Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Belum Setahun, Omzet Bank Sampah Jakbar Capai Rp 2 Miliar

Kompas.com - 23/03/2018, 19:01 WIB
Rima Wahyuningrum,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com — Program bank sampah yang dikelola Suku Dinas Lingkungan Hidup Jakarta Barat meraih omzet miliaran rupiah dalam kurun waktu Agustus 2017-Febuari 2018.

"Sampai akhir Febuari 2018, bank sampah dari unit 56 kelurahan sudah mencapai omzet tembus Rp 2 miliar," kata Kepala Suku Dinas Lingkungan Hidup Jakarta Barat Edy Mulyanto di kantornya pada Jumat (23/3/2018).

Menurut dia, Sudin Lingkungan Hidup Jakbar bekerja sama dengan salah satu badan usaha milik negara, produsen air mineral ternama, serta 25 perusahaan yang menjadi pembeli sampah yang tersebar di Kalideres, Cengkareng, dan Tangerang.

Bank sampah di Jakarta Barat terdiri dari 1 bank induk di asrama Suku Dinas Kebersihan, Bambu Larangan, Cengkareng, dan 644 bank sampah unit yang tersebar di kelurahan serta RW.

"Nasabah bank sampah bisa menaruh tabungan sampahnya ke unit-unit kami. Dari situ nanti truk sampah khusus kami yang warnanya hijau akan menjemput untuk diantar ke bank sampah induk," kata Edy.

Baca juga: Agar 50 Persen Sampah Didaur Ulang, Jaktim Luncurkan Bank Sampah Induk

Pada kesempatan yang sama, Kepala Peran Serta Masyarakat dan Penataan Hukum Tuty Ernawati mengatakan, sampah anorganikyang terkumpul akan dikategorikan berdasarkan tipenya, apakah termasuk botol, tutup botol, kertas putih, buku, plastik bening, dan lainnya.

"Makanya, kami dari dulu sosialisasi ke masyarakat untuk memilah dari rumah. Karena satu botol saja kalau dipreteli botol, ring, dan labelnnya, harganya beda-beda dan bisa lebih mahal," kata Tuty.

Harga penjualan sampah tersebut berbeda-beda, sesuai dengan tipe sampahnya. Nantinya, sampah akan dibeli oleh perusahaan untuk kemudian diolah menjadi produk baru.

Sampah-sampah yang dijual dengan harga beragam itu di antaranya ember warna (Rp 1.300), tutup galon (Rp 6.000), tutup botol (Rp 3.800), plastik bening (Rp 7.500), polybag (Rp 1.000), kardus (Rp 1.800), buku (Rp 1.000), besi (Rp 2.600), aki (Rp 13.000), botol beling (Rp 250), dan kabel (Rp 1.500).

Tuti juga menyampaikan, dana Rp 2 miliar dari bank sampah ini nantinya masuk ke kas daerah.

Selain itu, program bank sampah ini juga memberdayakan warga sekitar. "Misalnya satu botol harganya Rp 700, kita kasih jual ke buyer Rp 1.000. Rp 300-nya upah buat ibu-ibu yang bantu milah produk. Rata-rata ibu rumah tangga saja yang nganggur," ucap dia.

Nasabah curang

Di balik keuntungan yang didapat, Tuty menemukan kelicikan dari nasabah bank sampah, salah satunya pada saat penimbangan.

"Ada juga yang licik. Biar berat saat penimbangan mereka taruh beban berat di dalam barangnya, msalnya sampah kertas diselipkan batu atau buku tebal. Kan kalau berat harganya jadi besar (mahal)," kata Tuty.

Baca juga: Pemprov DKI Targetkan Punya 1.300 Bank Sampah Tahun Depan

Hal itu terjadi lantaran pemeriksaan hanya dilakukan pada bagian atas bungkusan sampah. Benda berat yang digunakan untuk curang itu biasa ditemukan saat sampah dipilah berdasarkan kategorinya.

