Mahalnya tarif tol juga disebut menyebabkan kemacetan. Sebab, banyak sopir truk yang enggan melewati jalan tol demi menghemat ongkos.
Bila melewati tol, mereka mesti bayar Rp 45.000 untuk jarak tiga kilometer. "Dulu waktu pembangunan tol itu memang parah, setelah tol jadi sebelum ditetapkan (tarifnya) Rp 45.000 itu enak tuh. Terus ditetapkan Rp 45.000, supir-supir sudah enggak mau lagi pakai tol," kata Jimmy.
Jimmy menambahkan, ketiadaan depo yang bisa beroperasi 24 jam di sekitar kawasan pelabuhan, membuat truk-truk terpaksa parkir di pinggir jalan dan menyebabkan kemacetan.
Solusi atasi kemacetan
Deputy GM Commercial Indonesia Port Corporation Budi Waluyo menyatakan, pihaknya sudah menyiapkan sejumlah kebijakan untuk dijadikan solusi atas kepadatan di wilayah pelabuhan.
Solusi pertama adalah menyiapkan mesin gate-in yang dapat menerima seluruh uang elektronik. Budi menyebut, saat ini mesin yang ada baru menerima uang elektronik dari sebuah bank.
Akibatnya, masih banyak sopir truk yang mesti melakukan transaksi menggunakan uang tunai dan menyebabkan lamanya antrean.
Budi menargetkan, seluruh uang elektronik dapat difungsikan dalam waktu dua minggu ke depan, sehingga proses gate-in dapat selesai dalam hitungan detik.
"Everything-nya ya, mulai dari sistem sampai integrasi datanya sudah. Lagi-lagi terkait kesisteman ternyata butuh more effort lah ya, untuk synchronize yang tadinya manual, sekarang otomatis," kata dia.
Baca juga: Sudinhub Jakut Akui Sulit Tangani Kemacetan di Tanjung Priok
Budi menambahkan, pihaknya juga sudah memyiaplan lahan seluas dua hektar untuk dijadikan area menunggu jadwal ekspor impor, sehingga truk-truk tidak lagi menunggu di pinggir jalan dan menyebabkan kemacetan.
"Lahan itu akan jadi semacam kantong parkir sementara. Kita kasih waktu maksimal dua jam lah di situ untuk memastikan jam pelayanannya sudah ada," kata Budi.
Sementara itu, Kepala Sudin Perhubungan Jakarta Utara Benhard Hutajulu mengaku tak bisa melakukan rekayasa lalu lintas secara besar-besaran guna mengentaskan kemacetan.
"Enggak bisa kita melarang karena itu levelnya sudah nasional. Kalau driver kita terkendala, wah, kredibilitas negara yang dipertaruhkan," kata dia.
Ia menilai, kemacetan di Tanjung Priok merupakan masalah tingkat nasional, sehingga instansi pemerintah pusat juga harus ikut turun tangan.