JAKARTA, KOMPAS.com - Sore itu, bayi Togu Daud Gibran terbaring di tempat tidur di ruang tamu rumahnya sembari ditemani sang Ibu yang sesekali menggendongnya.
Napasnya sering kali terdengar seperti sesak dan terkadang menangis layaknya bayi pada umumnya. Sang Ibu, Aelpi Evelin Setiyani beberapa kali memberikan susu di botol untuk Togu.
Togu tak bisa bermain bebas layaknya anak seumurnya. Saat berusia 7 bulan bayi sedang lincah-lincahnya tengkurap maupun berlatih untuk merangkak, tapi tidak dengan dirinya.
Togu lahir tanpa langit-langit rongga mulut. Gerakannya terbatas karena penyempitan otak bagian belakang dan jari-jari di tangan maupun kaki yang tersambung satu sama lain.
Baca juga: Togu Daud Gibran, Bayi Tanpa Rongga Langit-langit Rongga Mulut Butuh Uluran Tangan Netizen
Orangtua sempat putus asa
Dengan kondisi memprihatinkan tersebut, sang ayah Johnson Eduard sempat putus asa melihat putra bungsunya digerogoti banyak permasalahan di tubuh.
Ia bahkan sempat berpikir agar anaknya lebih baik tiada dibandingkan harus tersiksa.
"Saya sampai pernah berpikir apakah seperti ini lebih baik tidak ada saja?" ujar Johnson kepada Kompas.com, Selasa (21/8/2018).
Pemikiran Johnson ini tak semata-mata karena prihatin dengan kondisi putranya. Ia menyesali dokter kandungan pernah mengatakan kondisi anaknya baik-baik saja tanpa kekurangan saat masih berada di dalam kandungan.
"Saya marah, kecewa, selama istri saya hamil kami rutin USG, pengecekan ke RS tapi kata dokter anak saya sehat, normal tak ada kekurangan," tuturnya.
Memikirkan keadaan anaknya kini, Ia bahkan kehilangan berat badan karena stres. Berat badannya turun drastis dari 80 kilogram menjadi 55 kilogram.
Baca juga: Bayi Rayyan Terlahir Tanpa Anus di Depok
Bolak-balik rumah sakit
Perjalanan Togu hingga akan dioperasi sampai saat ini, bukanlah perjalanan yang mudah.
Bayi ini pernah diberikan harapan palsu oleh Rumah sakit sebelum akhirnya ditangani secara serius oleh Rumah Sakit Pusat Otak Nasional (RSPON).
"Kita selalu bolak balik RS. Diperiksa, bilang anaknya engga apa-apa. Memang dibilang ada cairan di kepala tapi, katanya enggak apa-apa," kata Johnson.
Akhirnya, berkat saran dokter yang menangani persalinan, Bayi Togu dibawa ke RSPON semenjak awal bulan Agustus lalu.
"Di RSPON ini dari Agustus. Harusnya sudah dari usia 4 bulan dibawa tapi ini baru pas 6 bulan," ucapnya.
Dari hasil CT Scan di RSPON, diketahui bahwa otak Togu dalam kondisi gawat karena terjepit tempurung kepala.
"Di RSPON hasilnya otaknya kejepit yang dibelakang jadi menunjang kedepan. Lama-lama nanti otak dibagian depan membesar karena di belakang terjepit," ujar ibu bayi Togu.
Butuh dana besar
Dengan kondisinya yang cukup parah ini, dana yang dibutuhkan pun sangat besar.
Untuk biaya operasi memang telah dijaminkan oleh BPJS, namun kabar pahit datang untuk kedua pasangan guru honorer tersebut.
Anak bungsu mereka harus menggunakan alat operasi bagi pembedahan wajah senilai 60 juta dan hanya bisa diimpor dari luar negeri.
"Operasinya memang ditanggung BPJS, tapi untuk impor alatnya itu dari Eropa. Harus sediain uang 60 juta biar nanti pas tindakan kita butuh harus ada dana, sedangkan saya masih guru honorer belum pegawai," ujar Aelpi.
Padahal alat tersebut sangat dibutuhkan anaknya untuk memperbaiki struktur wajah.
Baca juga: Bayi Tanpa Tempurung Kepala Lahir di Pekanbaru
Dapat bantuan dermawan
Kehidupan memang tak selamanya pahit. Inilah yang dirasa oleh Johnson dan Aelpi. Disaat membutuhkan dana besar, ada dermawan yang menolong melalui campaign yang dibuat untuk Togu.
Seorang Dermawan Andi Budiman, membuat kampanye penggalangan dana di KitaBisa.com untuk membantu meringankan beban keluarga ini dan untuk menyelamatkan Togu.
Andi Budiman sendiri merupakan jemaat satu gereja dengan Johnson. Ia awalnya tak ingin menceritakan kondisi anak dan kebutuhan operasi, namun justru para jemaat gereja menyadari ada masalah dari diri Johnson
"Jadi di gereja itu kan ada pelayanan, cuma pas awal memang saya tidak pernah cerita soal anak saya, saya selalu bilang keadaannya baik. Tapi mereka perhatikan saya hari demi hari makin kurus, mereka tanya ada apa? Akhirnya saya cerita," ujarnya.
"Pas Pak Andi juga pelayanan di situ akhirnya pak Andi bikin campaign itu, disuruh WA yang saya butuhkan. Pak Andi bilang 'lanjutkan pengobatan jangan kecewa, harus pesan alat itu," kisah Johnson.
Kini orang tua Togu sedikit bernapas lega sembari menunggu uluran tangan para dermawan lewat campaign tersebut.
"Puji Tuhan doa terjawab saya berterima kasih untuk Pak Andi dan semua yang bisa bantu. Setidaknya ada beban yang berkurang. Sekarang saya berpikir untuk operasi berjalan," tutup Guru SDN Kelapa Dua Ciracas ini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.