JAKARTA, KOMPAS.com - Pedagang kaki lima (PKL) yang sebelumnya berjualan di trotoar Jalan Jatibaru Raya mengaku senang mendapatkan lapak di jembatan multiguna atau skybridge. Namun, mereka juga khawatir jika dagangannya semakin sepi saat berjualan di skybridge.
Selama proses pembangunan skybridge, para PKL memilih tetap berjualan di trotoar.
Salah satunya adalah Lies, pedagang pakaian perempuan yang mendapatkan lapak nomor 54. Ia mengatakan, jika pemerintah provinsi DKI Jakarta tetap membiarkan para PKL berjualan di trotoar Jalan Jatibaru Raya, maka penghasilannya tidak akan bertambah.
"Kalau pemerintah tetap ngebiarin pedagang jualan disini (trotoar), ya sama saja. Pembeli bakal lebih suka belanja di bawah sini dong. Nanti penghasilan saya menurun kalau saya pindah ke atas," kata Lies kepada Kompas.com, Rabu (14/11/2018).
Baca juga: KAI Ingin Skybridge Bantu Mobilitas Penumpang di Stasiun Tanah Abang
Lies mengaku bisa mendapat penghasilan minimal Rp 1 juta per bulan selama berjualan di trotoar. Oleh karena itu, ia tak mempermasalahkan pembayaran biaya retribusi sewa lapak sebesar Rp 500.000 per bulan.
"Saya sih enggak masalah kalau ada harga sewa karena dari awal sudah diberi tahu kalau lapak itu cuma sewa. Tapi yang paling penting dagangan saya makin laris saja," ujar Lies.
"Kalau bisa pembeli juga diarahkan ke skybridge biar mampir ke lapak saya. Kalau enggak diarahin, mereka bakal tetap belanja di pedagang di sini (trotoar)," lanjut dia.
Pendapat yang sama juga diungkapkan Amsar, pedagang pakaian yang mendapat nomor lapak 94. Ia berharap tidak ada lagi PKL yang berjualan di trotoar sehingga para pembeli bisa langsung menuju skybridge.
Ia hanya mengeluhkan ukuran lapak yang sangat kecil. Ia khawatir para pembeli akan mengalami kesulitan untuk memilih pakaian yang diinginkan.
"Siapa sih yang enggak senang dapat tempat jualan yang enggak bakal dilarang sama Satpol PP. Tapi, saya juga khawatir sih kalau pembeli makin sepi terus saya enggak bisa bayar uang sewa itu," kata Amsar.
Baca juga: Terkait Skybridge Tanah Abang, PT KAI Bantah Minta Bayaran Pemprov DKI
"Ukurannya kan juga kecil tuh, nanti pembeli jadi enggak bebas buat memilih. Saya takut mereka lebih senang belanja di bawah (trotoar). Jadi, pemerintah tolong cari jalan lah gimana enaknya buat pedagang. Kalau saya sih sudah cukup senang," lanjutnya.
Ditemui dalam kesempatan yang sama, Syamsul, pedagang pakaian yang mendapat lapak nomor 62 mengatakan, ia bisa berjualan di trotoar kembali jika dagangannya sepi selama berjualan di skybridge.
"Saya harus lihat dulu lah, sepi enggak kalau jualan di atas. Kalau malah makin sepi, ya mending saya turun lagi. Buat apa kita jualan di atas tapi enggak ramai," kata Syamsul.
"Kalau dagangan sepi terus saya masih disuruh bayar uang sewa kan saya yang rugi. Saya sih senang dapat lapak, tapi pemerintah jangan asal beri lapak aja lah. Pikirkan juga gimana caranya pembeli tetap ramai," lanjutnya.
Baca juga: 16 November, PT KAI Bertemu Pemprov DKI Bahas Skybridge Tanah Abang
Target pengoperasian skybridge Tanah Abang beberapa kali molor. Jembatan itu mulanya ditargetkan rampung akhir Oktober, kemudian mundur ke pekan pertama November.
Sarana Jaya sudah melakukan soft launching skybridge Tanah Abang pada 15 Oktober lalu. Sebanyak 100 PKL mulai menempati kios-kios di skybridge tersebut pada saat soft launching.
Nantinya, ada 446 PKL yang akan menempati kios-kios yang ada di skybridge Tanah Abang setelah pembangunan rampung. Mereka harus membayar service charge Rp 500.000 per bulan untuk biaya kebersihan, keamanan, dan penerangan, mulai Januari 2019.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.