Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lesunya Pertanian di Rusun Marunda dan Greenhouse yang Tak Terurus

Kompas.com - 27/03/2018, 10:45 WIB
Ardito Ramadhan,
Egidius Patnistik

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sekitar enam bulan sebelum dilantik jadi Presiden RI, Joko Widodo atau Jokowi yang kala itu masih sebagai gubernur DKI Jakarta menyambangi Rumah Susun Marunda di Jakarta Utara.

Saat itu, 11 April 2014, Jokowi meresmikan sebuah greenhouse atau rumah kaca yang disebut didirikan dengan menggunakan dana pribadi mantan wali kota Solo tersebut.

Greenhouse yang terletak di halaman Rusun Marunda Blok A itu seakan menjadi pelecut bagi warga rusun untuk bertani. Sejak itu, Rusun Marunda dikenal sebagai salah satu dari sedikit rusun yang mempunyai lahan pertanian.

Kelompok Tani Rusun Marunda yang mengelola greenhouse pun kecipratan untung dari kegiatan bertani. Pada 2014, mereka dapat meraup uang hingga belasan juta tiap bulan dari hasil pertanian organik yang dikembangkan di dalam greenhouse.

Baca juga : Greenhouse Marunda yang Diresmikan Jokowi, Hidup Segan Mati Tak Mau

Hampir empat tahun berselang, greenhouse itu tak lagi jadi simbol suksesnya pertanian di Rusun Marunda. Sebaliknya, bangunan berukuran 14 x 60 meter itu kini jadi simbol lesunya kegiatan pertanian di sana.

Tak Terurus

Senin (26/3/2018) kemarin, Kompas.com mengunjungi Rusun Marunda untuk melihat greenhouse senilai Rp 450 juta tersebut. Kondisi greenhouse itu seolah hidup segan mati tak mau.

Jaring-jaring tipis yang meyelimuti greenhouse tampak sobek di beberapa bagian. Rerumputan liar tumbuh hingga setinggi pinggang orang dewasa di dalam greenhouse.

Deretan pipa paralon tempat tumbuhnya tanaman hidroponik terlihat kosong. Sejumlah peralatan pertanian juga tampak bertumpuk di salah satu sudut ruangan, seakan telah ditinggalkan pemiliknya.

Ernov, petani yang ditemui Kompas.com menuturkan, greenhouse itu sudah tak digunakan sejak Desember 2017.

"Dari 2017 akhir sudah enggak dipakai lagi karena bolong-bolong gitu. Kalau bolong-bolong kan serangga hama bisa masuk," kata dia.

Kepala Unit Pengelola Rumah Susun (UPRS) Marunda Yasin Pasaribu mengatakan, bangunan itu memang sudah mulai ditinggalkan para penggunanya. Faktor ekonomi menjadi alasan utamanya.

Yasin menuturkan, sayur-sayuran dan tumbuhan hidroponik yang dikembangakan di greenhouse tersebut rupanya sulit bersaing si pasaran. Pasalnya, harga yang dipatok terlalu tinggi.

Selain itu, tanaman-tanaman yang ditanam secara hidroponik di sana tidak sesuai dengan kebutuhan warga sekitar. Sebut saja pokcay atau caisim yang namanya saja mungkin asing di telinga para penghuni rusun.

Kini, para petani memilih menanam tanaman yang lebih "dekat" dengan kebutuhan masyarakat seperti tomat, cabai, dan terong. Penjualannya pun terbatas pada warga sekitar.

"Kami akhirnya jual di sini-sini aja, Mas. Ini nanem cabai, bawang paling yang beli ya ibu-ibu di sekitar sini saja, buat masak sehari-hari," kata Ernov.

Pernyataan Ernov diamini Ahmad Sarip, warga Rusun lainnya yang juga bercocok tanam. Sarip mengatakan, dirinya kerap menjual hasil panennya dengan harga miring kepada tetangga-tetangganya.

Baca juga : Bercocok Tanam dan Berbagi ala Petani Rusunawa Marunda

"Kadang-kadang ada juga warga yang datang langsung minta petikin sendiri. Ya namanya sama tetangga kita mau gimana," kata Sarip.

Sulit Tembus Pasar

Bendahara UPRS Marunda Bambang mengatakan, kegiatan pertanian di Rusun Marunda memang lesu dalam beberapa waktu terakhir. Minimnya pemasukan dari kegiatan pertanian membuat para petani setempat ogah untuk kembali turun ke lahan.

"Kalau dulu tiap kelompok tani ada 15 orang, total se-Rusun Marunda ada sekitar 60 orang. Perhitungan kami terakhir sekarang tinggal sekitar 40 orang yang masih bertani," kata Bambang.

