JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta tengah merancang langkah-langkah untuk melawan prostitusi di Apartemen Kalibata City, Jakarta Selatan. Kebijakan ini buah dari kunjungan Gubernur DKI Jakarta ke Apartemen Kalibata City, Jakarta Selatan, Sabtu (15/9/2018).
Ia menyambangi apartemen yang kerap menjadi sorotan publik karena maraknya praktik prostitusi di sana.
Dalam kunjungannya, Anies bertemu warga dan pengelola apartemen untuk membicarakan dan mencari jalan keluar terkait isu prostitusi tersebut.
Salah satu poin yang disampaikan Gubernur adalah rencananya mendokumentasikan dan mempublikasikan tamu atau pelanggan prostitusi kepada masyarakat luas sebagai upaya pencegahan prostitusi.
Kepala Suku Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Jakarta Selatan Yaya Mulyarso membenarkan usulan itu bakal dieksekusi dalam waktu dekat.
Baca juga: Usulan-usulan Pemprov DKI Cegah Prostitusi di Kalibata City
"Nanti harus ada pendataan tamu, boleh difoto, dikasih buku tamu, ninggalin KTP, jadi terdata. Terus ada pemasangan CCTV di pintu tower dan pembatasan akses masuk malam untuk tamu," kata Yaya ketika dihubungi, Senin (17/9/2018).
Selain itu, ada beberapa usulan lain yang dibahas Pemprov DKI bersama warga dan pengelola.
"Ada posko terpadu dari semua unsur aparat, jadi ada fisiknya sehingga yang mau melanggar ini adalah risih. Terus juga ada karaoke katanya, nanti dievaluasi buka malam sampai jam berapa," ujar Yaya.
Pengelola sudah laksanakan
General Manager Kalibata City Ishak Lopung mengaku kebingungan dengan rencana Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mencegah prostitusi di rumah susun itu. Pasalnya, langkah-langkah yang diusulkan Gubernur, sudah dilaksankan pihaknya.
"Saya juga bingung, kalau foto tamu kan sudah ada kamera CCTV. Tamu juga harus isi buku tamu kok," kata Ishak.
Menurut Ishak, kamera CCTV sudah terpasang di lobby, lift, dan koridor. Begitu pula buku tamu, wajib diisi tamu yang tidak didampingi penghuni dan tidak memiliki kartu akses.
Menurut Ishak, pemasangan kamera CCTV dan buku tamu itu sudah lama dilakukan. Soal memotret satu-satu tamu yang datang, Ishak mengatakan kemungkinan akan sulit dilakukan mengingat Kalibata City punya 900 lebih unit hunian.
Terkait prostitusi yang masih kerap terjadi, terakhir sebulan lalu, Ishak mengatakan, pihaknya mulai melakukan pencegahan dengan melarang pemilik atau agen penyewaan menyewakan unit secara harian. Cara itu, kata dia, lebih efektif mencegah penyalahgunaan.
"Lebih efektif begitu menurut kami, karena agen-agen sudah banyak menolak kalau ada penyewa yang mau sewa harian," kata Ishak.
Untuk mengawasinya, pengelola membentuk empat tim yang setiap hari menyisiri unit-unit di semua tower. Gerakan yang dimaksud itu seperti razia kependudukan. Tim dari pengelola dan petugas keamanan mendatangi pintu-pintu unit dari pukul 17.00-19.00 untuk memeriksa penghuninya.
Baca juga: Pengelola Kalibata City Bingung dengan Rencana Pencegahan Prostitusi
Penghuni akan ditanya apakah ada tamu atau tambahan penghuni. Mereka juga diminta menunjukkan KTP dan surat sewa-menyewanya.
Jika ada penghuni yang merupakan penyewa harian, akan langsung ditindak pihak keamanan. Sebab penyewa harian diduga adalah mereka yang melakukan praktik prostitusi.
"Kalau harian, kita paggil ke sekuriti untuk dipanggil broker (agennya). Kalau ada anak di bawah umur, kami hubungi orangtuanya," kata Ishak.
Warga nilai belum efektif
Kendati prosedur masuknya tamu ke Kalibata City sudah lama dijalankan, warga menilai pelaksanaannya belum efektif. Pasalnya, praktik prostitusi masih saja ditemukan.
Dua bulan terakhir saja, ada dua penangkapan yang dilakukan kepolisian.
"Kami melihat ini berkali-kali terjadi sejak pertama berdiri, padahal pengelola sudah punya CCTV, sekuriti, daftar agen, sudah tahu mana unit yang disewakan mana yang tidak, dikasih kartu akses, mereka punya semua cara tapi kok justru enggak pernah berhasil menyelesaikan masalah," kata perwakilan Komunitas Warga Kalibata City Wenwen Zi.
Wenwen mengatakan, pencegahan prostitusi lebih banyak dilakukan dengan mempermasalahkan sewa harian. Selain itu, pengelola hanya memasang peringatan agar tak melakukan praktik prostitusi. Wenwen menilai langkah itu tak menyelesaikan masalah.
"Cuma tempel-tempel dilarang prostitusi, itu enggak ada artinya," ujar Wenwen.
"Kalau untuk anggaran (penambahan pengamanan) kami masih belum tahu, tapi warga kalau pun disuruh iuran kami siap. Ini kan rumah kami sendiri," lanjut Wenwen.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.