"Kami akhirnya jual di sini-sini aja, Mas. Ini nanem cabai, bawang paling yang beli ya ibu-ibu di sekitar sini saja, buat masak sehari-hari," kata Ernov.
Pernyataan Ernov diamini Ahmad Sarip, warga Rusun lainnya yang juga bercocok tanam. Sarip mengatakan, dirinya kerap menjual hasil panennya dengan harga miring kepada tetangga-tetangganya.
Baca juga : Bercocok Tanam dan Berbagi ala Petani Rusunawa Marunda
"Kadang-kadang ada juga warga yang datang langsung minta petikin sendiri. Ya namanya sama tetangga kita mau gimana," kata Sarip.
Sulit Tembus Pasar
Bendahara UPRS Marunda Bambang mengatakan, kegiatan pertanian di Rusun Marunda memang lesu dalam beberapa waktu terakhir. Minimnya pemasukan dari kegiatan pertanian membuat para petani setempat ogah untuk kembali turun ke lahan.
"Kalau dulu tiap kelompok tani ada 15 orang, total se-Rusun Marunda ada sekitar 60 orang. Perhitungan kami terakhir sekarang tinggal sekitar 40 orang yang masih bertani," kata Bambang.
Ia menambahkan, petani yang masih bertahan umumnya tak lagi menggantungkan kehidupan mereka dengan bercocok tanam. Kegiatan bertani kini hanya menjadi kegiatan sampingan.
Bambang dan Yasin mengatakan, pihaknya telah melakukan sejumlah upaya untuk membuka jalur distribusi hasil panen Rusun Marunda, misalnya dengan menghubungi para tengkulak atau bekerjasama dengan Dinas Pertanian setempat.
Namun, upaya tersebut tak membuahkan hasil. Produk pertanian Rusun Marunda tetap sulit bersaing di pasaran.
"Susah juga bertanam di pesisir begini kondisi geografis dan cuaca kan kurang mendukung," kata Bambang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.