JAKARTA, KOMPAS.com - Tim kuasa hukum terdakwa kasus pembunuhan dan perampokan di Pulomas menentang keputusan majelis hakim yang menjatuhkan hukuman mati kepada kliennya.
Salah seorang kuasa hukum terdakwa, Amudi Sidabutar menyayangkan putusan majelis hakim yang mengabulkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
"Dalam putusan itu dikatakan ada perencanaan pembunuhan sesuai dengan dakwaan primer JPU. Padahal faktanya di lapangan terdakwa ini tidak mengenal para korbannya," kata Amudi selepas sidang putusan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur, Selasa (17/10/2017).
Selain itu, dalam putusannya, Hakim Ketua Gede Ariawan juga menyebutkan bahwa sebelum peristiwa perampokan dan pembunuhan pada 26 Desember 2016 terjadi, para terdakwa melakukan survei rumah Pulomas.
Baca: Dua Terdakwa Perampokan dan Pembunuhan di Pulomas Divonis Mati
Survei tersebut dilakukan sehari sebelumnya atau tepat pada 25 Desember 2016 untuk mengamati lingkungan di sekitar rumah incaran terdakwa.
"Kalau hakim mengasumsikan tanggal 25 itu ada survei kan tetap para terdakwa tidak masuk ke dalam rumah sehingga para terdakwa ini tidak tahu bagaimana kondisi dalam rumah yang berujung pada penyekapan korban di dalam kamar mandi," jelas Amudi.
Atas vonis tersebut, Amudi dan kuasa hukum terdakwa lainnya sepakat bakal mengajukan banding kepada pengadilan.
"Kalau soal banding itu kan hak, soal putusan perkara bagi terdakwa, kami kuasa hukum juga tidak sependapat dengan pertimbangan majelis hakim," tuntas Amudi.
Baca: Divonis Mati, Terdakwa Pembunuhan di Pulomas Dinilai Meninggalkan Trauma Mendalam bagi Zanette