JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Daerah DKI Jakarta Saefullah mengatakan Provinsi DKI Jakarta mendapat opini wajar dengan pengecualian (WDP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sejak 2013. Menurut dia, hal ini menjadi tantangan yang harus dijawab untuk mendapat opini wajar tanpa pengecualian (WTP) seperti pada 2012.
"Ini adalah suatu pertanyaan yang harus kami kejar. 2012 WTP, kenapa 2013, 2014, 2015, 2016 kami justru WDP," ujar Saefullah, Selasa (17/10/2017).
Saefullah menyampaikan hal tersebut dalam pemaparan program kerja Pemprov DKI di hadapan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno di Balai Kota DKI Jakarta.
Saefullah menjelaskan, berdasarkan hasil audit BPK, opini WDP diperoleh karena adanya persoalan aset.
(baca: "Anies di Kemendikbud WTP 2 Tahun Berturut-turut, Pemprov DKI Hanya WDP")
Untuk merapikan aset-aset tersebut, Pemprov DKI Jakarta membagi struktur Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) menjadi dua, yakni Badan Pengelola Aset Daerah (BPAD) dan Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD).
Pembagian struktur itu dilakukan agar pendataan aset di Jakarta lebih fokus. BPAD, lanjut Saefullah, sedang membangun e-aset.
"Kami sedang membangun e-aset dengan koordinasi BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) dan BPK dengan mengambil apa yang sudah dikerjakan BPKAD terdahulu," kata Saefullah.
Pendataan aset, ujar Saefullah, menjadi salah satu indikator dalam key performance indicator (KPI) setiap satuan kerja perangkat daerah (SKPD) dan unit kerja perangkat daerah (UKPD).
"Input e-aset jadi catatan KPI supaya kepala SKPD/UKPD proaktif untuk mencatatkan asetnya di e-aset," ucapnya.