Ia menambahkan, petani yang masih bertahan umumnya tak lagi menggantungkan kehidupan mereka dengan bercocok tanam. Kegiatan bertani kini hanya menjadi kegiatan sampingan.

Bambang dan Yasin mengatakan, pihaknya telah melakukan sejumlah upaya untuk membuka jalur distribusi hasil panen Rusun Marunda, misalnya dengan menghubungi para tengkulak atau bekerjasama dengan Dinas Pertanian setempat.

Namun, upaya tersebut tak membuahkan hasil. Produk pertanian Rusun Marunda tetap sulit bersaing di pasaran.

"Susah juga bertanam di pesisir begini kondisi geografis dan cuaca kan kurang mendukung," kata Bambang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Nahas, Balita di Matraman Tewas Terperosok ke Selokan Saat Main Hujan-hujanan

Nahas, Balita di Matraman Tewas Terperosok ke Selokan Saat Main Hujan-hujanan

Megapolitan
Proyek Pengembangan Stasiun Tanah Abang Ditargetkan Rampung Akhir 2024

Proyek Pengembangan Stasiun Tanah Abang Ditargetkan Rampung Akhir 2024

Megapolitan
Polisi Bakal Pertemukan Perwakilan Warga Klender dan Cipinang Muara demi Atasi Tawuran di Pasar Deprok

Polisi Bakal Pertemukan Perwakilan Warga Klender dan Cipinang Muara demi Atasi Tawuran di Pasar Deprok

Megapolitan
Ketika Si Kribo Apes Usai 'Diviralkan' Pemilik Warteg karena Bayar Makan Sesukanya...

Ketika Si Kribo Apes Usai "Diviralkan" Pemilik Warteg karena Bayar Makan Sesukanya...

Megapolitan
3 Orang Tewas akibat Kebakaran Kapal di Muara Baru

3 Orang Tewas akibat Kebakaran Kapal di Muara Baru

Megapolitan
PPKUKM Akui Tumpukan Sampah 3 Ton Jadi Faktor Utama Sepinya Lokbin Pasar Minggu

PPKUKM Akui Tumpukan Sampah 3 Ton Jadi Faktor Utama Sepinya Lokbin Pasar Minggu

Megapolitan
3 Kapal Nelayan di Muara Baru Terbakar akibat Mesin Pendingin Ikan Meledak

3 Kapal Nelayan di Muara Baru Terbakar akibat Mesin Pendingin Ikan Meledak

Megapolitan
Jelang Pilkada 2024, Demokrat Ungkap Kriteria yang Cocok Jadi Cagub Jakarta

Jelang Pilkada 2024, Demokrat Ungkap Kriteria yang Cocok Jadi Cagub Jakarta

Megapolitan
Upaya Mencari Titik Terang Kasus Junior Tewas di Tangan Senior STIP

Upaya Mencari Titik Terang Kasus Junior Tewas di Tangan Senior STIP

Megapolitan
Pelaku Pembunuhan Kakak Tiri di Medan Serahkan Diri ke Polresta Bogor

Pelaku Pembunuhan Kakak Tiri di Medan Serahkan Diri ke Polresta Bogor

Megapolitan
Cerita Warga Trauma Naik JakLingko, Tegur Sopir Ugal-ugalan Malah Diteriaki 'Gue Orang Miskin'...

Cerita Warga Trauma Naik JakLingko, Tegur Sopir Ugal-ugalan Malah Diteriaki "Gue Orang Miskin"...

Megapolitan
Pendisiplinan Tanpa Kekerasan di STIP Jakarta Utara, Mungkinkah?

Pendisiplinan Tanpa Kekerasan di STIP Jakarta Utara, Mungkinkah?

Megapolitan
STIP Didorong Ikut Bongkar Kasus Junior Tewas di Tangan Senior

STIP Didorong Ikut Bongkar Kasus Junior Tewas di Tangan Senior

Megapolitan
Janji Dishub DKI Tertibkan Juru Parkir di Minimarket dan Simalakama Jukir yang Beroperasi

Janji Dishub DKI Tertibkan Juru Parkir di Minimarket dan Simalakama Jukir yang Beroperasi

Megapolitan
Taruna STIP Tewas Dianiaya Senior, Kuasa Hukum Berharap Ada Tersangka Baru Usai Pra-rekonstruksi

Taruna STIP Tewas Dianiaya Senior, Kuasa Hukum Berharap Ada Tersangka Baru Usai Pra-rekonstruksi

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com