Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengamat: Dengarkan Musik Saat Menyetir Disebut Langgar UU Itu Berlebihan

Kompas.com - 02/03/2018, 08:29 WIB
Sherly Puspita,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, menilai, penafsiran Kasubdit Gakkum Ditlantas Polda Metro Jaya AKBP Budiyanto yang menyatakan bahwa mendengarkan musik atau radio saat menyetir sebagai bentuk pelanggaran undang-undang itu berlebihan.

"Menurut saya tafsir atas ketentuan itu berlebihan, lebay. Kalau kegiatan-kegiatan yang memang nyata-nyata menghilangkan konsentrasi, seperti misalnya merokok, terus kemudian menerima telpon, nah itu masih bisa diterima bahwa perbuatan itu bisa menghilangkan konsentrasi," ujar Abdul saat dihubungi Kompas.com, Kamis (1/3/2018).

UPDATE:  Korlantas: Mendengarkan Musik Saat Berkendara Tidak Masalah

Budiyanto sebelumnya menyebut bahwa mendengarkan musik dan radio beserta kegiatan lainnya seperti merokok, menggunakan ponsel, dan terpengaruh minuman beralkohol melanggar Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Pasal 106 Ayat 1 junto Pasal 283 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Pasal 106 Ayat 1 disebutkan bahwa setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib mengemudikan kendaraannya dengan wajar dan penuh konsentrasi.

Kemudian dalam Pasal 283 disebutkan bahwa setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan secara tidak wajar dan melakukan kegiatan lain atau dipengaruhi oleh suatu keadaan yang mengakibatkan gangguan konsentrasi dalam mengemudi di jalan dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 bulan atau denda paling banyak Rp 750.000.

Baca juga : Merokok atau Dengarkan Musik Saat Mengemudi Hukumannya 3 Bulan Penjara

Sementara itu, menurut Abdul, mendengarkan radio dalam perjalanan dapat memudahkan pengendara menerima berbagai informasi yang mencerdaskan.

Selain itu, kata dia, mendengarkan radio tidak memerlukan komunikasi dua arah sehingga konsentrasi pengemudi yang mendengarkan radio tersebut tetap terjaga.

"Kedua, radio itu kan one way, bukan perbuatan yang timbal balik seperti telepon misalnya yang harus meladeni orang lain bicara," ucap Abdul. 

Ia pun berpendapat, dari segi hukum, Budiyanto tak bisa menafsirkan peraturan tersebut secara serampangan.

"Nanti jadi pasal karet kalau tafsirnya melebar. Kalau mau menetapkan, maka harus melalui peraturan pemerintah. Kalau ada evaluasi oke. Tapi harus disampaikan kepada yang berwenang," kata dia.

Saat dihubungi terpisah, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) Profesor Topo Santoso mengatakan, tafsir suatu undang-undang beserta kebijakannya harus dilandaskan pada penelitian atau data-data yang valid.

Setidaknya, kata dia, ada hasil penelitian yang menjadi dasar penafsiran tersebut. Ia lantas mencontohkan penelitian mengenai bahaya bertelepon saat menyetir.

"Misalnya dulu ada data mengenai kecelakaan karena telepon, kan sudah ada penelitiannya dan di luar negeri sudah dilarang juga karena menggunakan ponsel akan memecah konsentrasi. Kalau misalnya menyopir memang tidak bisa nonton televisi, tetapi kalau mendengarkan musik apakah sudah ada risetnya?" sebut Topo.

Ia menegaskan, harus ada kajian mendalam mengenai hal ini sebelum membuat tafsir baru mengenai suatu peraturan.

Jika tidak, menurut dia, penafsiran undang-undang yang terlalu luas bisa membatasi kebebasan masyarakat.

"Nanti mereka takut membawa anak karena kan juga bisa memecah konsentrasi. Belum lagi untuk industri hiburan melalui musik dan radio. Pasti terdampak itu," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Kembali ke Kantor Usai Buang Jasad Korban

Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Kembali ke Kantor Usai Buang Jasad Korban

Megapolitan
Pemkot Depok Akan Bebaskan Lahan Terdampak Banjir di Cipayung

Pemkot Depok Akan Bebaskan Lahan Terdampak Banjir di Cipayung

Megapolitan
Polisi Buru Maling Kotak Amal Mushala Al-Hidayah di Sunter Jakarta Utara

Polisi Buru Maling Kotak Amal Mushala Al-Hidayah di Sunter Jakarta Utara

Megapolitan
Remaja yang Tenggelam di Kali Ciliwung Ditemukan Meninggal Dunia

Remaja yang Tenggelam di Kali Ciliwung Ditemukan Meninggal Dunia

Megapolitan
Polisi Selidiki Pelaku Tawuran yang Diduga Bawa Senjata Api di Kampung Bahari

Polisi Selidiki Pelaku Tawuran yang Diduga Bawa Senjata Api di Kampung Bahari

Megapolitan
'Update' Kasus DBD di Tamansari, 60 Persen Korbannya Anak Usia SD hingga SMP

"Update" Kasus DBD di Tamansari, 60 Persen Korbannya Anak Usia SD hingga SMP

Megapolitan
Bunuh dan Buang Mayat Dalam Koper, Ahmad Arif Tersinggung Ucapan Korban yang Minta Dinikahi

Bunuh dan Buang Mayat Dalam Koper, Ahmad Arif Tersinggung Ucapan Korban yang Minta Dinikahi

Megapolitan
Pria yang Meninggal di Gubuk Wilayah Lenteng Agung adalah Pemulung

Pria yang Meninggal di Gubuk Wilayah Lenteng Agung adalah Pemulung

Megapolitan
Mayat Pria Ditemukan di Gubuk Wilayah Lenteng Agung, Diduga Meninggal karena Sakit

Mayat Pria Ditemukan di Gubuk Wilayah Lenteng Agung, Diduga Meninggal karena Sakit

Megapolitan
Tawuran Warga Pecah di Kampung Bahari, Polisi Periksa Penggunaan Pistol dan Sajam

Tawuran Warga Pecah di Kampung Bahari, Polisi Periksa Penggunaan Pistol dan Sajam

Megapolitan
Solusi Heru Budi Hilangkan Prostitusi di RTH Tubagus Angke: Bikin 'Jogging Track'

Solusi Heru Budi Hilangkan Prostitusi di RTH Tubagus Angke: Bikin "Jogging Track"

Megapolitan
Buka Pendaftaran, KPU DKI Jakarta Butuh 801 Petugas PPS untuk Pilkada 2024

Buka Pendaftaran, KPU DKI Jakarta Butuh 801 Petugas PPS untuk Pilkada 2024

Megapolitan
KPU DKI Jakarta Buka Pendaftaran Anggota PPS untuk Pilkada 2024

KPU DKI Jakarta Buka Pendaftaran Anggota PPS untuk Pilkada 2024

Megapolitan
Bantu Buang Mayat Wanita Dalam Koper, Aditya Tak Bisa Tolak Permintaan Sang Kakak

Bantu Buang Mayat Wanita Dalam Koper, Aditya Tak Bisa Tolak Permintaan Sang Kakak

Megapolitan
Pemkot Depok Bakal Bangun Turap untuk Atasi Banjir Berbulan-bulan di Permukiman

Pemkot Depok Bakal Bangun Turap untuk Atasi Banjir Berbulan-bulan di Permukiman

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com