JAKARTA, KOMPAS.com - Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat bercerita, Pemprov DKI Jakarta pernah menagih pajak terutang Rp 40 miliar kepada penunggak pajak. Dalam waktu dua jam, wajib pajak itu langsung melunasi tunggakannya tersebut.
Djarot mengatakan, hal tersebut berkat kerja sama Pemprov DKI, yakni Badan Pajak dan Retribusi Daerah (BPRD) DKI Jakarta, dengan KPK.
"Saya terima kasih sama KPK karena wajib pajak yang bandel dan kemudian kami undang dan dalam tempo dua jam kami langsung mendapatkan dana Rp 40 miliar," ujar Djarot di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan.
Djarot mengatakan, kerja sama tersebut mendorong wajib pajak untuk taat membayar pajak. Dengan demikian, penerimaan pajak di DKI Jakarta bisa optimal.
"Jadi terima kasih pada KPK. (Perjanjian kerja sama) supaya warga negara, para wajib pajak itu taat," kata Djarot.
Baca: Pemprov DKI Integrasikan Data Wajib Pajak dengan KPK
Hingga saat ini, sudah dua kali Pemprov DKI menandatangani perjanjian kerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sebelumnya, BPRD DKI Jakarta pernah menggandeng KPK pada Februari 2017 untuk menangani para wajib pajak yang tidak kunjung membayar tunggakan pajaknya.
Kepala BPRD DKI Jakarta Edi Sumantri pernah menjelaskan, wajib pajak yang tidak menggubris, mulai dari surat pemberitahuan tunggakan pajak, peringatan, sampai surat paksa, akan dipanggil oleh KPK sebagai langkah akhir.
Baca: KPK Kawal Pencapaian Target Pajak Pemprov DKI Jakarta
Kerja sama dengan KPK bertujuan untuk meningkatkan kesadaran mereka menunaikan kewajibannya.
"Biasanya orang kan cuek saja sama orang pajak. Tapi, pas dipanggil KPK, ada efek kejutnya. Harapannya wajib pajak bisa lancar bayar pajak mereka," kata Edi, Kamis (30/3/2017).
Baca: Banyak Kendaraan Belum Bayar Pajak, Pemprov DKI Berpotensi Rugi Rp 1,2 Triliun
BPRD DKI bersama KPK juga bisa menyita kendaraan bermotor atau harta milik wajib pajak yang pajaknya tidak dibayar sesuai ketentuan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.