta-ganti Pengurus Tanpa Izin, Ketua RW di Kalideres: Sudah Bersurat ke Lurah

Bantah Gonta-ganti Pengurus Tanpa Izin, Ketua RW di Kalideres: Sudah Bersurat ke Lurah

Megapolitan
Pelaku Pelecehan Payudara Siswi di Bogor Diduga ODGJ, Kini Dibawa ke RSJ

Pelaku Pelecehan Payudara Siswi di Bogor Diduga ODGJ, Kini Dibawa ke RSJ

Megapolitan
Longsor di New Anggrek 2 GDC Depok, Warga: Sudah Hubungi Semua Pihak, Tidak Ada Jawaban

Longsor di New Anggrek 2 GDC Depok, Warga: Sudah Hubungi Semua Pihak, Tidak Ada Jawaban

Megapolitan
Cuaca Panas Ekstrem di Arab Saudi, Fahira Idris Minta Jemaah Haji Jaga Kondisi Fisik

Cuaca Panas Ekstrem di Arab Saudi, Fahira Idris Minta Jemaah Haji Jaga Kondisi Fisik

Megapolitan
Mahasiswa Dikeroyok di Tangsel, Setara Institute Minta Hentikan Narasi Kebencian Pemicu Konflik

Mahasiswa Dikeroyok di Tangsel, Setara Institute Minta Hentikan Narasi Kebencian Pemicu Konflik

Megapolitan
Khawatir Kalah karena Politik Uang, Hanya 1 Kader PKB Daftar Pilkada Bogor

Khawatir Kalah karena Politik Uang, Hanya 1 Kader PKB Daftar Pilkada Bogor

Megapolitan
Dari 11, 4 Aduan Pekerja di Jakarta Terkait Pembayaran THR 2024 Telah Ditindaklanjuti

Dari 11, 4 Aduan Pekerja di Jakarta Terkait Pembayaran THR 2024 Telah Ditindaklanjuti

Megapolitan
Ketum PITI Diperiksa Polisi Terkait Laporan Terhadap Pendeta Gilbert

Ketum PITI Diperiksa Polisi Terkait Laporan Terhadap Pendeta Gilbert

Megapolitan
Lurah di Kalideres Tak Masalah jika Digugat soal Penonaktifan Ketua RW, Yakin Keputusannya Tepat

Lurah di Kalideres Tak Masalah jika Digugat soal Penonaktifan Ketua RW, Yakin Keputusannya Tepat

Megapolitan
Polisi Selidiki Kepemilikan Pelat Putih Mobil Dinas Polda Jabar yang Kecelakaan di Tol MBZ

Polisi Selidiki Kepemilikan Pelat Putih Mobil Dinas Polda Jabar yang Kecelakaan di Tol MBZ

Megapolitan
Hanya 1 Kader Daftar Pilkada Bogor, PKB: Khawatir Demokrasi Rusak seperti Pemilu

Hanya 1 Kader Daftar Pilkada Bogor, PKB: Khawatir Demokrasi Rusak seperti Pemilu

Megapolitan
Pemkot Tangsel Bakal Evaluasi Ketua RT-RW Imbas Pengeroyokan Mahasiswa

Pemkot Tangsel Bakal Evaluasi Ketua RT-RW Imbas Pengeroyokan Mahasiswa

Megapolitan
Meski Tersangka Sudah Ditetapkan, Polisi Sebut Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP Belum Final

Meski Tersangka Sudah Ditetapkan, Polisi Sebut Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP Belum Final

Megapolitan
Mengingat Lagi Pesan yang Ada di STIP, 'Sekolah Ini Akan Ditutup Jika Terjadi Kekerasan'

Mengingat Lagi Pesan yang Ada di STIP, "Sekolah Ini Akan Ditutup Jika Terjadi Kekerasan"

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com