Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mantan Napi Korupsi Boleh Jadi Caleg, Apa Tanggapan Warga?

Kompas.com - 21/09/2018, 19:01 WIB
Rindi Nuris Velarosdela,
Robertus Belarminus

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Masyarakat merespons negatif terkait keputusan Mahkamah Agung (MA) yang memperbolehkan mantan napi korupsi untuk maju sebagai calon wakil rakyat.

Contoh mantan napi korupsi yang maju kembali menjadi calon wakil rakyat adalah politikus Partai Gerindra Mohamad Taufik. Ia juga disebut sebagai calon kuat menjadi wakil gubernur DKI Jakarta.

Stefany (23), seorang karyawan swasta di daerah Kebon Sirih, Jakarta Pusat, mengaku kecewa dengan keputusan MA itu.

Ia menilai, masih banyak Warga Negara Indonesia (WNI) yang lebih berhak dan mempunyai rekam jejak lebih baik untuk maju sebagai calon wakil rakyat.

Baca juga: MA Putuskan Mantan Koruptor Boleh Nyaleg, Taufik Ucap Alhamdulillah

Sedangkan calon wakil rakyat berstatus mantan napi korupsi baginya sosok yang telah berkhianat pada rakyat dan negara.

"Gue enggak setuju karena dia pernah berkhianat pada rakyat. Artinya, dia enggak bisa bertanggung jawab dengan benar," ujar Stefany, kepada Kompas.com, Jumat (21/9/2018).

Stefany juga berpendapat, memperbolehlan mantan napi korupsi menjadi calon wakil rakyat lagi menunjukkan sebuah kemunduran dalam dunia politik.

"Mundur banget sampai diperbolehkan gitu. Sama saja melakukan kesalahan dua kali kalau gitu. Semoga saja enggak ada kerja sama dengan penguasa ya," ungkap Stefany.

"Walaupun kita punya hak untuk tidak memilihnya, tapi negara harusnya juga punya hak untuk menolak mereka jadi calon wakil rakyat lagi. Kita enggak kekurangan warga yang baik dan bersih kok untuk jadi wakil rakyat," sambung dia.

Ditemui dalam kesempatan berbeda, Febriani (24), juga berpendapat, mantan napi korupsi tidak mempunyai hak untuk mencalonkan diri menjadi calon wakil rakyat lagi.

Ia menilai, keputusan MA itu telah mencoreng dunia politik di Indonesia.

"Kayak enggak ada warga lain yang lebih bersih. Yang enggak korupsi saja masih susah benerin daerahnya dan enggak menyerap aspirasi rakyat, apalagi yang korupsi. Enak banget ya sudah korupsi, tapi masih bisa balik lagi," ujar Febri.

"Apa fungsinya Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) buat ngelamar pekerjaan kalau yang jelas-jelas korupsi masih bisa diterima lagi," sambung dia.

Fransiscus (27), warga lainnya menilai, keputusan MA itu telah membunuh kepercayaan masyarakat terhadap wakil rakyatnya.

Ia berpendapat, mantan napi korupsi seharusnya diberikan sanksi sosial untuk memberikan efek jera.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Cerita Warga Sempat Trauma Naik JakLingko karena Sopir Ugal-ugalan Sambil Ditelepon 'Debt Collector'

Cerita Warga Sempat Trauma Naik JakLingko karena Sopir Ugal-ugalan Sambil Ditelepon "Debt Collector"

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Seorang Pria Ditangkap Buntut Bayar Makan Warteg Sesukanya | Taruna STIP Tewas di Tangan Senior Pernah Terjadi pada 2014 dan 2017

[POPULER JABODETABEK] Seorang Pria Ditangkap Buntut Bayar Makan Warteg Sesukanya | Taruna STIP Tewas di Tangan Senior Pernah Terjadi pada 2014 dan 2017

Megapolitan
Libur Nasional, Ganjil Genap Jakarta Tanggal 9-10 Mei 2024 Ditiadakan

Libur Nasional, Ganjil Genap Jakarta Tanggal 9-10 Mei 2024 Ditiadakan

Megapolitan
Curhat ke Polisi, Warga Klender: Kalau Diserang Petasan, Apakah Kami Diam Saja?

Curhat ke Polisi, Warga Klender: Kalau Diserang Petasan, Apakah Kami Diam Saja?

Megapolitan
Polisi Dalami Peran Belasan Saksi Dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP yang Dianiaya Senior

Polisi Dalami Peran Belasan Saksi Dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP yang Dianiaya Senior

Megapolitan
Kepada Kapolres Jaktim, Warga Klender Keluhkan Aksi Lempar Petasan dan Tawuran

Kepada Kapolres Jaktim, Warga Klender Keluhkan Aksi Lempar Petasan dan Tawuran

Megapolitan
Belasan Taruna Jadi Saksi dalam Prarekonstruksi Kasus Tewasnya Junior STIP

Belasan Taruna Jadi Saksi dalam Prarekonstruksi Kasus Tewasnya Junior STIP

Megapolitan
Polisi Tangkap Lebih dari 1 Orang Terkait Pengeroyokan Mahasiswa di Tangsel

Polisi Tangkap Lebih dari 1 Orang Terkait Pengeroyokan Mahasiswa di Tangsel

Megapolitan
RTH Tubagus Angke Dirapikan, Pedagang Minuman Harap Bisa Tetap Mangkal

RTH Tubagus Angke Dirapikan, Pedagang Minuman Harap Bisa Tetap Mangkal

Megapolitan
Prarekonstruksi Kasus Penganiayaan Taruna STIP Digelar hingga 4 Jam

Prarekonstruksi Kasus Penganiayaan Taruna STIP Digelar hingga 4 Jam

Megapolitan
Masih Bonyok, Maling Motor di Tebet Belum Bisa Diperiksa Polisi

Masih Bonyok, Maling Motor di Tebet Belum Bisa Diperiksa Polisi

Megapolitan
Cegah Prostitusi, RTH Tubagus Angke Kini Dipasangi Lampu Sorot

Cegah Prostitusi, RTH Tubagus Angke Kini Dipasangi Lampu Sorot

Megapolitan
Balita yang Jasadnya Ditemukan di Selokan Matraman Tewas karena Terperosok dan Terbawa Arus

Balita yang Jasadnya Ditemukan di Selokan Matraman Tewas karena Terperosok dan Terbawa Arus

Megapolitan
PDI-P Buka Penjaringan Cagub dan Cawagub Jakarta hingga 20 Mei 2024

PDI-P Buka Penjaringan Cagub dan Cawagub Jakarta hingga 20 Mei 2024

Megapolitan
Kuota Haji Kota Tangsel Capai 1.242 Jemaah, Pemberangkatan Dibagi 2 Gelombang

Kuota Haji Kota Tangsel Capai 1.242 Jemaah, Pemberangkatan Dibagi 2 Gelombang

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com