JAKARTA, KOMPAS.com – Bagi pengusaha makanan di pusat jajanan serba ada (pujasera) tradisional Jalan Lapangan Tembak, Senayan, pemberhentian izin berdagang bukan pertama kali mereka hadapi. Sebab, mereka pernah mengalami hal serupa lebih kurang 24 tahun lalu.
“Sebelum di sini, sebagian besar dari kami adalah pedagang di Jalan Asia Afrika, Senayan. Waktu itu izin kami diberhentikan karena akan diadakan Konferensi Tingkat Tinggi Non-Blok di kawasan Gelora Bung Karno (GBK) pada 1992,” ujar Sopar Horas Simangunsong, pengelola RM Chinese Food Medan Ria Senayan, Selasa (17/1/2016).
Sopar masih ingat, kala itu, rumah makan yang kini dikelolanya masih dipegang orangtua. Untunglah, meski izin dicabut, mereka direlokasi. Bahkan, kata dia, tempat berjualan pun jadi lebih baik.
“Dapatlah kami tempat di sini (Jalan Lapangan Tembak),” ujar dia.
Di kawasan kuliner yang baru, Sopar tidak sendiri. Sebagian besar penjaja kuliner di lokasi sebelumnya dipindah bersama.
Di tempat baru inilah, dibangun rumah makan khas masakan Batak yang dikenal dengan istilah lapo dan rumah makan yang menjual masakan khas daerah lainnnya seperti sekarang. Sajiaan makanan mulai dari Medan, Padang, Jakarta, Jawa, hingga Makassar, berdiri di tanah itu.
Sayangnya, 24 tahun kemudian, kenyataan berkata lain. Jatah sewa pedagang di kawasan Lapangan Tembak itu dinyatakan habis per 15 Desember 2016.
Bersamaan, datang surat pemberitahuan yang isinya menyebutkan bahwa tak ada perpanjangan sewa pedagang karena di lokasi tersebut akan dibangun fasilitas penunjang kegiatan ASEAN Games 2018.
(Baca juga: Pengunjung "Lapo" Senayan Berkurang Seiring Terdengarnya Kabar Penutupan )
Berbeda dengan 24 tahun lalu, kini tak ada lagi kesempatan untuk para pedagang itu direlokasi.
Sontak, kabar itu membuat beberapa pedagang terkejut, termasuk Paulus Siagian (34), pengelola rumah makan khas Batak Lapo Siagian Boru Tobing.
“Sudah masa sewa habis, pemberian kompensasi waktu untuk meninggalkan tempat ini sangat singkat. Terakhir, pengelola bersikeras memberi waktu sampai 28 Februari 2017. Padahal mencari tempat baru tak mudah,” ujar Paulus.
Tenggat waktu yang dikatakan Paulus, sebenarnya sudah beberapa kali diubah. Surat pemberitahuan pertama menyatakan bahwa pedagang harus mengosongkan tempat pada 16 Desember 2016. Karena pedagang keberatan, keputusan diubah menjadi 15 Januari 2017.
“Masih gelisah dengan keadaan, masuk pesan teks bahwa pengelola per tanggal 12 Januari 2017 akan mulai mengirim material untuk pemagaran lahan. Kami tak setuju karena kami masih di sini,” kata Paulus.
Atas surat tersebut, para pedagang mengirimkan balasan yang isinya menyarakan keberatan atas keputusan itu. "Akhirnya mereka mengubah lagi tenggat waktu sampai 28 Februari 2017,” ucap Paulus.
Kembali bertaruh
Keadaan itu membuat para pedagang kelabakan mencari jalan keluar. Mereka harus berupaya mendapatkan lokasi dagang baru.
“Kalau di sini sudah enak. Jam makan siang pasti ramai. Target kami ya gedung-gedung pemerintahan di depan ini. Mulai dari DPR, MPR, sampai Kementerian Kehutanan,” ujar pengelola RM Kebon Sirih, Ahmad Sumanap.
(Baca juga: Tutupnya "Lapo" di Senayan yang Tinggal Hitungan Hari)
Selain itu, kata Ahmad, karena lokasinya strategis, banyak juga yang membeli melalui layanan pesan antar.
“Ya di sini kan harga bersaing. Dibandingkan rumah makan besar, harga yang kami tawarkan cukup murah,” ujar Betty Asnalia Simangunsong, adik Sopar yang juga ikut mengelola bersama RM Chinese Food Medan Ria Senayan.
Setelah ini, kembali berjibaku dengan jatuh-bangun usaha sudah terbayang oleh pedagang. “Terbayang, dulu susahnya kayak apa. Dari kawasan ini masih sepi, sampai akhirnya ramai sendiri. Nah sekarang, kami harus memulai dari nol lagi,” ujar Ahmad.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.