Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Guru Ngaji yang Diperkosa dan Dituntut 8,5 Tahun Penjara

Kompas.com - 23/06/2017, 10:04 WIB
Nibras Nada Nailufar

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - "Kami cuma bilang, memohon untuk BL dibebaskan, itu saja," kata RK, ayah BL di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (22/6/2017).

RK menceritakan sosok putrinya yang kini dibelanya di persidangan atas tuduhan penganiayaan yang menyebabkan anak meninggal dunia.

BL adalah seorang guru mengaji berusia 15 tahun di sebuah kampung di Cikeusik, Pandeglang, Banten.

Ia bekerja sebagai guru mengaji bagi anak-anak di lingkungan tempat tinggalnya itu untuk meringankan beban sang ayah yang hanya bekerja serabutan.

Namun, peristiwa tragis menimpa BL pada Juli 2016. Ia diperkosa oleh seorang pemuda setempat hingga hamil.

Karena diancam dan malu akan aib ini, BL pun tak pernah melapor atau menceritakan kejadian itu kepada siapa pun. 

Ia hanya sempat memeriksakan diri ke Puskesmas Cikeusik atas sakit perutnya. Namun, ketika itu dokter Puskesmas Cikeusik menyatakan bahwa BL sakit mag biasa.

"Enggak ada yang tahu pasa saat itu, dia tertutup, diam, mengaji seperti biasa," kata RK.

(Baca juga: Pengasuh Anak yang Buang Bayinya Ini Ternyata Korban Perkosaan)

Hingga April 2017, tak ada perubahan yang signifikan dari tubuh BL. Ia masih tetap menstruasi seperti biasa.

Ia pun memutuskan daftar ke sebuah yayasan pembantu rumah tangga agar bisa bekerja di Jakarta.

Yayasan tempatnya bekerja memalsukan usia BL menjadi 18 dan juga memotong gajinya dari Rp 1,3 juta menjadi Rp 600.000 per bulan. 

"Dia berangkat keinginan sendiri, mamanya sempat pesan supaya di Jakarta dia sekolah lagi," ujar RK.

Baru sebulan bekerja, pada 30 April 2017, insiden yang membuat BL dipenjara pun terjadi. Ia mengalami sakit perut luar biasa, kemudian ke kamar mandi untuk mengejan.

Di persidangan, BL mengaku tak tahu bahwa ia telah melahirkan bayi pagi itu. Menurut dia, hanya gumpalan yang keluar dari tubuhnya.

BL pun membuang gumpalan yang ternyata bayi itu ke tempat sampah. Dua hari kemudian, petugas kebersihan menemukan bayi terbungkus plastik dalam keadaan meninggal dunia dan melaporkannya ke polisi.

Sebelum ditetapkan sebagai tersangka oleh polisi, BL sempat dirawat di RS Fatmawati. RK yang terkejut atas insiden yang menimpa putrinya ini baru mengetahui bahwa putrinya hamil setelah diperkosa.

RK pun melapor ke Polsek Metro Kebayoran Baru kasus dugaan pemerkosaan itu. Tak lama kemudian, pemuda berinisial MO berusia 20 tahun ditangkap. Pemuda itu pun mengakui pemerkosaan tersebut.

"Kami kenakan perbuatan cabul terhadap anak di bawah umur," kata Kapolsek Metro Kebayoran Baru AKBP Teguh Wibowo ketika dikonfirmasi.

Dengan ditangkapnya MO, tak serta merta membebaskan BL dari dakwaan. BL ditahan di Rutan Pondok Bambu yang merupakan tahanan dewasa dan dituntut bersalah.

Tuntutan ini dibacakan oleh jaksa Agnes Renitha Butar Butar pada Rabu (21/6/2017) kemarin. BL dianggap melakukan penganiayaan terhadap anak yang menyebabkan meninggal seperti tertuang dalam Pasal 76 huruf c juncto Pasal 80 ayat (3) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

Keadilan untuk anak

Siti Zuma, pengacara dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Apik yang mendampingi BL, menyebut bahwa tuntutan jaksa ini melebihi ancaman pidana maksimal dan hukum acara pidana.

