Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Ishomuddin yang Di-"bully" karena Jadi Saksi di Sidang Ahok

Kompas.com - 07/04/2017, 11:44 WIB
Kurnia Sari Aziza

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ahmad Ishomuddin, saksi ahli agama yang dihadirkan oleh penasihat hukum terdakwa Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok mengaku menjadi bulan-bulanan. Setelah dirinya memberi keterangan pada persidangan dugaan penodaan agama.

Adapun hujatan itu datang ke nomor telepon hingga akun media sosial milik dirinya.

"Bully-nya berlebihan dan mengancam. Ada yang mengatakan saya murtad, diminta bertaubat, mengumpulkan uang receh. Seolah-olah saya menjual aqidah saya dan tekanan-tekanan yang sifatnya sangat tidak perlu," kata Ishomuddin, kepada wartawan, di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (6/4/2017).

Ishomuddin merasa dirinya tak perlu meladeni hujatan yang datang padanya. Sebab, menurut dia, hal itu hanya menghabiskan waktu. Ishomuddin menjelaskan, dirinya hadir sebagai ahli agama bukan sebagai Rais Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) maupun Wakil Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Kemudian Ishomuddin diberhentikan dari jabatannya dan kini hanya menjadi anggota MUI. Pemberhentian tersebut dikabarkan karena Ishomuddin yang tak sejalan dengan pendapat dan sikap keagamaan MUI terhadap kasus Ahok.

"Saya kan (jadi anggota) MUI diminta, bukan permintaan saya. Hubungan saya dengan kawan-kawan tetap baik, yang lebih tua tetap saya hormati," kata Ishomuddin.

Saat persidangan, Ishomuddin menganggap pendapat dan sikap keagamaan MUI memicu berbagai persoalan. Contohnya adalah terbentuknya Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) MUI yang menggerakkan berbagai aksi di Indonesia.

Baca: Penjelasan Ketua Umum MUI soal Pemberhentian Ahmad Ishomuddin

Selain itu, Ishomuddin mengaku tak dilibatkan dalam penerbitan pendapat dan sikap keagamaan MUI. Ishomuddin juga menyebut seharusnya MUI melakukan tabayyun atau konfirmasi terlebih dahulu kepada Ahok sebelum menerbitkan pendapat dan sikap keagamaan.

"Misalkan Pak Ahok di depan umum mengatakan surat Al-Maidah apakah memiliki niat tertentu atau tidak, apakah bermaksud menghina ulama atau tidak, beliau harusnya dipanggil terlebih dahulu untuk diberi waktu cukup memberikan penjelasan mengenai apa yang dimaksud hatinya waktu (menyampaikan pidato) itu. Karena niat itu adalah tempatnya di dalam hati, bisa diketahui apa isinya dengan penjelasan," kata Ishomuddin.

Sebelum Ahok ditetapkan bersalah, lanjut dia, harus melalui proses yang benar terlebih dahulu. Misalnya dengan melihat video pidato Ahok di Kepulauan Seribu secara utuh berdurasi 1 jam 48 menit. Bukan hanya melihat potongan video berdurasi 13 detik.

"Karena kita akan kehilangan konteksnya. Kita tidak akan memahami keseluruhan latar belakang, kalau hanya terpaku dengan video berdurasi 13 detik tersebut," kata Ishomuddin.

Dia tak memungkiri keterangan yang diberikannya di persidangan menimbulkan gejolak di internal MUI, hingga pada keputusan usulan pemecatan. Hanya saja, Ketua MUI Ma'ruf Amin membantah Ishomuddin diberhentikan setelah menjadi ahli di persidangan Ahok.

Ishomuddin diberhentikan karena tak aktif dalam berbagai kegiatan di lembaga tersebut.

