Jika hal ini dipatuhi, maka pengungkapan alur kejadian suatu kasus kejahatan dapat lebih mudah terpecahkan.
4. Berkerumun terlalu dekat dengan TKP
Menurut Wahyudi, berkerumun terlalu dekat dengan TKP, menjadi salah satu kebiasaan warga Indonesia yang harus dihilangkan.
Menurut dia, terlalu banyak orang di sekitar TKP memungkinkan potensi kerusakan TKP semakin tinggi.
"Banyak orang, banyak jejak kaki, banyak aroma tubuh yang tertinggal. Akibatnya, jika kami menggunakan bantuan anjing pelacak, maka anjing akan kebingungan juga mencari jejak," kata dia.
Ia berharap, warga semakin paham mengenai cara-cara menjaga TKP tetap steril demi kelancaran proses penyelidikan.
Baca juga : Polisi Olah TKP Tembok Ambrol di Perimeter Selatan
Salah satu contoh rusaknya TKP seperti yang terjadi pada kasus kematian mahasiswa Universitas Indonesia, Akseyna Ahad Dori, pada 2015 lalu. Kasus itu hingga kini belum menemui titik terang.
"Kami sayangkan TKP yang rusak karena begitu banyak warga yang datang sebelum polisi lakukan olah TKP," kata Direktur Reserse Kriminal Umum, yang saat itu dijabat oleh Brigjen Krishna Murti.
Baca juga : Direktur Kriminal Umum Sebut Kasus Aksyena Paling Sulit Diungkap
Krishna mengatakan, pada malam yang menjadi waktu pembunuhan Akseyna, TKP diguyur hujan yang cukup deras. Kemudian, dari kondisi sepatu Akseyna yang rusak di bagian tumit, ada dugaan pemuda asal Yogyakarta itu diseret.
Sehingga, bila TKP tidak rusak, penyidik kemungkinan dapat menentukan jejak yang ditimbulkan di tanah dari penyeretan tersebut.
Ia juga menuturkan, jika TKP tidak rusak, anjing pelacak memiliki potensi besar untuk mengetahui arah larinya pelaku. Krishna mengatakan, rusaknya TKP ini bisa jadi pelajaran untuk kasus-kasus selanjutnya.