Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Masak Rumah Kami Ditertibkan bagai Rumah Liar, kayak Kandang Ayam"

Kompas.com - 09/04/2017, 13:17 WIB
Nursita Sari

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Siti (63), seorang warga RW 12 Kelurahan Manggarai, Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan, meminta program pemerintah dilakukan dengan manusiawi.

Siti kini harus menghadapi rencana penggusuran yang dilakukan untuk proyek kereta api menuju Bandara Soekarno-Hatta.

"Tolak penggusurannya itu tidak, cuma manusiawilah. Saya kan tiap tahun bayar pajak. Kalau enggak bayar, didenda sama pemerintah," ujar Siti kepada Kompas.com, Minggu (9/4/2017).

Siti mengatakan, keluarganya sudah turun temurun tinggal di RW 12 Kelurahan Manggarai. Ayahnya tinggal di RW 12 Manggarai sejak 1950.

Kini, rumahnya menjadi satu dari sebelas rumah yang diminta PT Kereta Api Indonesia (KAI) untuk dikosongkan dan dibongkar paling lambat hari ini.

Jika PT KAI tetap menggusur rumahnya, Siti berharap pemerintah bisa memberinya rumah yang baru. "Masak kami disuruh angkat kaki begitu saja," kata dia.

(Baca juga: Tolak Penggusuran oleh PT KAI, Warga RW 12 Manggarai Dirikan Posko)

Warga lainnya, Setiawati Kusaisih (47), mengatakan hal serupa. Setiawati berharap, pemerintah menyiapkan rumah relokasi bagi dia dan warga lainnya yang terdampak penggusuran.

Namun, Setiawati lebih berharap pemerintah tidak menggusur rumah mereka.

"Andai kata digusur, ada rumah lagilah yang sesuai. Kalau perlu enggak usah dibongkar. Jauh kok tadinya, 200 meter dari stasiun, sekarang stasiunnya saja dimaju-majuin," ujar Setiawati dalam kesempatan yang sama.

Setiawati mengatakan, warga merasa tidak diperlakukan dengan adil apabila rumah mereka digusur begitu saja.

Terlebih, menurut warga, uang ganti rugi yang diterima hanya Rp 250.000 untuk rumah permanen dan Rp 200.000 untuk rumah non-permanen.

"Masa rumah kami ditertibkan bagaikan rumah liar. Masa kayak kandang ayam. Kandang ayam saja mahal sekarang," kata Setiawati.

Warga lebih berharap lagi pemerintah bisa membuatkan mereka sertifikat lahan dan rumah. Sebab, mereka sudah tinggal di sana sejak tahun 1950.

Sementara itu, sertifikat hak pakai yang dimiliki PT KAI baru diterbitkan pada 1988. "Kami lebih berhak karena kami kan lebih dulu. Dibikinkan sertifikat, kan kami dari tahun 1950," ucap Siti.

Selain itu, warga meyakini bahwa rumah yang akan digusur bukan milik PT KAI. Sebab, sejak dahulu sudah ada pagar pembatas antara Stasiun Manggarai dan permukiman warga.

"Kan sudah ada batas pagar. Kami enggak menyalahi aturan dari PJKA," ujar Setiawati.

Dalam surat pemberitahuan yang diterima warga tertanggal 5 April 2017, PT KAI meminta 11 bangunan di RW 12 Manggarai dikosongkan dan dibongkar sendiri karena berada di atas aset milik PT KAI sesuai Sertifikat Hak Pakai Nomor 47 Tahun 1988.

Kesebelas bangunan tersebut diminta paling lambat dibongkar dan dikosongkan pada hari ini.

Apabila sampai batas waktu warga tidak mengindahkan surat pemberitahuan tersebut, PT KAI akan menertibkan bangunan-bangunan itu sesuai peraturan yang berlaku.

Kemudian, berdasarkan surat yang diterima warga tertanggal pada 20 Maret 2017, tertulis bahwa PT KAI akan memberikan biaya bantuan pindah/bongkar sebesar Rp 250.000 untuk bangunan permanen dan Rp 200.000 untuk bangunan semi permanen/non permanen, tanpa embel-embel per meter.

Sementara itu, Senior Manager Humas PT KAI Daerah Operasional (DAOP) I Jakarta Suprapto mengatakan, sesuai dengan standard operational procedure (SOP) penertiban bangunan di atas lahan PT KAI dalam SK Direksi PT KAI Nomor Kep.U/JB.312/IV/11/KA-2013, maka pihak PT KAI menyediakan uang pengantian bongkar per meter persegi.

"Pihak PT KAI hanya bisa menyediakan uang pengantian bongkar sebesar Rp 250.000 per meter persegi bagi bangunan permanen dan Rp 200.000 per meter persegi bagi bangunan semi permanen. Hal ini dikarenakan ketentuan GCG (good corporate government) yang harus dilaksanakan oleh semua instansi pemerintah termasuk PT KAI," ujar Suprapto melalui keterangan tertulisnya, Minggu.

