Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Laporkan Dugaan Korupsi, Empat Pegawai Peruri Ini Malah Jadi Terdakwa

Kompas.com - 29/05/2017, 16:35 WIB
Nibras Nada Nailufar

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Empat pegawai Peruri, Tri Haryanto Idang Mulyadi, Mohammad Munif Machsun, dan Marion Kova, menjalani sidang kasus dugaan pencemaran nama baik di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (29/5/2017).

Dalam eksepsi yang mereka bacakan bergantian di depan Majelis Hakim dan Jaksa, keempat pimpinan serikat pekerja Peruri yang jadi terdakwa ini membantah laporan mereka tentang dugaan korupsi di Peruri, adalah tindak pidana pencemaran nama baik.

"Perbuatan yang dilakukan oleh para terdakwa dengan cara menyurati Kepala Divisi Produksi Uang (Kadiv Produksi Uang) bernama Ir. Ashari, merupakan bentuk komunikasi, pengawasan dan pertanyaan dari pengurus serikat pekerja maupun dalam kapasitas sebagai warga negara. Bahkan Komunikasi tersebut dilakukan dengan tertulis, bernomor administratif sesuai tata cara berorganisasi dimana para terdakwa berorganisasi," ujar Haryanto dalam eksepsinya, Senin.

Munif yang sebelumnya menjabat sebagai Ketua Serikat Pekerja Peruri menuturkan kemalangan mereka bermula pada tahun 2014, ketika Peruri membeli sebuah mesin pencetak uang merk Komoro yang diproduksi di Jepang dengan harga Rp 600 miliar.

Serikat pekerja mengendus sejumlah kejanggalan dalam pengadaan ini. Salah satunya, soal kemampuan mesin yang tidak sesuai dengan spesifikasi pengadaan.

"Dalam dokumen tender di Peruri itu produksi harusnya minimal 10.000 lembar/jam. Mesin yang baru itu di katalognya hanya 3.500 lembar/jam. Sangat jauh walaupun hasilnya ada slight expert," kata Munif.

Selain itu, Peruri juga diketahui langsung melunasi 95 persen pembayaran. Padahal, Hanif meyakini direksi sebelumnya menyebut pengadaan mesin Komori bisa digunakan dulu baru dibayar belakangan.

Atas dasar kecurigaan itu, serikat pekerja kemudian menggelar rapat pleno. Dalam rapat pleno, keempat terdakwa yang merupakan pimpinan serikat pekerja, diminta untuk melaporkan ke Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tentang dugaan penyimpangan.

Tak disangka, setelah mengadukan, kekhawatiran para serikat pekerja terbukti. Silinder yang menjadi jantung mesin komori itu rusak.

Hasil audit BPK memang menyatakan tidak ditemukan kerugian negara. Namun BPK berkomitmen untuk menindaklanjuti jika di kemudian hari ditemukan kerugian.

Keempat terdakwa juga dua kali melaporkan dugaan korupsi ini ke Kejaksaan Agung. Sayangnya, tidak ada tindak lanjut nyata. Setelah dipecat dan gugatannya ditolak oleh Pengadilan Hubungan Industri (PHI), keempatnya dilaporkan ke polisi.

Polda Metro Jaya menetapkan mereka sebagai tersangka pencemaran nama baik setelah Kadiv Produksi Uang Ashari melaporkan mereka. Sidang mereka akan dilanjutkan pekan depan agenda tanggapan dari Jaksa Penuntut Umum atas eksepsi.

"Jadi suatu kewajaran bagi kami untuk laporkan ke BPK RI, tapi ternyata dalam perjalanan ke sini sebagai pengurus serikat malah dikriminalisasi," kata Hanif.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Megapolitan
Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Megapolitan
Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Megapolitan
Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Megapolitan
Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Megapolitan
Korban: Guling yang Dicuri Maling Peninggalan Almarhum Ayah Saya

Korban: Guling yang Dicuri Maling Peninggalan Almarhum Ayah Saya

Megapolitan
Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Megapolitan
Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program 'Bebenah Kampung'

Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program "Bebenah Kampung"

Megapolitan
Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Pakai Senpi, Peluru Tembus dari Pelipis Kanan ke Kiri

Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Pakai Senpi, Peluru Tembus dari Pelipis Kanan ke Kiri

Megapolitan
Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Megapolitan
Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Megapolitan
Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Megapolitan
2 Pria Rampok Taksi 'Online' di Kembangan untuk Bayar Pinjol

2 Pria Rampok Taksi "Online" di Kembangan untuk Bayar Pinjol

Megapolitan
Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Megapolitan
Polda Metro Jadwalkan Pemeriksaan Pendeta Gilbert Lumoindong Terkait Dugaan Penistaan Agama

Polda Metro Jadwalkan Pemeriksaan Pendeta Gilbert Lumoindong Terkait Dugaan Penistaan Agama

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com