KTP elektronik itu amat berharga bagi Amenik (81). Karena itu, keluarga nenek dengan tujuh cucu tersebut meminta petugas dari Kelurahan Tegal Parang, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, untuk datang ke rumah mereka yang terletak di dalam gang sempit. Para petugas sigap melayani perekaman data demi selembar KTP, Rabu (5/4/2017).
Amenik sudah empat tahun terbaring lumpuh di tempat tidur rumahnya. Dia masih berobat rutin lantaran memiliki riwayat darah tinggi dan pernah jatuh. KTP elektronik (KTP-el) dibutuhkan sebagai syarat untuk mengurus tambahan uang pensiun suaminya. Saat ini uang pensiun itu berjumlah Rp 600.000. Jika seluruh syarat terpenuhi, termasuk ada KTP-el, uang pensiun bertambah menjadi Rp 900.000.
Satu dari enam anak Amenik, Yulianto (45), mengakui tambahan uang Rp 300.000 itu amat berarti bagi keluarga mereka. Apalagi, ayah Yulianto juga sudah jompo dan tak punya penghasilan. Yulianto bekerja sebagai sopir ojek, sementara istrinya pembuat jamu. Mereka tinggal serumah dengan Amenik.
"Sebulan lalu, saya minta agar ada perekaman data untuk ibu saya di rumah kami," ujar Yulianto.
Ia menyatakan sangat terbantu dengan upaya Suku Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil mendatangi rumah warga karena ibunya sudah tak mungkin lagi dibawa ke kelurahan untuk perekaman data.
Nilo Priasmoro (30), petugas Sudin Dukcapil Jakarta Selatan, memindai retina mata Amenik. Setelah itu, ia merekam sidik jari.
"Wah, sudah terlalu halus tangannya, sidik jarinya tak terbaca lagi," katanya.
Nilo datang bersama Kepala Seksi Pendaftaran Pelayanan Penduduk Sudin Dukcapil Jaksel Endang Susilowati dan petugas kelurahan. Mereka mengendarai sepeda motor untuk mencapai permukiman padat di Jalan Tegal Parang IV tersebut. Untuk sampai ke rumah Amenik, perjalanan harus dilanjutkan dengan berjalan kaki sekitar 200 meter karena gang itu tidak cukup dilalui sepeda motor. Sepanjang jalan, Nilo memanggul tas seberat sekitar 20 kilogram yang berisi alat perekam, komputer jinjing, dan perlengkapan lain. Tak lupa, kain beludru biru dan merah untuk latar belakang foto.
Pada hari yang sama, tim ini juga melakukan perekaman data untuk Ida Farida (79). Ida juga sudah tak bisa berjalan karena sudah tua. Di rumah dengan garasi lebar yang diisi mobil dan sejumlah sepeda motor itu, kembali Nilo mengeluarkan peralatan perekaman. Ia tak tega memindai mata Ida yang sudah sulit terbuka dan jemarinya yang sudah kaku.
"Saya sering kasihan karena kondisi fisik warga memang sudah tidak memungkinkan. Jadi ini saya beri catatan saja, tak bisa dilakukan perekaman sidik jari dan pindai mata," katanya.
Cucu Ida, Laksmi Cordellia (33), mengatakan, neneknya membutuhkan KTP-el untuk membuat BPJS.
"Kemarin beliau masuk rumah sakit habis Rp 9 juta. Padahal, kalau pakai BPJS bisa berkurang banyak," katanya.
Endang mengatakan, pelayanan dari rumah ke rumah ini dilakukan gratis setiap Rabu sejak 2011. Pelayanan ditujukan bagi siapa pun yang sakit dan sudah mengajukan permintaan perekaman data. Pelayanan diberikan kepada warga tanpa pandang bulu, baik kaya maupun miskin, artis, pejabat, atau penyandang disabilitas.
"Semua kami layani. Dalam sepekan, 5-7 warga yang dilayani sesuai kemampuan," kata Endang.
Rabu kemarin, petugas berkeliling melayani warga dari Tegal Parang hingga belasan kilometer di Srengseng Sawah yang berbatasan dengan Depok. Dari Januari hingga April ini, sudah 40 orang memperoleh layanan serupa.
Tanpa anggaran khusus
Tak ada anggaran khusus atau petugas khusus untuk pelayanan perekaman data di rumah warga. Petugas adalah staf biasa di kantor Sudin Dukcapil Jaksel.
"Uang makan atau minum khusus juga tidak ada. Pokoknya kami anggap tugas biasa seperti kerja biasa sesuai jam kantor saja," kata Kepala Sudin Dukcapil Jaksel Abdul Haris.
Menurut Haris, layanan ini benar-benar untuk memanusiakan dan demi kemanusiaan. Sebab, sebagian besar orang yang meminta permohonan perekaman di rumah adalah orang-orang yang benar-benar sedang membutuhkan KTP-el.
Seperti ribuan warga DKI Jakarta lain, warga yang didatangi di rumah pun baru memperoleh surat keterangan sudah melakukan perekaman dan belum bisa memperoleh KTP-el dalam waktu dekat sebab blangko belum tersedia.
Keringat dan harapan warga ini seperti terkhianati oleh dugaan korupsi KTP-el yang menyangkut para wakil rakyat dan pejabat dari ruang-ruang megah nan nyaman.
(Irene Sarwindaningrum)
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 6 April 2017, di halaman 27 dengan judul "Pelayanan KTP-el demi Kemanusiaan".
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.