Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sandiaga: Masa Tidak Ada Teknologi yang Bisa Dorong Suplai Garam?

Kompas.com - 07/08/2017, 17:23 WIB
Kontributor Amerika Serikat, Andri Donnal Putera

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Gubernur terpilih DKI Jakarta Sandiaga Uno menjelaskan ucapannya beberapa hari lalu yang mempertanyakan kenapa Indonesia dengan sumber daya alam melimpah masih harus mengimpor garam.

Menurut dia, selain soal sumber daya alam, garam maupun bahan pangan lainnya bisa mudah dihadirkan melalui perkembangan teknologi terkini.

"Masa tidak ada teknologi yang bisa mendorong agar kita bisa lebih memiliki kemandirian dalam suplai pasokan garam maupun bahan-bahan pangan yang lain," kata Sandi usai menghadiri pameran teknologi dan inovasi Habibie Festival di JIExpo Kemayoran, Jakarta Pusat, Senin (7/8/2017).

Sandi mencontohkan, di Nusa Tenggara Timur, ada sekelompok anak muda yang berinovasi mendesain teknologi untuk menyuburkan lahan dalam kondisi kering.

Baca: Sandiaga: Bu Susi Menyindir Kawan-kawan Saya

Lahan yang kering itu bisa disuburkan melalui rekayasa akar rumput yang dilakukan sedemikian rupa, sehingga tanaman dapat tumbuh di tempat yang tandus sekalipun.

Menurut Sandi, teknologi yang sama bukan tidak mungkin bisa dibuat untuk menyediakan garam. Meski begitu, Sandi belum menyebutkan teknologi yang dia maksud untuk garam sudah ada dan telah diterapkan di tengah masyarakat.

Pernyataan Sandi sebelumnya soal impor garam mendapat perhatian dari Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti.

Susi memandang, seharusnya Sandi mempertanyakan hal tersebut pada teman-temannya sesama pengusaha, mengapa Indonesia yang sumber daya alamnya berlimpah masih harus impor garam.

Menurut Susi, dirinya baru 2,5 tahun menjabat Menteri Kelautan dan Perikanan dan mengetahui fakta di lapangan bahwa harga garam di kalangan petani sangat rendah, yakni Rp 400 per kilogram.

Baca: Sandiaga: Indonesia Lautnya Luas tapi Impor Garam, Salahnya di Mana?

Rendahnya harga garam petani disebabkan banyak masuknya garam impor murah saat petani garam sedang panen.

Akibatnya, harga jual garam di tingkat petani menjadi sangat rendah. Sejak 2015 lalu, Susi sempat mengungkapkan ada tujuh perusahaan yang bukan produsen-importir tapi mengimpor garam industri.

Hal ini membuat garam impor industri merembes ke pasar dan memukul harga garam produksi petani. Mantan Menteri Koordinator Kemaritiman Rizal Ramli bahkan pernah menyebut tujuh pengusaha itu sebagai begal garam.

Mereka diduga melakukan praktik kartel garam dengan menetapkan kuota impor garam yang dampaknya bisa membahayakan industri dan petani garam nasional.

Kompas TV Kelangkaan garam yang terjadi di sejumlah tempat di Pulau Jawa menyebabkan harga garam semakin mahal. 
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Polda Metro Jaya Kerahkan 3.454 Personel Amankan Hari Buruh di Jakarta

Polda Metro Jaya Kerahkan 3.454 Personel Amankan Hari Buruh di Jakarta

Megapolitan
Terima Mandat Partai Golkar, Benyamin-Pilar Saga Tetap Ikut Bursa Cawalkot Tangsel dari PDIP

Terima Mandat Partai Golkar, Benyamin-Pilar Saga Tetap Ikut Bursa Cawalkot Tangsel dari PDIP

Megapolitan
Brigadir RAT Bunuh Diri dengan Pistol, Psikolog: Perlu Dicek Riwayat Kesehatan Jiwanya

Brigadir RAT Bunuh Diri dengan Pistol, Psikolog: Perlu Dicek Riwayat Kesehatan Jiwanya

Megapolitan
'Mayday', 15.000 Orang Buruh dari Bekasi Bakal Unjuk Rasa ke Istana Negara dan MK

"Mayday", 15.000 Orang Buruh dari Bekasi Bakal Unjuk Rasa ke Istana Negara dan MK

Megapolitan
Maju Pilkada 2024, 2 Kader PDI-P yang Pernah Jadi Walkot Bekasi Juga Daftar Lewat PKB

Maju Pilkada 2024, 2 Kader PDI-P yang Pernah Jadi Walkot Bekasi Juga Daftar Lewat PKB

Megapolitan
3 Juta KTP Warga DKI Bakal Diganti Jadi DKJ pada Tahun Ini, Dukcapil: Masih Menunggu UU DKJ Diterapkan

3 Juta KTP Warga DKI Bakal Diganti Jadi DKJ pada Tahun Ini, Dukcapil: Masih Menunggu UU DKJ Diterapkan

Megapolitan
Saat Tekanan Batin Berujung pada Kecemasan yang Dapat Membuat Anggota Polisi Bunuh Diri

Saat Tekanan Batin Berujung pada Kecemasan yang Dapat Membuat Anggota Polisi Bunuh Diri

Megapolitan
PMI Jakbar Ajak Masyarakat Jadi Donor Darah di Hari Buruh

PMI Jakbar Ajak Masyarakat Jadi Donor Darah di Hari Buruh

Megapolitan
Gulirkan Nama Besar Jadi Bacagub DKI, PDI-P Disebut Ingin Tandingi Calon Partai Lain

Gulirkan Nama Besar Jadi Bacagub DKI, PDI-P Disebut Ingin Tandingi Calon Partai Lain

Megapolitan
Anggota Polisi Bunuh Diri, Psikolog Forensik: Ada Masalah Kesulitan Hidup Sekian Lama...

Anggota Polisi Bunuh Diri, Psikolog Forensik: Ada Masalah Kesulitan Hidup Sekian Lama...

Megapolitan
Warga Sebut Pabrik Arang di Balekambang Sebelumnya Juga Pernah Disegel

Warga Sebut Pabrik Arang di Balekambang Sebelumnya Juga Pernah Disegel

Megapolitan
Pengelola Sebut Warga Diduga Jual Beli Rusun Muara untuk Keuntungan Ekspres

Pengelola Sebut Warga Diduga Jual Beli Rusun Muara untuk Keuntungan Ekspres

Megapolitan
Nama Andika Perkasa Masuk Bursa Cagub DKI 2024, Pengamat: PDI-P Harus Gerak Cepat

Nama Andika Perkasa Masuk Bursa Cagub DKI 2024, Pengamat: PDI-P Harus Gerak Cepat

Megapolitan
Polisi Tutup Kasus Kematian Brigadir RAT, Kompolnas: Sudah Tepat karena Kasus Bunuh Diri

Polisi Tutup Kasus Kematian Brigadir RAT, Kompolnas: Sudah Tepat karena Kasus Bunuh Diri

Megapolitan
Pengedar Narkoba yang Ditangkap di Depok Konsumsi Ganja Berbentuk 'Liquid'

Pengedar Narkoba yang Ditangkap di Depok Konsumsi Ganja Berbentuk "Liquid"

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com