"Pertanyaannya, mengapa mereka yang lain tidak aktif itu tidak diberi sanksi segera seperti saya. Dan pertanyaan kedua, mengapa sanksi kepada saya bertepatan dengan setelah saya memberi kesaksian," kata Ishomuddin.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Baca tentang


Terkini Lainnya

Motor dan STNK Mayat di Kali Sodong Raib, Keluarga Duga Dijebak Seseorang

Motor dan STNK Mayat di Kali Sodong Raib, Keluarga Duga Dijebak Seseorang

Megapolitan
Terganggu Pembangunan Gedung, Warga Bentrok dengan Pengawas Proyek di Mampang Prapatan

Terganggu Pembangunan Gedung, Warga Bentrok dengan Pengawas Proyek di Mampang Prapatan

Megapolitan
Ponsel Milik Mayat di Kali Sodong Hilang, Hasil Lacak Tunjukkan Posisi Masih di Jakarta

Ponsel Milik Mayat di Kali Sodong Hilang, Hasil Lacak Tunjukkan Posisi Masih di Jakarta

Megapolitan
Pakai Seragam Parkir Dishub, Jukir di Duri Kosambi Bingung Tetap Diamankan Petugas

Pakai Seragam Parkir Dishub, Jukir di Duri Kosambi Bingung Tetap Diamankan Petugas

Megapolitan
Sekolah di Tangerang Selatan Disarankan Buat Kegiatan Sosial daripada 'Study Tour' ke Luar Kota

Sekolah di Tangerang Selatan Disarankan Buat Kegiatan Sosial daripada "Study Tour" ke Luar Kota

Megapolitan
RS Bhayangkara Brimob Beri Trauma Healing untuk Korban Kecelakaan Bus SMK Lingga Kencana

RS Bhayangkara Brimob Beri Trauma Healing untuk Korban Kecelakaan Bus SMK Lingga Kencana

Megapolitan
KPU Kota Bogor Tegaskan Caleg Terpilih Harus Mundur jika Mencalonkan Diri di Pilkada 2024

KPU Kota Bogor Tegaskan Caleg Terpilih Harus Mundur jika Mencalonkan Diri di Pilkada 2024

Megapolitan
Pemilik Mobil yang Dilakban Warga gara-gara Parkir Sembarangan Mengaku Ketiduran di Rumah Saudara

Pemilik Mobil yang Dilakban Warga gara-gara Parkir Sembarangan Mengaku Ketiduran di Rumah Saudara

Megapolitan
Sebelum Ditemukan Tak Bernyawa di Kali Sodong, Efendy Pamit Beli Bensin ke Keluarga

Sebelum Ditemukan Tak Bernyawa di Kali Sodong, Efendy Pamit Beli Bensin ke Keluarga

Megapolitan
Pemprov DKI Diminta Prioritaskan Warga Jakarta dalam Rekrutmen PJLP dan Tenaga Ahli

Pemprov DKI Diminta Prioritaskan Warga Jakarta dalam Rekrutmen PJLP dan Tenaga Ahli

Megapolitan
Polisi Kesulitan Identifikasi Pelat Motor Begal Casis Bintara di Jakbar

Polisi Kesulitan Identifikasi Pelat Motor Begal Casis Bintara di Jakbar

Megapolitan
Parkir Sembarangan Depan Toko, Sebuah Mobil Dilakban Warga di Koja

Parkir Sembarangan Depan Toko, Sebuah Mobil Dilakban Warga di Koja

Megapolitan
Terminal Bogor Tidak Berfungsi Lagi, Lahannya Jadi Lapak Pedagang Sayur

Terminal Bogor Tidak Berfungsi Lagi, Lahannya Jadi Lapak Pedagang Sayur

Megapolitan
Duga Ada Tindak Pidana, Kuasa Hukum Keluarga Mayat di Kali Sodong Datangi Kantor Polisi

Duga Ada Tindak Pidana, Kuasa Hukum Keluarga Mayat di Kali Sodong Datangi Kantor Polisi

Megapolitan
Dijenguk Polisi, Casis Bintara yang Dibegal di Jakbar 'Video Call' Bareng Aipda Ambarita

Dijenguk Polisi, Casis Bintara yang Dibegal di Jakbar "Video Call" Bareng Aipda Ambarita

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com