JAKARTA, KOMPAS.com - Seretnya distribusi surat undangan pemilih atau C6 pada Pilkada DKI 2017 membuat Tim Manajemen Saksi dan Pengamanan Suara Pasangan Ahok-Djarot meminta para pendukungnya untuk menemui kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) di wilayahnya masing-masing.
Koordinator Tim Manajemen Saksi dan Pengamanan Suara Pasangan Ahok-Djarot, I Gusti Putu Artha, menganjurkan para pendukung Ahok-Djarot menemui ketua KPPS, Selasa (18/4/2017) sore ini, atau saat KPPS tengah mempersiapkan TPS pada H-1 pencoblosan.
(Baca juga: Tim Ahok-Djarot: Distribusi C6 oleh KPU di Putaran Kedua Sangat Buruk)
Putu mengatakan, KPPS sore ini tentu ada di sekitar TPS tempat warga memilih untuk urusan desain layout TPS.
Di situlah, Putu meminta para warga pendukung Ahok-Djarot yang belum dapat C6 untuk memintanya kepada KPPS.
Ia meminta warga mendatangi KPPS ramai-ramai karena khawatir kalau datang sendiri akan diacuhkan KPPS.
Cara ini, menurut dia, sudah disampaikan lewat call center Badja ke pendukung yang mengadu belum dapat C6.
"Apa yang kita lakukan, melalui call center kita, kita berharap teman-teman kita dan para relawan untuk ramai-ramai dateng sore hari ini ketika para KPPS buat setting layout TPS tentu mereka hadir di lokasi tempat buat TPS, minta C6 di situ," kata Putu.
Hal itu disampaikannya di Media Center Badja (Basuki-Djarot), di Jalan Cemara, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (18/4/2017).
Putu menambahkan, jika KPPS masih tidak mau memberikan C6 sore ini, ia meminta untuk divideokan dan diviralkan.
(Baca juga: Djarot: Pukul 16.00 WIB, Semua Formulir C6 Harus Terdistribusikan! )
Mantan Komisioner KPU itu mengancam, pihaknya akan mempidanakan KPPS yang tidak memberikan C6 kepada warga yang punya hak pilih.
"Harga mati, wajib hukumnya C6 (ada) di tangan, karena takut disalahgunakan orang lain. Kalau mereka (KPPS) ngeyel tidak diberikan (C6), videokan, viralkan sehingga kemudian pada saatnya kita pidanakan," ujar Putu.
Pihaknya punya kekhawatiran bahwa C6 yang tidak didistribusikan kepada yang berhak akan disalahgunakan seperti kasus yang terjadi pada putaran pertama, yakni digunakan untuk orang lain memilih.
"Kita tidak ingin ada upaya-upaya sistematis yang menghalangi hak pemilih kita yang harusnya diberikan C6," ujar Putu.