Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Wisnu Nugroho
Pemimpin Redaksi Kompas.com

Wartawan Kompas. Pernah bertugas di Surabaya, Yogyakarta dan Istana Kepresidenan Jakarta dengan kegembiraan tetap sama: bersepeda. Menulis sejumlah buku tidak penting.

Tidak semua upaya baik lekas mewujud. Panjang umur upaya-upaya baik ~ @beginu

Kutukan Petahana di Putaran Kedua Berulang di Pilkada DKI Jakarta

Kompas.com - 19/04/2017, 18:32 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorHeru Margianto

Di putaran pertama, 15 Februari 2017, Ahok-Djarot unggul dengan 42,99 persen disusul Anies Baswedan-Sandiaga Uno (Anies-Sandi) dengan 39,95 persen dan Agus Harimurti Yudhoyono-Syliana Murni dengan 17,06 persen. 

Karena tidak ada pasangan yang meraih suara lebih dari 50 persen, putaran kedua digelar. Ahok-Djarot berhadap-hadapan dengan Anies-Sandi.

Meskipun real count oleh Komisi Pemilihan Umum DKI Jakarta belum selesai dihitung, berdasarkan hasil quick count (hitung cepat) sejumlah lembaga survei yang nyaris sama dan selisih perolehan suara yang jauh, petahana hampir pasti tumbang di putaran kedua.

(Baca: Hasil Final Quick Count Kompas: Ahok-Djarot 42 Persen, Anies-Sandi 58 Persen)

Menangi putaran pertama

Namun, petahana tidak perlu berkecil hati. Pemilu Indonesia mencatat hal manis juga terkait petahana yang ingin melanjutkan kekuasaanya di periode kedua.

Selain mencatat kutukan petahana di putaran kedua, sejarah Pemilu Indonesia memberi catatan untuk petahana agar bisa mempertahankan jabatannya.

Baru satu memang catatannya. Namun, catatan ini menggenapi catatan soal kutukan petahana di putaran kedua atau semacam tips bagi petahana untuk menghindari kutukan di putaran kedua.

Bagi petahana, jika hendak tetap bertahan dan berkuasa, menang di putaran pertama adalah keharusan. Jangan pikirkan putaran kedua. Tidak menang di putaran pertama artinya kalah di putaran kedua. 

Untuk catatan kemenangan petahana di putaran pertama sehingga kekuasaannya bisa dipertahankan, kita perlu menengok Pilpres 2009. Untuk Pilpres 2009, kita perlu melihat prestasi SBY yang memilih berpasangan dengan Boediono.

Di Pilpres 8 Juli 2009, SBY-Boediono meraih 60,80 persen suara menyingkirkan langsung pasangan Megawati Soekarnoputri-Prabowo Subianto yang meraih 26,79 persen suara dan pasangan Jusuf Kalla-Wiranto yang meraih 12,41 persen suara.

KOMPAS/ALIF ICHWAN Ilustrasi. Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (kiri) dan Anas Urbaningrum. Gambar diambil pada Minggu (17/2/2013).
Kemenangan SBY di Pilpres 2009 didahului kemenangan Partai Demokrat yang dalam Pemilu 2009 unggul dengan 20,85 persen suara. Partai yang baru dua kali ikut Pemilu ini mengalahkan partai-partai yang lebih mengakar seperti Golkar dan PDI-P. 

Sebuah prestasi yang membanggakan dan membaut sejumlah orang yang tidak bisa menerima masih geleng-geleng kepala. 

Soal bagaimana kemenangan SBY dan Partai Demokrat di Pemilu 2009 diraih, kita bisa berdebat melihat nasib Partai Demokrat dan sejumlah kadernya saat ini. Namun, hasil luar biasa SBY dan Partai Demokrat tercatat dalam sejarah Pemilu di Indonesia.

Mengubah atau mengulang sejarah

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Istri Oknum Pejabat Kemenhub Akui Suaminya Ucap Sumpah Sambil Injak Kitab Suci

Istri Oknum Pejabat Kemenhub Akui Suaminya Ucap Sumpah Sambil Injak Kitab Suci

Megapolitan
Polisi Tangkap Pelaku Tabrak Lari di Gambir yang Sebabkan Ibu Hamil Keguguran

Polisi Tangkap Pelaku Tabrak Lari di Gambir yang Sebabkan Ibu Hamil Keguguran

Megapolitan
Polisi Akan Datangi Rumah Pemilik Fortuner yang Halangi Perjalanan Ambulans di Depok

Polisi Akan Datangi Rumah Pemilik Fortuner yang Halangi Perjalanan Ambulans di Depok

Megapolitan
Polisi Selidiki Kasus Penistaan Agama yang Diduga Dilakukan Oknum Pejabat Kemenhub

Polisi Selidiki Kasus Penistaan Agama yang Diduga Dilakukan Oknum Pejabat Kemenhub

Megapolitan
Viral Video Perundungan Pelajar di Citayam, Korban Telepon Orangtua Minta Dijemput

Viral Video Perundungan Pelajar di Citayam, Korban Telepon Orangtua Minta Dijemput

Megapolitan
Curhat Warga Rawajati: Kalau Ada Air Kiriman dari Bogor, Banjirnya kayak Lautan

Curhat Warga Rawajati: Kalau Ada Air Kiriman dari Bogor, Banjirnya kayak Lautan

Megapolitan
Heru Budi Bakal Lanjutkan Pelebaran Sungai Ciliwung, Warga Terdampak Akan Didata

Heru Budi Bakal Lanjutkan Pelebaran Sungai Ciliwung, Warga Terdampak Akan Didata

Megapolitan
Ibu Hamil Jadi Korban Tabrak Lari di Gambir, Kandungannya Keguguran

Ibu Hamil Jadi Korban Tabrak Lari di Gambir, Kandungannya Keguguran

Megapolitan
Jawab Kritikan Ahok Soal Penonaktifan NIK KTP, Heru Budi: Pemprov DKI Hanya Menegakkan Aturan

Jawab Kritikan Ahok Soal Penonaktifan NIK KTP, Heru Budi: Pemprov DKI Hanya Menegakkan Aturan

Megapolitan
Paus Fransiskus ke Indonesia September 2024, KWI: Bawa Pesan Persaudaraan Umat Manusia

Paus Fransiskus ke Indonesia September 2024, KWI: Bawa Pesan Persaudaraan Umat Manusia

Megapolitan
Diterima Jadi Polisi, Casis Bintara Korban Begal: Awalnya Berpikir Saya Gagal

Diterima Jadi Polisi, Casis Bintara Korban Begal: Awalnya Berpikir Saya Gagal

Megapolitan
Polisi Kantongi Identitas Pengemudi Fortuner yang Halangi Laju Ambulans di Depok

Polisi Kantongi Identitas Pengemudi Fortuner yang Halangi Laju Ambulans di Depok

Megapolitan
Dapat Ganti Untung Normalisasi Ciliwung, Warga Rawajati Langsung Beli Rumah Baru

Dapat Ganti Untung Normalisasi Ciliwung, Warga Rawajati Langsung Beli Rumah Baru

Megapolitan
Tak Gentarnya Jukir Liar di Minimarket, Masih Nekat Beroperasi meski Baru Ditertibkan

Tak Gentarnya Jukir Liar di Minimarket, Masih Nekat Beroperasi meski Baru Ditertibkan

Megapolitan
Kilas Balik Kasus Pembunuhan Vina Cirebon, Kronologi hingga Rekayasa Kematian

Kilas Balik Kasus Pembunuhan Vina Cirebon, Kronologi hingga Rekayasa Kematian

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com