Mandat itu sempat menuai pertanyaan lantaran kepala negara memberikan tanggung jawab yang sangat besar kepada seorang menteri muda, padahal ada menteri senior lainnya dengan bidang terkait.
Namun, Soekarno memastikan dalam sidang kabinet, bahwa DAGI yang kala itu diurus oleh Maladi, merupakan lembaga non-pemerintah yang memang bertanggung jawab langsung kepada Asian Games Federation.
Dua setengah tahun membangun
Pembangunan GBK didanai lewat pinjaman lunak Uni Soviet senilai 12,5 juta USD. Uni Soviet juga mengirimkan insinyur dan teknisinya untuk merancang Stadion Utama GBK.
Perdana Menteri Uni Soviet Nikita Kruschev turut hadir dalam pencanangan tiang pancang pertama pada 8 Februari 1960.
Soekarno yang merupakan insinyur sipil jurusan bangunan dari Technische Hoogeschool te Bandoeng (THB, kini jadi Institut Teknologi Bandung), punya rancangan sendiri soal wujud stadion utama yang akan dibangun.
Ia waktu itu terinspirasi air mancur di Museo Antropologia de Mexico ketika berkunjung ke Meksiko. Dilihat dari arah tempat duduknya, nampak bentuk atap bundar dari sumber air mancur.
Atap bundar itu hanya disangga sebuah tiang beton. Maka, seluruh bagian atap Stadion Utama Senayan dirancang sama sekali tidak memakai penyangga di tengah.
Penyangga atap seluruhnya berada di tepi mengelilingi bangunan stadion. Atap oval yang mengelilingi stadion tersebut akan bertepi serta menyatu pada sebuah gelang raksasa yang secara kokoh bakal dicengkeram dari bagian sebelah atas.
Baca juga: Kini Kompleks GBK Senayan Lebih Indah
Soekarno dalam pidatonya kepada para olahragawan yang sedang mengikuti pemusatan latihan untuk Asian Games ke-IV menyampaikan, dia meminta arsitek Uni Soviet membuat atap dengan model temu gelang untuk SUGBK.
Arsitek Uni Soviet kala itu mengatakan hal itu tidak mungkin dilakukan. "Tidak, saya katakan sekali lagi, tidak. Atap stadion kita harus temu gelang," ujar Soekarno.
Soekarno mengatakan, ia ingin agar atap dengan model itu bisa membuat penonton terhindar dari teriknya matahari. Ia juga ingin Indonesia punya stadion utama yang memiliki atap dengan bentuk tersebut dan memukau siapa saja yang melihatnya.
Musibah sempat melanda atap temu gelang kebanggaan Soekarno ini. Pada 23 Oktober 1961 sekitar pukul 18.45, percikan api membakar beberapa bagian bangunan yang sudah setengah jadi.
Kebakaran paling banyak menghancurkan rangkaian kayu penyangga kerangka besi. Akibatnya, atap stadion yang belum selesai itu hancur. Kerugian ditaksir tidak lebih dari satu persen nilai proyek.
Meski kecil, kebakaran itu membuat geger dunia. Harian The Strait Times dari Singapura menulis headline, “Lonceng kematian Asian Games segera berbunyi dari Jakarta”.