Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jalu Priambodo

Direktur Eksekutif Lembaga Kajian INSTRAT.

Menggugat Rasionalitas Pemilih DKI

Kompas.com - 18/04/2017, 19:38 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorLaksono Hari Wiwoho

Amartya Sen berargumen bahwa pengambilan keputusan seorang individu pada realitasnya tidak hanya terkait dengan kepentingan pribadinya saja. Sen menambahkan bahwa simpati dan komitmen merupakan elemen penting yang juga diperhatikan dalam pengambilan keputusan individu. Adanya simpati dan komitmen bahkan terkadang membuat individu mengambil keputusan yang sebenarnya merugikan dirinya secara personal.

Dalam kasus Pilkada DKI, sesungguhnya pemilih juga memiliki pertimbangan komitmen dan simpati ini. Keengganan pemilih memilih salah satu kandidat yang menghina agama lain bukan merupakan pertanda bangkitnya politik identitas. Alih-alih, tindakan tersebut merupakan bentuk komitmennya terhadap nilai yang dia anut serta komitmennya untuk menjaga kerukunan sosial.

Pun keengganan pemilih mendukung kandidat yang sering emosional dan memaki orang lain bukan merupakan pertanda kehadiran pemilih emosional. Pemilih tersebut pada dasarnya sedang bersimpati dengan orang lain yang terkena makian sang kandidat. Dia menempatkan diri pada posisi orang tersebut dan ini hanya bisa terjadi karena sifat manusia sebagai makhluk sosial.  

Memutuskan sesuatu membutuhkan energi untuk mengumpulkan informasi dan berpikir. Tak jarang seorang agen rasional akan mengabaikan beberapa hal yang mungkin krusial di masa mendatang demi keuntungan jangka pendek. Itulah kenapa dalam mengukur rasionalitas ada asumsi keterbatasan kognitif yang menyebabkan rasionalitas pemilih tidak sempurna.

Politik uang menjadi berbahaya dalam demokrasi sebab ia mengarahkan pemilih pada keuntungan-keuntungan jangka pendek dan mengabaikan risiko pilihan di masa mendatang. Berkembangnya model politik uang seperti pembagian sembako, bingkisan uang, maupun menjanjikan uang tunai ketika kandidat tertentu menang menunjukkan politik uang terus ada.

Sungguh sangat disayangkan ketika politik uang tidak ditangani oleh aparat secara serius. Padahal dampak kerusakannya sama dengan dampak kerusakan yang disebabkan korupsi.

Fitnah yang berkembang dalam pilkada juga dapat membuat pemilih mengalami misinformasi. Misinformasi ini menyebabkan keputusan yang diambil pun menjadi tidak sesuai dengan tujuan awal pemilih. Aparat perlu menindak tegas setiap penyebaran fitnah dalam pelaksanaan pilkada.

Mendekati masa pemungutan suara, perhatian publik akan banyak tertuju pada bagaimana pemilih memutuskan masa depan DKI Jakarta.

Dalam beberapa rilis lembaga survei, publik dapat melihat bagaimana ketatnya elektabilitas dua pasang calon Pilkada DKI. Ini berarti sedikit perbedaan suara saja dapat memengaruhi keseluruhan akhir pemilihan. Maka dari itu, peran penyelenggara pemilu serta aparat keamanan akan menjadi sangat krusial.  

Fokus aparat dan penyelenggara harusnya ditujukan untuk mengawal energi berpikir publik dalam mengambil keputusan yang akan memengaruhi jangka panjang DKI Jakarta. Aparat perlu menindak tegas semua bentuk fitnah dan politik uang, alih-alih mengawalnya. Sebab, fitnah dan politik uang inilah yang sesungguhnya merusak rasionalitas pemilih.

Pada akhirnya, semua pemilih akan melakukan rasionalisasi terhadap pilihannya masing-masing. Hasil pilihan ini haruslah diterima oleh seluruh pihak, baik yang menang maupun yang kalah. Sebab, itulah esensi demokrasi, di mana ada penghormatan terhadap keputusan tiap individu warga yang dibuat secara bebas, tanpa adanya penghakiman terhadap pilihan tersebut.  


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pembunuh Perempuan Dalam Koper Tak Melawan Saat Ditangkap Polisi di Palembang

Pembunuh Perempuan Dalam Koper Tak Melawan Saat Ditangkap Polisi di Palembang

Megapolitan
Said Iqbal Minta Prabowo Hapus UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan

Said Iqbal Minta Prabowo Hapus UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan

Megapolitan
Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Ajak Korban Masuk ke Kamar Hotel di Bandung

Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Ajak Korban Masuk ke Kamar Hotel di Bandung

Megapolitan
Said Iqbal: Upah Buruh di Jakarta yang Ideal Rp 7 Juta Per Bulan

Said Iqbal: Upah Buruh di Jakarta yang Ideal Rp 7 Juta Per Bulan

Megapolitan
Ikut Demo May Day 2024, Buruh Wanita Rela Panas-panasan demi Memperjuangkan Upah yang Layak

Ikut Demo May Day 2024, Buruh Wanita Rela Panas-panasan demi Memperjuangkan Upah yang Layak

Megapolitan
Dua Orang Terluka Imbas Kecelakaan di Tol Jakarta-Cikampek

Dua Orang Terluka Imbas Kecelakaan di Tol Jakarta-Cikampek

Megapolitan
Korban Kedua yang Tenggelam di Sungai Ciliwung Ditemukan Tewas 1,2 Kilometer dari Lokasi Kejadian

Korban Kedua yang Tenggelam di Sungai Ciliwung Ditemukan Tewas 1,2 Kilometer dari Lokasi Kejadian

Megapolitan
Rayakan 'May Day Fiesta', Massa Buruh Mulai Padati Stadion Madya GBK

Rayakan "May Day Fiesta", Massa Buruh Mulai Padati Stadion Madya GBK

Megapolitan
Fahira Idris: Gerakan Buruh Terdepan dalam Perjuangkan Isu Lintas Sektoral

Fahira Idris: Gerakan Buruh Terdepan dalam Perjuangkan Isu Lintas Sektoral

Megapolitan
Polisi Tangkap Pembunuh Wanita Dalam Koper di Bekasi

Polisi Tangkap Pembunuh Wanita Dalam Koper di Bekasi

Megapolitan
Hadiri 'May Day Fiesta', Massa Buruh Mulai Bergerak Menuju GBK

Hadiri "May Day Fiesta", Massa Buruh Mulai Bergerak Menuju GBK

Megapolitan
Pakai Caping Saat Aksi 'May Day', Pedemo: Buruh seperti Petani, Semua Pasti Butuh Kami...

Pakai Caping Saat Aksi "May Day", Pedemo: Buruh seperti Petani, Semua Pasti Butuh Kami...

Megapolitan
Penyebab Mobil Terbakar di Tol Japek: Pecah Ban lalu Ditabrak Pikap

Penyebab Mobil Terbakar di Tol Japek: Pecah Ban lalu Ditabrak Pikap

Megapolitan
Massa Buruh Nyalakan 'Flare' dan Kibarkan Bendera di Monas

Massa Buruh Nyalakan "Flare" dan Kibarkan Bendera di Monas

Megapolitan
Ribuan Buruh Ikut Aksi 'May Day', Jalanan Jadi 'Lautan' Oranye

Ribuan Buruh Ikut Aksi "May Day", Jalanan Jadi "Lautan" Oranye

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com