JAKARTA, KOMPAS.com - Kegiatan "blusukan" calon gubernur nomor pemilihan dua DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok kembali dipermasalahkan. Kali ini, blusukan-nya di kawasan Tipar Cakung, Jakarta Timur, pada Kamis (9/2/2017) diduga tak berizin.
Ketua Panwascam Cakung Tomi Ronald menyebut kegiatan kunjungan Ahok di wilayahnya tak ada pemberitahuan sebelumnya. Bahkan, ia sempat adu mulut dengan relawan Ahok.
Menurut Tomi, ia telah mendapat instruksi dari Ketua Panwaskota Jakarta Timur Marhadi untuk menghentikan kegiatan Ahok tersebut. Hanya saja, Ahok tetap melanjutkan kegiatannya mengunjungi pemukiman dan menyapa warga setempat.
Hal serupa sebelumnya juga terjadi saat Ahok mengunjungi kawasan Semper Barat, Lubang Buaya, dan Kalideres. Petugas pengawas pemilu setempat menganggap kegiatan Ahok mengunjungi warga merupakan kegiatan kampanye dan harus diberitahukan maksimal 1 hari sebelum pelaksanaan.
Ahok ngotot tidak kampanye
Berulangkali kegiatannya tak berizin, berulangkali pula Ahok berdalih kegiatannya itu tak termasuk kampanye. Lantaran, menurut Ahok, dirinya tidak mengajak warga untuk memilih nomor 2 atau nomor pemilihan pasangan Ahok dengan calon wakil gubernur Djarot Saiful Hidayat.
Ahok berdalih kunjungannya adalah sebagai Gubernur non aktif DKI Jakarta. Kunjungan ke warga itu untuk mengevaluasi kinerja satuan kerja perangkat daerah (SKPD) DKI. Selain itu, kunjungan ke warga juga untuk mengetahui permasalahan di sana.
"Sekarang saya tanya, kalau saya ke lapangan periksa banjir segala macam, pernah enggak saya teriak minta orang pilih saya? Pernah enggak suruh orang pilih saya di lapangan? Saya cek banjir kenapa enggak boleh? Bebas saya mau kemana," kata Ahok, beberapa waktu lalu.
Adapun definisi kampanye berdasarkan Peraturan KPU Nomor 12 Tahun 2016 tentang Kampanye adalah kegiatan menawarkan visi misi atau informasi lain dari pasangan calon gubernur-wakil gubernur yang bertujuan mengenalkan dan meyakinkan pemilih.
Meski tak mengajak warga untuk memilih, selama kunjungan, Ahok selalu mengenakan atribut kampanye, yakni kemeja kotak-kotak. Kemudian berfoto dengan mengacungkan dua jari, serta membagi-bagikan buku "A Man Called Ahok" dan "7 Dalil Umat Islam DKI dalam Memilih Gubernur".
Selain itu, dia juga menyosialisasikan berbagai program Pemprov DKI Jakarta. Seperti pembebasan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), vaksin untuk anak-anak, Kartu Jakarta Pintar (KJP), transjakarta gratis, dan lain-lain. (Baca: Ahok: Saya Bebas Mau ke Mana Saja Selama Masa Kampanye)
Alasan timses tak laporkan kampanye Ahok
Sekretaris tim pemenangan Ahok-Djarot, Ace Hasan Syadzily, mengatakan pihaknya selalu melaporkan lokasi kampanye Ahok, secara umum.
Hanya saja, tim pemenangan tak melaporkan lokasi kampanye secara detail. Karena khawatir terjadi penghadangan kampanye di lapangan.
Beberapa kali kampanye, Ahok kerap dihadang. Alasannya karena Ahok merupakan terdakwa kasus dugaan penodaan agama.
"Seringkali info titik blusukan itu bocor, entah dari mana. Sehingga di lapangan kerap terjadi penghadangan," kata Ace.
Penghadangan kampanye akan terjadi, kata dia, jika tim pemenangan melaporkan titik blusukan secara detail dan spesifik. Misalnya, saat Ahok berkampanye di Jatipadang, Semper Barat dan Cilincing. Ahok dihadang beberapa pihak untuk berkampanye.
"Meski begitu, dia tetap melanjutkan kegiatan blusukan dan menyapa warga. Serta mencari info terkait masalah banjir dan lainnya di titik-titik blusukan," kata Ace.
Dibanding dengan calon gubernur dan wakil gubernur lainnya, agenda kampanye Ahok kerap tak dipublikasikan serta diketahui awak media. (Baca: "Blusukan" yang Tak Diaku Ahok sebagai Kampanye)
Tiga kampanye Ahok tak berizin
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) DKI Jakarta mencatat bahwa Ahok sudah tiga kali kampanye tanpa pemberitahuan atau izin. Ketua Bawaslu DKI Jakarta Mimah Susanti menuturkan, kampanye Ahok tanpa izin pertama kali terjadi di Semper Barat, Jakarta Utara. Kampanye dengan blusukan tersebut berlangsung pada 2 Januari 2017.
"Yang di Semper Barat sudah ditindaklanjuti dengan mengirimkan surat rekomendasi kepada KPU kota," ujar Mimah.
Berdasarkan hasil tindak lanjut tersebut, Panwaslu Jakarta Utara memberikan surat rekomendasi kepada KPU Jakarta Utara untuk menyampaikan kepada tim kampanye Ahok bahwa setiap kampanye harus dilaporkan.
Kampanye tanpa izin tersebut ditetapkan sebagai pelanggaran administrasi. Kampanye tanpa izin yang kedua terjadi di Lubang Buaya, Cipayung, Jakarta Timur, pada Jumat (3/2/2017). Panwaslu Jakarta Timur masih menindaklanjuti dengan meminta klarifikasi tim kampanye Ahok sebelum memutuskan bentuk pelanggarannya.
Sama halnya dengan kegiatan di Lubang Buaya, blusukan Ahok di Kalideres, Jakarta Barat, pada Minggu (5/2/2017) juga tidak berizin. (Baca: Ahok Tetap Kampanye Tak Berizin di Cakung meski Panwascam Minta Berhenti)
Blusukan termasuk kampanye
Selain itu, Mimah menyebut blusukan Ahok bukan berarti tidak kampanye. Mimah mengatakan, blusukan merupakan salah satu metode kampanye dengan cara menemui dan berdialog bersama warga.
"Ketika dia turun (blusukan), enggak bisa dibilang enggak kampanye, wong dia jalan ke mana-mana, terus berdialog. Dia enggak harus ngasih visi misi, dia jalan ketemu masyarakat, itu udah kegiatan kampanye," ucap Mimah.
Dialog yang dilakukan Ahok bersama warga, lanjut Mimah, merupakan bagian dari "jual" program dalam kampanye.
"Itu kan bagian dari programnya dia yang mau dia lanjutkan dari program petahana. Itu sah aja karena apa yang dia omongin tercatat di visi misi. Itu kampanye, kan dia lagi jual program," tutur Mimah.
Adapun kegiatan kampanye yang terbukti tidak diberitahukan dapat dikenakan sanksi pelanggaran administrasi.