JAKARTA, KOMPAS.com - Kegiatan pertanian di kawasan Rumah Susun Marunda, Cilincing, Jakarta Utara, melesu. Bendahara Unit Pengelola Rumah Susun (UPRS) Marunda Bambang mengatakan, jumlah petani yang bercocok tanam di sana menurun.
"Kalau dulu tiap Kelompok Tani ada 15 orang, total se-Rusun Marunda ada sekitar 60 orang. Perhitungan kami terakhir sekarang tinggal sekitar 40 orang yang masih bertani," kata Bambang kepada Kompas.com, Senin (26/3/2018).
Bambang mengatakan, petani yang masih bertahan umumnya tak lagi menggantungkan kehidupan mereka dengan bercocok tanam. Kegiatan bertani kini hanya menjadi kegiatan sampingan mereka.
Menurut Bambang, hal tersebut diakibatkan tidak adanya pasar yang menampung produk hasil tani Rusun Marunda. Oleh karena itu, pemasukan para petani berkurang dan mereka memilih mencari pekerjaan lain.
Baca juga : Cara Ahok Hidupkan Denyut Ekonomi Penghuni Rusun Marunda
Akibatnya, hasil panen para petani Rusun Marunda kini umumnya hanya beredar di lingkungan rusun dan hanya dikonsumsi oleh para penghuninya.
Hal tersebut diamini oleh Ernov, petani di Blok A Rusun Marunda. "Kita mah akhirnya jual di sini-sini aja, Mas. Ini nanem cabai, nanem bawang, paling yang beli ya ibu-ibu di sekitar sini saja buat masak sehari-hari," katanya.
Baca juga : Ahok Ingin Warga Rusun Marunda Dilatih Berbisnis Konveksi
Bambang mengatakan, pihaknya sudah berupaya mencari tengkulak-tengkulak untuk menyalurkan hasil panen para petani. Namun, produk tani Rusun Marunda tetap tidak dapat bersaing di pasaran.
"Susah juga bertanam di pesisir begini kondisi geografis dan cuaca kan kurang mendukung," kata Bambang.
Rusun Marunda sebelumnya menjadi salah satu rusun yang dikenal dengan kegiatan pertaniannya. Pada 2014, Kelompok Tani Rusun Marunda diklaim mampu meraup keuntungan sebesar belasan juta rupiah per bulan.
Baca juga : Kelompok Tani Rusun Marunda Raup Rp 15 Juta Per Bulan