(Baca juga: Meski Tak Ada Sertifikat, Pendamping Warga Manggarai Klaim Punya Hak Kepemilikan Lahan)

Suprapto mengatakan, karena bangunan yang akan dibongkar di RW 12 Manggarai berdiri di atas lahan negara, PT KAI sebagai instansi pemerintah tidak mungkin membeli tanah tersebut.

Karena itulah PT KAI hanya memberikan uang penggantian bongkar. "Jadi tanah negara tidak mungkin dibeli lagi oleh negara, dalam hal ini PT KAI," kata Suprapto.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Remaja Tusuk Seorang Ibu di Bogor Hingga Pisau Patah

Remaja Tusuk Seorang Ibu di Bogor Hingga Pisau Patah

Megapolitan
Jukir Liar Minimarket Ikhlas “Digusur” Asal Pemerintah Beri Pekerjaan Baru

Jukir Liar Minimarket Ikhlas “Digusur” Asal Pemerintah Beri Pekerjaan Baru

Megapolitan
Warga Bekasi Tewas Tertabrak Kereta di Kemayoran karena Terobos Palang Pelintasan

Warga Bekasi Tewas Tertabrak Kereta di Kemayoran karena Terobos Palang Pelintasan

Megapolitan
Manjakan Lansia, Asrama Haji Embarkasi Jakarta-Bekasi Tak Lagi Pakai Tempat Tidur Tingkat

Manjakan Lansia, Asrama Haji Embarkasi Jakarta-Bekasi Tak Lagi Pakai Tempat Tidur Tingkat

Megapolitan
KAI Commuter: Perjalanan Commuter Line Rangkasbitung-Tanah Abang Picu Pertumbuhan Ekonomi Lokal

KAI Commuter: Perjalanan Commuter Line Rangkasbitung-Tanah Abang Picu Pertumbuhan Ekonomi Lokal

Megapolitan
Tiga Jenazah ABK Kapal yang Terbakar di Muara Baru Telah Dijemput Keluarga

Tiga Jenazah ABK Kapal yang Terbakar di Muara Baru Telah Dijemput Keluarga

Megapolitan
Gangguan Jiwa Berat, Ibu yang Bunuh Anak Kandung di Bekasi Sempat Dirawat di RSJ

Gangguan Jiwa Berat, Ibu yang Bunuh Anak Kandung di Bekasi Sempat Dirawat di RSJ

Megapolitan
Jika Profesinya Dihilangkan, Jukir Liar Minimarket: Rawan Maling Motor dan Copet!

Jika Profesinya Dihilangkan, Jukir Liar Minimarket: Rawan Maling Motor dan Copet!

Megapolitan
Polisi: Ibu yang Bunuh Anak Kandung di Bekasi Alami Gangguan Kejiwaan Berat

Polisi: Ibu yang Bunuh Anak Kandung di Bekasi Alami Gangguan Kejiwaan Berat

Megapolitan
Imbas Tanah Longsor, Warga New Anggrek 2 GDC Depok Khawatir Harga Rumah Anjlok

Imbas Tanah Longsor, Warga New Anggrek 2 GDC Depok Khawatir Harga Rumah Anjlok

Megapolitan
Kisah Iyan, Korban Banjir Cipayung yang Terpaksa Mengungsi ke Rumah Mertua 2 Bulan Lamanya...

Kisah Iyan, Korban Banjir Cipayung yang Terpaksa Mengungsi ke Rumah Mertua 2 Bulan Lamanya...

Megapolitan
Maling Motor 'Ngadu' ke Ibunya Lewat 'Video Call' Saat Tertangkap Warga: Mak, Tolongin...

Maling Motor 'Ngadu' ke Ibunya Lewat 'Video Call' Saat Tertangkap Warga: Mak, Tolongin...

Megapolitan
Asrama Haji Embarkasi Jakarta-Bekasi Sediakan Alat Pijat dan 'Treadmill' untuk Calon Jemaah Haji

Asrama Haji Embarkasi Jakarta-Bekasi Sediakan Alat Pijat dan "Treadmill" untuk Calon Jemaah Haji

Megapolitan
Penampakan Rumah TKP Penusukan Seorang Ibu oleh Remaja Mabuk di Bogor, Sepi dan Tak Ada Garis Polisi

Penampakan Rumah TKP Penusukan Seorang Ibu oleh Remaja Mabuk di Bogor, Sepi dan Tak Ada Garis Polisi

Megapolitan
Anggap Pendaftaran Cagub Independen DKI Formalitas, Dharma Pongrekun: Mustahil Kumpulkan 618.000 Pendukung

Anggap Pendaftaran Cagub Independen DKI Formalitas, Dharma Pongrekun: Mustahil Kumpulkan 618.000 Pendukung

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com