"Ancaman maksimal pasal 76C jo Pasal 80 ayat (3) UU Perlindungan Anak adalah 15 tahun dan untuk anak adalah setengahnya yaitu 7,5 tahun," kata Zuma ditemui di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis.

Jaksa penuntut umum dianggap tidak memiliki perspektif gender dan kepentingan terbaik untuk anak.

Selain itu, jaksa dianggap telah melanggar hukum acara karena mengabaikan kesaksian BL dalam sidang.

"Jadi tuntutan itu sudah disusun sebelum pemeriksaan terdakwa," kata Zuma.

Tuntutan itu dibacakan pada hari yang sama dengan pemberian keterangan BL. Dalam tuntutannya, jaksa menyebut keterangan BL berbelit-belit dan dianggap sebagai hal yang memberatkan.

Keluarga dan kuasa hukum berharap BL dibebaskan dari segala dakwaan. Sebab, menurut keluara dan kuasa hukum, BL tak menyadari bahwa ia hamil dan melahirkan.

Ini dianggap sebagai sebuah konsekuensi hidup di bawah kemiskinan dan tanpa akses pendidikan.

Direktur LBH Apik Jakarta Veni Siregar menyampaikan, BL adalah korban kemiskinan dan pemerkosaan sehingga ia seharusnya tak dihukum atas ketidaktahuannya itu.

Veni menyebut, sepanjang 2017 ini, sudah tiga kasus korban kekerasan seksual yang menjadi terdakwa atas kematian bayi yang dilahirkan akibat perkosaan.

"Berdasarkan kasus yang kami tangani, korban kekerasan seksual umumnya tidak mengetahui kehamilan dirinya, dan sudah datang ke dokter, namun dokter menyatakan tidak hamil, kemudian melahirkan tanpa penolongan dan membuang bayinya," katanya.

Hal yang sama diungkap ahli kesehatan reproduksi dr Budi Wahyuni yang juga menjadi saksi ahli dalam kasus ini.

Menurut dia, sangat dimungkinkan pada zaman ini masih ada anak yang tidak mengerti kehamilan karena memang tidak pernah mendapat informasi tentang itu.

"Pendidikan kesehatan reproduksi masih terus diperdebatkan, dan anak-anak akhirnya mendapatkan informasi yang tidak benar, milsalkan kalau masih mentruasi berarti tidak hamil, padahal kehamilan hanya bisa dibuktikan dengan tes urine dan USG," ujar Budi.

Untuk itu, LBH Apik menuntut BL dibebaskan dan mendapatkan rehabilitasi. MO, pemerkosanya, juga dituntut agar bertanggung jawab secara pidana atas kematian bayi yang dikandung BL.

(Baca juga: Keluarga dan Pengacara Minta Remaja yang Buang Bayinya Dibebaskan)

LBH Apik juga menuntut agar Jaksa Pengawas dan Komisi Kejaksaan RI memeriksa Jaksa Penuntut Umum serta Kasipidum Kejaksaan Negara Jakarta Selatan atas tuntutan melebih ancaman pidana maksimal dan hukum acara pidana.

Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung juga diminta untuk melakukan pembinaan dan peningkatan kapasitas kepada hakim kasus anak untuk melaksanakan persidangan yang ramah anak.

