JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) memblokir layanan web milik aplikasi pesan singkat Telegram di Indonesia. Pemblokiran dilakukan terhadap sejumlah URL yang digunakan untuk mengakses Telegram dari peramban (browser) desktop maupun mobile.
Dirjen Aplikasi Informatika Kemenkominfo Semuel Abrijani Pangerapan menjelaskan sejumlah alasan pemblokiran layanan web milik Telegram itu. Salah satunya yakni terkait rencana pembunuhan terhadap mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang terdeteksi di Telegram. Rencana pembunuhan terhadap Ahok dibarengi dengan rencana pengeboman mobil dan tempat ibadah pada 23 Desember 2015.
Baca: Rencana Pembunuhan Ahok Terdeteksi dalam Aplikasi Telegram
"Data ini kami terima dari Densus (Detasemen Khusus). Jadi untuk detail bagaimana ancaman itu Densus yang tahu," ujar Semuel, Selasa (18/7/2017).
Selain alasan tersebut, Kemenkominfo bersama Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) memiliki sejumlah alasan lain mengapa layanan Telegram diblokir. Alasan utamanya, Telegram dinilai sebagai tempat beredarnya konten radikalisme dan terorisme.
Sejak 2015, sudah ada 17 aksi terorisme yang memanfaatkan Telegram sebagai alat komunikasinya.
Rencana pembunuhan Ahok
Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat mengatakan, ancaman pembunuhan terhadap Ahok sudah lama ada. Menurut dia, ancaman itu sudah sudah ada bahkan sebelum yang disebut Kemenkominfo terdeteksi di Telegram itu.
"Ancamannya sudah lama, bahkan sebelum masuk di Telegram saya sudah denger juga ya ancaman seperti itu (pembunuhan terhadap Ahok)," kata Djarot, Rabu kemarin.
Djarot mengatakan, salah satu ancaman yang dihadapi Ahok yakni saat dia akan menjalani hukuman di Rutan Cipinang pasca-sidang putusan hingga dipindah ke Rutan Mako Brimob. Namun, Djarot tidak menjelaskan ancaman yang dimaksud.
Setelah kasus Ahok berkekuatan hukum tetap, Djarot pun bersikeras meminta Ahok tetap ditahan di Rutan Mako Brimob karena dinilai lebih aman dibandingkan Lapas Cipinang.
"Ancaman real-nya (di Cipinang), makanya saya berani saya sampaikan seperti itu, saya bilang lebih aman di Mako (Rutan Mako Brimob) daripada di Cipinang," ujar Djarot.
Baca juga: Djarot: Ancaman untuk Ahok Sudah Lama bahkan Sebelum Masuk Telegram
Salah satu pengacara Ahok, I Wayan Sudhirta, mengamini ucapan Djarot soal adanya ancaman di dalam Rutan Cipinang. Wayan menceritakan peristiwa malam perpindahan Ahok dari Rutan Cipinang ke Mako Brimob setelah Ahok divonis 2 tahun penjara dan langsung ditahan.
Wayan mengatakan dia sampai harus menemani Ahok hingga pagi. Situasi saat itu, kata Wayan, cukup menegangkan. Meski demikian, Wayan tidak menegaskan apakah ada percobaan pembunuhan Ahok pada malam itu.
"Harus dipindah malam itu kalau mau Ahok selamat," ujar Wayan, Rabu.
Wayan juga menyebut ancaman dan rencana pembunuhan terhadap kliennya bukan hanya dalam Telegram. Dia lalu merujuk pada viralnya video anak-anak yang berteriak bunuh Ahok.
"(Ancaman pembunuhan) itu bukan hanya di situ (Telegram). Pak Ahok sudah di Mako Brimob saja masih ada demo 'bunuh Ahok bunuh Ahok', termasuk oleh anak-anak. Ini sudah sangat terbuka dan bukan isapan jempol," kata dia.
Wayan mengatakan banyak orang yang tidak pernah merasa puas dengan apa yang menimpa Ahok. Saat Ahok ditetapkan sebagai tersangka, kata Wayan, mereka tidak puas. Begitupun ketika Ahok menjadi terdakwa dan dituntut jaksa dengan hukuman percobaan.
"Akhirnya dihukum dua tahun dan harus ditahan, sudah itu enggak puas juga, Ahok mengundurkan diri supaya lancar dan Ahok buktikan tidak haus jabatan. Tapi tidak puas juga dan masih teriak bunuh Ahok," tutur Wayan.
Lihat juga: Ancaman Pembunuhan Ahok Tak hanya di Aplikasi Telegram
Telegram akan kembali dibuka
Kemenkominfo berencana membuka kembali layanan web milik Telegram yang diblokir. Pembukaan kembali menunggu hasil perundingan mengenai standard operating procedure (SOP) antara Kemenkominfo dengan Telegram.
"Ya kalau memang sudah beres (SOP), kenapa enggak dibuka? Kalau sudah beres, sudah bersih, masyarakat mau juga kan itu dibuka lagi?" ujar Menkominfo, Rudiantara, Selasa lalu.
Saat ini, Kemenkominfo sedang menjalin komunikasi dengan pihak Telegram. Sudah ada beberapa poin yang direncanakan akan disepakati. Pertama, pihak Telegram akan mengalokasikan sumber dayanya di Indonesia. Perwakilan Telegram di Indonesia itu berguna jika menemui persoalan, pemerintah Indonesia mudah berkoordinasi dengan Telegram.
Kedua, pihak Telegram berkomitmen menerapkan self censoring. Jika ada konten yang berkaitan dengan radikalisme dan terorisme, muncul peringatan ke perusahaan platform dan bisa diberitahukan kepada pemerintah Indonesia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.