Kecurangan lain yang ditemukan adalah sampah dari luar negeri. Tuty menemukan beberapa mobil pikapyang mengantarkan sampah luar negeri dalam jumlah besar itu ke bank induk.

"Ada lagi sampah dari luar negeri. Jadi mereka tahu kita punya bank sampah. Mereka taruh ke kita banyak-banyak karena memang sampah mereka menumpuk. Indonesia jadi tempat sampah," ujar dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Megapolitan
2 Pria Rampok Taksi 'Online' di Kembangan untuk Bayar Pinjol

2 Pria Rampok Taksi "Online" di Kembangan untuk Bayar Pinjol

Megapolitan
Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Megapolitan
Polda Metro Jadwalkan Pemeriksaan Pendeta Gilbert Lumoindong Terkait Dugaan Penistaan Agama

Polda Metro Jadwalkan Pemeriksaan Pendeta Gilbert Lumoindong Terkait Dugaan Penistaan Agama

Megapolitan
Prabowo-Gibran Belum Dilantik, Pedagang Pigura: Belum Berani Jual, Presidennya Masih Jokowi

Prabowo-Gibran Belum Dilantik, Pedagang Pigura: Belum Berani Jual, Presidennya Masih Jokowi

Megapolitan
Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Sendiri Pakai Senpi

Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Sendiri Pakai Senpi

Megapolitan
2 Pria Rampok Taksi Online di Jakbar, Leher Sopir Dijerat dan Ditusuk

2 Pria Rampok Taksi Online di Jakbar, Leher Sopir Dijerat dan Ditusuk

Megapolitan
Polisi Periksa Kejiwaan Orangtua yang Buang Bayi ke KBB Tanah Abang

Polisi Periksa Kejiwaan Orangtua yang Buang Bayi ke KBB Tanah Abang

Megapolitan
Golkar Buka Peluang Lanjutkan Koalisi Indonesia Maju pada Pilkada DKI 2024

Golkar Buka Peluang Lanjutkan Koalisi Indonesia Maju pada Pilkada DKI 2024

Megapolitan
Di Tanah Tinggi Hampir Mustahil Menyuruh Anak Tidur Pukul 10 Malam untuk Cegah Tawuran

Di Tanah Tinggi Hampir Mustahil Menyuruh Anak Tidur Pukul 10 Malam untuk Cegah Tawuran

Megapolitan
Cekoki Remaja dengan Narkoba hingga Tewas, Pelaku: Saya Tidak Tahu Korban Masih Dibawah Umur

Cekoki Remaja dengan Narkoba hingga Tewas, Pelaku: Saya Tidak Tahu Korban Masih Dibawah Umur

Megapolitan
Polisi Periksa 5 Saksi Terkait Kasus Begal Mobil di Tajur Bogor

Polisi Periksa 5 Saksi Terkait Kasus Begal Mobil di Tajur Bogor

Megapolitan
Banyak Warga Protes NIK-nya Dinonaktifkan, Petugas: Mereka Keukeuh Ingin Gunakan Alamat Tak Sesuai Domisili

Banyak Warga Protes NIK-nya Dinonaktifkan, Petugas: Mereka Keukeuh Ingin Gunakan Alamat Tak Sesuai Domisili

Megapolitan
Keluarga Tolak Otopsi, Korban Tewas Kebakaran Cinere Depok Langsung Dimakamkan

Keluarga Tolak Otopsi, Korban Tewas Kebakaran Cinere Depok Langsung Dimakamkan

Megapolitan
Beberapa Warga Tanah Tinggi Terpaksa Jual Rumah karena Kebutuhan Ekonomi, Kini Tinggal di Pinggir Jalan

Beberapa Warga Tanah Tinggi Terpaksa Jual Rumah karena Kebutuhan Ekonomi, Kini Tinggal di Pinggir Jalan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com