Jaksa dalam kasus ini adalah Agnes Renitha Butar Butar, sedangkan majelis hakimnya yakni Fahima Basyir, Martin Ponto, dan Rusdianto.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Aktor Utama Pabrik Narkoba di Bogor Masih Buron, Polisi: Sampai Lubang Semut Pun Kami Cari

Aktor Utama Pabrik Narkoba di Bogor Masih Buron, Polisi: Sampai Lubang Semut Pun Kami Cari

Megapolitan
Polisi Amankan 8 Orang Terkait Kasus Pembacokan Remaja di Depok, 4 Ditetapkan Tersangka

Polisi Amankan 8 Orang Terkait Kasus Pembacokan Remaja di Depok, 4 Ditetapkan Tersangka

Megapolitan
Bukan Melompat, Disdik DKI Sebut Siswa SMP Jaksel Terpeleset dari Lantai 3

Bukan Melompat, Disdik DKI Sebut Siswa SMP Jaksel Terpeleset dari Lantai 3

Megapolitan
Insiden Siswa SMP Lompat dari Lantai 3, KPAI Minta Disdik DKI Pasang Sarana Keselamatan di Sekolah

Insiden Siswa SMP Lompat dari Lantai 3, KPAI Minta Disdik DKI Pasang Sarana Keselamatan di Sekolah

Megapolitan
3 Saksi Diperiksa Polisi dalam Kasus Dugaan Penistaan Agama yang Jerat Pejabat Kemenhub

3 Saksi Diperiksa Polisi dalam Kasus Dugaan Penistaan Agama yang Jerat Pejabat Kemenhub

Megapolitan
Seorang Pria Tewas Tertabrak Kereta di Matraman

Seorang Pria Tewas Tertabrak Kereta di Matraman

Megapolitan
Disdik DKI Bantah Siswa di Jaksel Lompat dari Lantai 3 Gedung Sekolah karena Dirundung

Disdik DKI Bantah Siswa di Jaksel Lompat dari Lantai 3 Gedung Sekolah karena Dirundung

Megapolitan
BNN Masih Koordinasi dengan Filipina Soal Penjemputan Gembong Narkoba Johan Gregor Hass

BNN Masih Koordinasi dengan Filipina Soal Penjemputan Gembong Narkoba Johan Gregor Hass

Megapolitan
Polisi Minta Keterangan MUI, GBI, dan Kemenag Terkait Kasus Dugaan Penistaan Agama Pendeta Gilbert

Polisi Minta Keterangan MUI, GBI, dan Kemenag Terkait Kasus Dugaan Penistaan Agama Pendeta Gilbert

Megapolitan
Walkot Depok: Bukan Cuma Spanduk Supian Suri yang Kami Copot...

Walkot Depok: Bukan Cuma Spanduk Supian Suri yang Kami Copot...

Megapolitan
Satpol PP Copot Spanduk Supian Suri, Walkot Depok: Demi Allah, Saya Enggak Nyuruh

Satpol PP Copot Spanduk Supian Suri, Walkot Depok: Demi Allah, Saya Enggak Nyuruh

Megapolitan
Polisi Bakal Panggil Indonesia Flying Club untuk Mengetahui Penyebab Jatuhnya Pesawat di BSD

Polisi Bakal Panggil Indonesia Flying Club untuk Mengetahui Penyebab Jatuhnya Pesawat di BSD

Megapolitan
Siswi SLB di Jakbar Dicabuli hingga Hamil, KPAI Siapkan Juru Bahasa Isyarat dan Pendampingan

Siswi SLB di Jakbar Dicabuli hingga Hamil, KPAI Siapkan Juru Bahasa Isyarat dan Pendampingan

Megapolitan
Ada Pembangunan Saluran Penghubung di Jalan Raya Bogor, Rekayasa Lalu Lintas Diterapkan

Ada Pembangunan Saluran Penghubung di Jalan Raya Bogor, Rekayasa Lalu Lintas Diterapkan

Megapolitan
KPAI Minta Polisi Kenakan UU Pornografi ke Ibu yang Rekam Anaknya Bersetubuh dengan Pacar

KPAI Minta Polisi Kenakan UU Pornografi ke Ibu yang Rekam Anaknya Bersetubuh dengan Pacar

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com