Lihat: Warga Kampung Pulo: Jika Enggak Ada Tanggul, Rumah Bisa Ketutup Banjir
Untuk menguras air yang masuk ke permukiman, Pemprov DKI menurunkan mesin pompa. Air dari permukiman disedot dan dibuang kembali ke Sungai Ciliwung.
Daerah Bukit Duri juga terlanda banjir, khususnya di kawasan SMA Negeri 8. Pelajar di sekolah tersebut terpaksa diliburkan. Tinggi banjir mencapai kurang lebih 40 sentimeter di kawasan itu. Permukiman di Bukit Duri yang dekat bantaran Ciliwung, banjirnya bahkan mencapai 1 meter.
Tidak seperti di Kampung Pulo, kawasan Bukit Duri seperti di SMA Negeri 8 belum terkena proyek normalisasi. Sungai Ciliwung hanya berjarak beberapa puluh meter dari sekolah tersebut.
Pemerintah sedang mengerjakan proyek normalisasi di sebagian bantaran Ciliwung di Bukit Duri, tepat berseberangan dengan Kampung Pulo. Tanggul sudah mulai berdiri tetapi belum sepenuhnya selesai. Permukiman warga yang dulu ada di bantaran sudah dibongkar. Sejumlah warganya dipindahkan ke rumah susun.
Pemerintah mengatakan, penyebab banjir di sejumlah daerah di Jakarta Selatan dan Jakarta Timur di DAS Ciliwung itu karena proyek normalisasi belum sepenuhnya rampung. Hal itu disampaikan Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jakarta Husein Murad.
"Curah hujan cukup besar sehingga air dari hulu itu banyak, jadi (itu) yang kami sebut Katulampa tinggi itu. Nah ini menyebabkan aliran Ciliwung meluap sehingga wilayah yang di Ciliwung yang belum dinormalisasi seperti ini," kata Husein di Bukit Duri, Jakarta Selatan, Kamis.
Husein meyakini, jika seluruh proyek normalisasi selesai, tidak mungkin akan banjir seperti sekarang. "Jadi kalau Ciliwung selesai dinormalisasi, dipasang sheet pile , semua ini enggak kejadian begini," kata Husein.
Ia mengatakan, kewenangan meminimalisasi kerawanan banjir ada pada Dinas Sumber Daya Air Pemprov DKI Jakarta dan Balai Besar Wilayah Sungai Ciliiwung Cisadane (BBWSCC) yang berada di bawah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Kepala Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta Teguh Hendarwan mengatakan, normalisasi Kali Ciliwung baru berjalan 40 persen sejak dimulai pada 2013.
"Saya sampaikan tadi, program pengerjaan (normalisasi) Kali Ciliwung memasuki tahun ke empat ini pencapaiannya baru 40 persen," ujar Teguh.
Menurut Teguh, progres normalisasi Ciliwung yang baru mencapai 40 persen itu akibat sulitnya membebaskan lahan yang diduduki warga. Tak jarang warga yang menduduki lahan tersebut juga menggugat Pemprov DKI Jakarta ke pengadilan.
"Ini harap dimaklumi, tak segampang dipikirkan. (Membebaskan) bidang per bidang butuh waktu, belum lagi klaim antar-ahli waris di dalamnya, kemudian ada gugatan hukum. Jadi proses pembebasan lahan butuh waktu," kata Teguh.
Selain itu, Pemprov DKI Jakarta harus berkoordinasi dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk menentukan status lahan di sepanjang aliran Kali Ciliwung. Pemprov DKI tidak boleh sembarangan melakukan konsinyasi atau menitipkan uang ke pengadilan.