Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penggugat Ganti Rugi Tanah MRT Minta Putusan MA Ditinjau Kembali

Kompas.com - 21/11/2017, 11:48 WIB
Nibras Nada Nailufar

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Enam penggugat ganti rugi tanah untuk proyek mass rapid transit (MRT) Jakarta meminta agar Mahkamah Agung meninjau kembali putusan kasasi yang mereka keluarkan pada November ini. Pengacara penggugat, Yuliana Rosalita menjelaskan, pihaknya menduga ada kesalahan dalam putusan tersebut.

"Mahkamah Agung dalam putusan mendasarkan pada penetapan ganti rugi tanggal 30 Desember 2015," kata Yuliana kepada Kompas.com, Selasa (21/11/2017).

Jika mengacu pada nilai ganti rugi pada Desember 2015, para penggugat bisa jadi mendapat nilai di bawah NJOP yang berlaku saat ini. Yuliana menilai ada kesalahan hukum acara yang jadi dasar putusan Mahkamah Agung (MA).

Baca juga : Menang Perkara Ganti Rugi, DKI Segera Eksekusi Lahan MRT di Fatmawati

Saat mendaftarkan gugatan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Maret 2016, para penggugat menggugat Pemprov DKI Jakarta melakukan perbuatan melawan hukum. Pemprov DKI disebut melanggar pasal 33 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum (selanjutnya disebut dengan UU Nomor 2 Tahun 2012) juncto pasal 65 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.

Mereka saat itu menggugat ganti rugi hingga Rp 100.000.000 per meter persegi atas kerugian usaha yang mereka miliki di sepanjang Jalan Fatmawati.

"Gugatan saat itu adalah perbuatan melawan hukum, perdata murni. Penggugat meminta agar proses ganti rugi dilaksanakan dengan benar," ujar Yuliana.

Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan saat itu mengabulkan keenam penggugat. Pemprov DKI Jakarta dinyatakan terbuki melakukan perbuatan melawan hukum dan menghukum Pemprov DKI untuk membayar tanah penggugat sebesar Rp 60 juta per meter.

Pemprov DKI Jakarta kemudian mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung dengan dalih sesuai dengan UU Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Pokok yang diajukan dalam kasasi tersebut adalah keberatan para pemilik lahan.

"Itu kan rel hukum yang berbeda. Kami menggugat soal perbuatan melawan hukumnya dan dikabulkan hakim PN Jakarta Selatan, kenapa kemudian di MA rel hukumnya menjadi UU Pengadaan Tanah soal keberatannya?" kata Yuliana.

Ia menjelaskan, hingga saat ini pihaknya belum menerima petikan putusan MA. Ia baru membacanya di situs resmi Mahkamah Agung.

Yuliana mengaku sudah mengajukan upaya peninjauan kembali ke Mahkamah Agung tetapi tidak dihiraukan. Pihaknya berencana mengadukan putusan itu ke Badan Pengawas serta Ombudsman dalam waktu dekat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

9 Jam Berdarah: RN Dibunuh, Mayatnya Dimasukkan ke Koper lalu Dibuang ke Pinggir Jalan di Cikarang

9 Jam Berdarah: RN Dibunuh, Mayatnya Dimasukkan ke Koper lalu Dibuang ke Pinggir Jalan di Cikarang

Megapolitan
Seorang Remaja Tenggelam di Kali Ciliwung, Diduga Terseret Derasnya Arus

Seorang Remaja Tenggelam di Kali Ciliwung, Diduga Terseret Derasnya Arus

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Kamis 2 Mei 2024, dan Besok: Malam Ini Hujan Petir

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Kamis 2 Mei 2024, dan Besok: Malam Ini Hujan Petir

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Mobil Terbakar di Tol Japek Arah Cawang | Pembunuh Wanita Dalam Koper di Bekasi Ditangkap

[POPULER JABODETABEK] Mobil Terbakar di Tol Japek Arah Cawang | Pembunuh Wanita Dalam Koper di Bekasi Ditangkap

Megapolitan
Perjuangkan Peningkatan Upah Buruh, Lia dan Teman-temannya Rela ke Jakarta dari Cimahi

Perjuangkan Peningkatan Upah Buruh, Lia dan Teman-temannya Rela ke Jakarta dari Cimahi

Megapolitan
Cerita Suratno, Buruh yang Khawatir Uang Pensiunnya Berkurang karena UU Cipta Kerja

Cerita Suratno, Buruh yang Khawatir Uang Pensiunnya Berkurang karena UU Cipta Kerja

Megapolitan
Pembunuh Perempuan Dalam Koper Tak Melawan Saat Ditangkap Polisi di Palembang

Pembunuh Perempuan Dalam Koper Tak Melawan Saat Ditangkap Polisi di Palembang

Megapolitan
Said Iqbal Minta Prabowo Hapus UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan

Said Iqbal Minta Prabowo Hapus UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan

Megapolitan
Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Ajak Korban Masuk ke Kamar Hotel di Bandung

Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Ajak Korban Masuk ke Kamar Hotel di Bandung

Megapolitan
Said Iqbal: Upah Buruh di Jakarta yang Ideal Rp 7 Juta Per Bulan

Said Iqbal: Upah Buruh di Jakarta yang Ideal Rp 7 Juta Per Bulan

Megapolitan
Ikut Demo May Day 2024, Buruh Wanita Rela Panas-panasan demi Memperjuangkan Upah yang Layak

Ikut Demo May Day 2024, Buruh Wanita Rela Panas-panasan demi Memperjuangkan Upah yang Layak

Megapolitan
Dua Orang Terluka Imbas Kecelakaan di Tol Jakarta-Cikampek

Dua Orang Terluka Imbas Kecelakaan di Tol Jakarta-Cikampek

Megapolitan
Korban Kedua yang Tenggelam di Sungai Ciliwung Ditemukan Tewas 1,2 Kilometer dari Lokasi Kejadian

Korban Kedua yang Tenggelam di Sungai Ciliwung Ditemukan Tewas 1,2 Kilometer dari Lokasi Kejadian

Megapolitan
Rayakan 'May Day Fiesta', Massa Buruh Mulai Padati Stadion Madya GBK

Rayakan "May Day Fiesta", Massa Buruh Mulai Padati Stadion Madya GBK

Megapolitan
Fahira Idris: Gerakan Buruh Terdepan dalam Perjuangkan Isu Lintas Sektoral

Fahira Idris: Gerakan Buruh Terdepan dalam Perjuangkan Isu Lintas Sektoral

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com