BEKASI, KOMPAS.com – Sebanyak 72 orang siswa mengaku tak bisa mengikuti proses belajar meski telah diterima di SMAN 10 Kota Bekasi.
Salah satu orangtua siswa mengatakan, kekisruhan ini merupakan dampak dari sistem zonasi yang diberlakukan dalam proses penerimaan murid baru.
Sistem zonasi ini mengatur agar anak-anak yang kediamannya berada di dekat sekolah memiliki peluang lebih baik untuk diterima di sekolah tersebut.
Namun, dalam kasus SMAN 10 Kota Bekasi puluhan siswa ini tak diterima setelah mengikuti dua gelombang proses penerimaan peserta didik baru (PPDB) online.
Baca: TA 2013-2014, Pendaftaran Siswa di DKI Gunakan Sistem Zonasi
“Waktu itu ada 20 orangtua siswa, bersama Wali Kota Bekasi dan Pak Muin (anggota DPRD Kota Bekasi) datang ke SMAN 10, menanyakan alasan mengapa anak-anak ini tidak diterima di sekolah tersebut,” ujar salah satu orangtua murid, Vhasti (45) warga Kelurahan Pejuang, Kecamatan Medan Satria, Kota Bekasi, Selasa (8/8/2017).
Dia menjelaskan, ke-20 orangtua siswa ini memang tinggal di sekitar lingkungan SMAN 10 Kota Bekasi.
Dari pertemuan tersebut, kata Vhasti, Wali Kota Bekasi mengatakan jika memungkinkan akan dibuat dua kelas baru menggunakan APBD.
Singkat cerita, kata Vhasti, keputusannya 20 orang siswa akhirnya diterima dan kemudian bertambah menjadi 72 orang siswa.
Alhasil sekolah kekurangan ruang kelas akibat tambahan 72 murid itu. Sehingga mereka harus menggunakan kelas di sebuah sekolah swasta yang letaknya dekat dengan SMAN 10.
“Kami memegang ucapan pak wali, dua kelas boleh dengan catatan satu kelas 36 orang. Saat itu Kepala Sekolah SMAN 10, Pak Waluyo juga enggak kasih kuota berapa siswa yang diterima,” kata Vhasti.
Setelah diterima, 72 siswa itu diperbolehkan mengikuti masa pengenalan lingkungan sekolah (MPLS) di SMAN 10 Kota Bekasi pada 17-19 Juli 2017.
Namun, Vhasti mengaku, hingga kini dia belum melakukan daftar ulang. Sebab untuk pendaftaran ulang ke-72 siswa ini akan ditetapkan jadwal daftar ulang tersendiri.
Selain belum mendaftar ulang, Vhasti melanjutkan, orangtua dari ke-72 murid tambahan ini belum melakukan pembayaran apapun.
Namun, pada 20 dan 21 Juli 2017, seluruh 72 siswa tersebut diliburkan sehingga membingungkan para orangtua.